tag:blogger.com,1999:blog-31034716148173326732024-02-20T12:30:58.022-08:00Al-Ihsan CommunityBudimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.comBlogger22125tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-49236400709472137262011-01-14T07:49:00.000-08:002011-01-14T08:01:13.071-08:00ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN <br /> <br />Ilmu atau sains adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, baik natura atau sosial, yang berlaku umum dan sistematis. Karena ilmu berlaku umum, maka darinya dapat disimpulkan pernyataan-pernyataan yang didasarkan pada beberapa kaidah umum pula. <br /> <br />1. Ilmu dan Proses Berpikir <br />Dua buah definisi dari ilmu adalah sebagai berikut. <br />“Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis, pengetahuan dari mana dapat disimpulkn dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah yang umum.” <br />“Ilmu ialah pengetahuan yang sudah dicoba dan diatur menurut urutan dan arti serta menyeluruh dan sistematis.” <br />Ilmu lahir karena manusia diberkahi Tuhan suatu sifat ingin tahu. Keingintahuan seseorang terhadap permasalahan di sekelilingnya dapat menjurus kepada keingintahuan ilmiah. Misalnya, dari pertanyaan apakah bulan mengelilingi bumi, apakah matahari mengelilingi bumi, timbul keinginan untuk mengadakan pengamatan secara sistematis, yang akhirnya melahirkan kesimpulan bahwa bumi itu bulat, bahwa bulan mengelilingi matahari dan bumi juga mengelilingi <br />matahari. Menurut Maranon (1953), ilmu mencakup lapangan yang sangat luas, menjangkau semua aspek tentang progress manusia secara menyeluruh. Termasuk di dalamnya pengetahuan yang telah dirumuskan secara sistematis melalui pengamatan dan percobaan yang terus-menerus, yang telah menghasilkan penemuan kebenaran yang bersifat umum. <br /> <br />Konsep antara ilmu dan berpikir adalah sama. Dalam memecahkan masalah keduanya dimulai dari adanya rasa gengsi dan kebutuhan akan suatu hal yang bersifat umum. Kemudian timbul suatu pertanyaan yang khas, dan selanjutnya dipilih suatu pemecahan tentatif untuk penyelidikan. <br /> <br />Proses berpikir adalah suatu rafleksi yang teratur dan hati-hati. Menurut Kelly (1930), proses berpikir menuruti langkah-langkah berikut: <br /> Timbul rasa sulit <br /> Rasa sulit tersebut didefinisikan. <br /> Mencari suatu pemecahan sementara. <br /> Menambah keterangan terhadap pemecahan tadi yang menuju kepada kepercayaan bahwa pemecahan tersebut adalah benar. <br /> Melakukan pemecahan lebih lanjut dengan verifikasi eksperimental (percobaan). <br /> Mengadakan penilitan terhadap penemuan-penemuan eksperimental menuju pemecahan secara menatal untuk diterima atau ditolak sehingga kembali menimbulkan rasa sulit. <br /> Memberikan suatu pandangan ke depan atau gambaran mental tentang situasi yang akan datang untuk dapat menggunakan pemecahan tersebut secara tepat. <br /> <br />2. Definisi Penelitian <br />Whitney mengutip beberapa definisi tentang penelitian yang diturunkan di bawah ini. <br />Penelitian adalah pencarian atas sesuatu (inquiry) secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan. (Parsons, 1946). <br />Penelitian adalah suatu pencarian fakta menurut metode objektif yang jelas untuk menemukan hubungan antar fakta dan menghasilkan dalil atau hukum. (John, 1949). <br />Penelitian adalah transformasi yang terkendalikan atau terarah dari situasi yang dikenal dalam kenyataan-kenyataan yang ada padanya dan hubungannya, seperti mengubah unsur dari situasi orisinal menjadi suatu keseluruhan yang bersatu padu (Dewey, 1936). <br /><br />Dari definisi-definisi tentang penelitian, maka nyata bahwa penelitian adalah suatu penyelidikan yang terorganisasi. Penelitian juga dapat diartikan sebagai pencarian pengetahuan dan pemberi artian yang terus-menerus terhadap sesuatu. <br />Penelitian dengan menggunakan metode ilmiah (scientific method) disebut penelitian ilmiah. Dalam penelitian ilmiah ini, selalu ditemukan dua unsur penting, yaitu unsur observasi (pengamatan) dan unsur nalar (reasoning) (Ostle, 1975)<br /><br />3. Ilmu, Penelitian, dan Kebenaran <br />Ilmu dan penelitian mempunyai hubungan yang sangat erat. Menurut Whitney (1960), ilmu dan pengetahuan adalah sama-sama proses, sehingga ilmu dan penlitian adalah proses yang sama. Hasil dari proses tersebut adalah kebenaran (truth). <br /> <br />Umumnya, suatu kebenaran ilmiah dapat diterima dikarenakan oleh tiga hal, yaitu: <br />1. adanya koheren; <br />2. adanya koresponden; dan <br />3. pragmatis. <br /> <br />Suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan tersebut koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Kebenaran matematika misalnya, didasarkan atas sifat koheren, karena dalil matematika disusun berdasarkan beberapa aksioma yang telah diketahui kebenarannya lebih dahulu. <br /> <br />Dasar lain untuk mempercayai kebenaran adalah koresponden yang diprakarsai oleh Bertrand Russel (1872 – 1970). Suatu pernyataan dianggap benar, jika materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut berhubungan atau mempunyai korespondensi dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Pernyataan bahwa ibukota Propinsi Derah Istimewa Yogyakarta adalah <br />Yogyakarta adalah benar karena pernyataan tersebut mempunyai korespondensi dengan lokasi atau faktualitas bahwa Yogyakarta memang ibukota Propinsi DIY. <br /> <br />Sifat kebenaran yang diperoleh dalam proses berpikir secara ilmiah umumnya mempunyai sifat koheren dan sifat koresponden.berpikir secara deduktif adalah menggunakan sifat koheren dalam menentukan kebenaran, sedangkan berpikir secara induktif, peneliti menggunakan sifat koresponden dalam menentukan kebenaran. <br /> <br />Kebenaran lain dipercaya karena adanya sifat pragmatis. Dengan perkataan lain, pernyataan dipercayai benar karena pernyataan tersebut mempunyai sifat fungsional dalam kehidupan praktis. Suatu pernyataan atau suatu kesimpulan dianggap benar jika pernyataan tersebut mempunyai sifat pragmatis dalam kehidupan sehari-hari. Secara pragmatis orang percaya kepada agama, karena agama bersifat fungsional dalam memberikan pegangan dan aturan hidup pada manusia. <br /> <br />Tidak selamanya penemuan kebenaran diperoleh secara ilmiah. Kadangkala kebenaran dapat ditemukan melalui proses nonilmiah, seperti: <br />a. penemuan kebenaran secara kebetulan, <br />b. penemuan kebenaran secara common sense (akal sehat), <br />c. penemuan kebenaran melalui wahyu, <br />d. penemuan kebenaran secara intuitif, <br />e. penemuan kebenaran secara trial dan error, <br />f. penemuan kebenaran melalui spekulasi, <br />g. penemuan kebenaran karena kewibawaan. <br /> <br />4. Kegunaan dan Peranan Penelitian <br />Kegunaan penelitian adalah untuk menyelidiki keadaan dari, alasan untuk, dan konsekuensi terhadap suatu set keadaan khusus. Keadaan tersebut bisa saja dikontrol melalui percobaan (eksperimen) ataupun berdasarkan observasi tanpa kontrol. Penelitian memegang peranan yang amat penting dalam memberikan fondasi terhadap tindak serta keputusan dalam segala aspek pembangunan. Adalah sangat sulit, bahkan tidak mungkin sama sekali, untuk memperoleh data yang terpercaya yang dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan, jika penelitian tidak pernah diadakan, serta kenyataan-kenyataan tidak pernah diuji lebih dahulu melalui penelitian. Tidak ada satu negara yang sudah maju dan berhasil dalam pembangunan, tanpa melibatkan banyak daya dan dana dalam bidang penelitian. <br /> <br />Di negara-negara yang telah berkembang, apresiasi terhadap karya penelitian sudah begitu melembaga dan penggunaan dana untuk keperluan penelitian tidak pernah dipertanyakan lagi manfaatnya. Pengeluaran negara untuk penelitian dapat mencapai 1-2 persen dari total pengeluaran negara. Di tahun 1953, Amerika Serikat misalnya telah menggunakan 3,5 billiun (miliar) dolar untuk penelitian. Kira-kira 60 persen dibiayai oleh pemerintah dan 35 persen oleh industri swasta, dan selebihnya oleh instansi dan lembaga lainnya. Dari keseluruhan pembiayaan tersebut, 94 persen digunakan untuk penelitian terapan (applied research) dan 6 persen untuk penelitian dasar (basic research). <br /> <br />Di negara-negara yang sedang berkembang, penelitian pertanian memegang peranan penting sekali, yaitu meliputi aspek-aspek pemasaran, penerapan teknologi, alat-alat pertania, pengangkutan serta perangsang industri. <br /> <br />Banyak studi menyimpulkan bahwa kontribusi dari penelitian mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan tersebut. Ada dua cara untuk menilai keuntungan dari penelitian. Pertama, menggunakan teknik internal rate of return to investment dan <br />kedua dengan menghitung nilai marginal dari output per dolar modal yang ditanamkan dalam penelitian. <br /> <br />5. Jenis – Jenis Penelitian <br />Secara umum, penelitian dapat dibagi atas dua jenis, yaitu penelitian dasar (basic research ) dan penelitian terapan (applied research).<br />a. Penelitan Dasar (Basic Research) <br />Penelitian dasar atau penelitian murni adalah pencarian terhadap sesuatu karean ada perhatian dan keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas. Penelitian dasar dikerjakan tanpa memikirkan ujung praktis atau titik terapan. Hasil dari penelitian dasar adalah pengetahuan umum dan pengertian-pengertiantentang alam serta hukum-hukumnya. Pengetahuan umum ini merupakan alat untuk memecahkan masalah-masalah praktika, walaupun ia tidak memberikan jawaban yang menyeluruh untuk tiap masalah tersebut. Tugas penelitian terapanlah yang akan menjawab masalah-masalah praktis tersebut. <br /> <br />Penelitian murni tidak dibayang-bayangi oleh pertimbangan penggunaan dari penemuan <br />tersebut untuk masyarakat. Perhatian utama adalah kesinambungan dan integritas dari ilmu dan filosofi. Penelitian murni bisa diarahkan ke mana saja, tanpa memikirkan ada tidaknya hubungan dengan kejadian-kejadian yang diperlukan masyarakat. Contoh penelitian dasar misalnya <br />penelitian tentang gene, tentang nucleus, dan sebagainya. <br /> <br />b. Penelitian Terapan (Applied Research) <br />Penelitian terapan (applied research, practical research) adalah penyelidikan yang hati-<br />hati, sistematik dan terus menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan <br />dengan segera untuk keperluan tertentu. Hasil penelitian tidak perlu sebagai satu penemuan <br />baru, tetapi merupakan aplikasi baru dari penelitian yang telah ada. Peneliti yang mengerjakan <br />penelitian dasar atau murni tidak mengharapkan hasil penelitiannya digunakan secara praktika. <br />Peneliti-peneliti terapanlah yang akan memerinci penemuan penelitian dasar untuk keperluan <br />praktis dalam bidang-bidang tertentu. Tiap ilmuwan yang mengerjakan penelitian terapan <br />mempunyai keinginan agar dengan segera hasil penelitiannya dapat digunakan masyarakat, baik <br />untuk keperlua ekonomi, politik, maupun sosial. <br /> <br />Penelitian terapan memilih masalah yang ada hubungannya dengan keinginan masyarakat <br />serta untuk memperbaiki praktik-praktik yang ada. Penelitian terapan harus dengan segera <br />mengumumkan hasil penelitiannya dalam waktu yang tepat supaya penemuan tersebut tidak <br />menjadi kadaluwarsa. <br /> <br />Dalam melaksanakan penelitian terapan dapat dilakukan dalam lima langkah, sebagai berikut: <br /> Sesuatu yang sedang diperlukan, dipelajari, diukur, dan diperiksa kelemahannya. <br /> Satu dari kelemahan-kelemahan yang diperoleh, dipilih untuk penelitian. <br /> Biasanya dilakukan pemecahan dalam laboratorium. <br /> Kemudian dilakukan modifikasi sehingga penyelesaian dapat dilakuakn untuk diterapkan. <br /> Pemecahannya dipertahankan dan menempatkannya dalam suatu kesatuan sehingga ia menjadi bagian yang permanen dari satu sistem.<br />Contoh dari penelitian terapan, misalnya, penelitian tentang pengaruh traktorisasi <br />terhadap penyerapan tenaga kerja, pengaruh pemupukan daun terhadap tanaman jagung, dan sebagainya.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-63885154055300158972011-01-14T07:43:00.000-08:002011-01-14T07:46:19.750-08:00PERMINTAAN DAN PENAWARABAB I <br />PERMINTAAN DAN PENAWARAN <br /> <br />A. Pengertian, Hukum, Kurva dan Teori Permintaan <br />a. Permintaan (Demand) <br />Permintan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada <br />suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan <br />tertentu dan dalam periode tertentu. <br /> <br />Beberapa Penentuan Permintaan <br />Permintaan seseorang atau suatu masyarakat kepada suatu barang <br />ditentukan oleh faktor-faktor,diantaranya : <br />1. Harga barang itu sendiri (Px) <br />2. Harga barang lain ( Py) <br />3. Pendapatan konsumen (Inc) <br />4. Cita rasa (T) <br />5. Iklim (S) <br />6. Jumlah penduduk (Pop) <br />7. Ramalan masa yang akan datang (F) <br /> <br />Persamaan : <br /> <br /> <br /> <br />b. Hukum Permintaan (the low of demand) <br />Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis <br />yang menyatakan : <br />“Hubungan antara barang yang diminta dengan harga barang tersebut <br />dimana hubungan berbanding terbalik yaitu ketika harga meningkat atau <br />naik maka jumlah barang yang diminta akan menurun dan sebaliknya <br />apabila harga turun jumlah barang meningkat. <br /> <br /> <br /> <br />(Qd = F.(Px, Py, Ine,T,S, Pop,F)<br /><br />b. Hukum Permintaan (the low of demand) <br />Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis <br />yang menyatakan : <br />“Hubungan antara barang yang diminta dengan harga barang tersebut <br />dimana hubungan berbanding terbalik yaitu ketika harga meningkat atau <br />naik maka jumlah barang yang diminta akan menurun dan sebaliknya <br />apabila harga turun jumlah barang meningkat. <br />c. Daftar Permintaan <br />Daftar permintaan ialah suatu tabel yang memberi gambaran dalam <br />angka-angka tentang hubungan antara harga dengan jumlah yang diminta <br />masyarakat. Ia menggambarkan besarnya permintaan yang ada pada <br />berbagai tingkat harga. <br />Contoh : <br />P (Harga) Q (Quantiti) <br />100 2000 <br />200 1500 <br />300 1000 <br />400 500 <br />500 0 <br /> <br /> <br />Kurva Permintaan <br />Kurva Permintaan dapat didefinisikan sebagai : <br />“Suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu <br />barang tertentu dengan jumlah barang tersebut yang diminta para <br />pembeli.” <br />Kurva permintaan berbagai jenis barang pada umumnya menurun <br />dari kiri ke kanan bawah. Kurva yang demikian disebabkan oleh sifat <br />hubungan antara harga dan jumlah yang diminta yang mempunyai sifat <br />hubungan terbalik. <br /> <br />Fungsi permintaan : Q = a - bp<br /><br />Qdx = f (py) <br />x & y = komplementer <br />Pyt Qdx <br /> <br />Pyt Qdx <br /> x & y = substritusi <br />Py Qdx <br /> <br />Py Qdx <br /> Qdx = f (inc) <br />- Barang inferior <br />Inc Qdx <br />- Kebutuhan sehari-hari <br />Inc Qdx<br /><br />d. Teori Permintaan <br />Dapat dinyatakan : <br />“Perbandingan lurus antara permintaan terhadap harganya yaitu apabila <br />permintaan naik, maka harga relatif akan naik, sebaliknya bila permintaan <br />turun, maka harga relatif akan turun.” <br /> <br />Gerakan sepanjang “dan perubahan kurva permintaan <br />a. Gerakan sepanjang kurva permintaan <br />Perubahan sepanjang kurva permintaan berlaku apabila harga barang <br />yang diminta menjadi makin tinggi atau makin menurun.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-12982421296338667422011-01-12T04:20:00.000-08:002011-01-12T04:21:49.222-08:00PAJAK DAN RETRIBUSI2.1.1 Konsep perpajakan<br />Para ahli perpajakan memberikan pengertian atau definisi berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian mempunyai arti dan tujuan yang sama. Munawir (1997: 5) mengutip pendapat Jayadiningrat memberi definisi pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan akan tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum. Selanjutnya Munawir (1997 : 3) mengutip pendapat Rachmat Sumitro mendefinisikan pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin. Mangkoesoebroto (1993:181) menyatakan pajak adalah suatu pungutan hak prerogatif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang, pungutannya dapat dipaksakan kepada subjek pajak di mana tidak dapat balas jasa secara langsung terhadap penggunanya.<br /><br /><br />Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur yang terkandung di dalam pengertian pajak yaitu:<br />1. pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara dimana dapat diartikan yang berhak untuk melakukan pungutan pajak yaitu negara dengan alasan apapun swasta tidak boleh memungut pajak;<br />2. berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan);<br />3. pembayaran pajak tidak mempunyai kontraprestasi langsung secara individu artinya kontraprestasi diberikan oleh negara kepada rakyat dan tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan besarnya pajak;<br />4. pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah yang bersifat umum dalam arti bahwa pengeluaran pemerintah tersebut mempunyai manfaat bagi masyarakat secara umum;<br />5. pajak dipungut disebabkan sesuatu keadaan, kejadian atau yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang dengan demikian pajak hanya dapat dipungut oleh pemerintah;<br />6. pemerintah dapat memungut pajak kalau suadah ada undang-undangnya dan aturan pelaksanaanya;<br />7. pajak merupakan kewajiban masyarakat yang apabila diabaikan akan terkena sanksi sesuai undang-undang yang berlaku.<br />Pajak di samping sebagai sumber penerimaan negara yang utama (budgetair) juga mempunyai fungsi lain seperti alat untuk mengatur dan mengawasi kegiatan-kegiatan swasta dalam perekonomian (regulair). Pajak sebagai alat anggaran juga dipergunakan sebagai alat mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah terutama kegiatan rutin (Suparmoko, 1997:96). Oleh sebab itu kedua fungsi pajak di atas harus dijalankan secara seimbang karena apabila pengaturannya tidak dilaksanakan secara seimbang sangat berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian<br />Pengenaaan pajak dapat menimbulkan eksternalitas yang dapat merugikan kepentingan umum, sehingga perlu adanya pengaturan untuk menjamin kelangsungan sumber daya dalam jangka panjang. Sehubungan dengan itu maka keputusan untuk mengenakan pajak terhadap suatu objek hendaknya dilakukan secara hati-hati dan bijaksana untuk menghindari terjadunya disinsentif bagi perekonomian.<br />Menurut Meier (1995:197-198) ada empat kriteria yang perlu dipertimbangkan untuk memungut suatu jenis pajak di negara yang sedang berkembang:<br />1. sebagai suatu sumber penerimaan potensial; maksudnya suatu jenis pajak harus dilihat sebagai suatu elastisitas pajak tersebut terhadap variabel-variabel makro ekonomi seperti PDRB, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk;<br />2. dampak terhadap alokasi sumber ekonomi; untuk mengambarkan bahwa memadai tidaknya suatu perolehan pajak jika dikaitkan dengan bentuk dan besarnya dana yang diperlukan untuk memberikan layanan yang dibiayai sehingga beban suatu pajak dapat bermanfaat untuk mendorong penggunaan sumber daya ekonomi secara lebih efisien;<br />3. keadilan; yang dimaksud keadilan adalah menyangkut distribusi beban pajak, apakah tarif yang progresif atau menggunakan tarif tetap. Pembebanan pajak harus adil baik secara horizontal maupun vertikal;<br />4. administrasinya rendah; kriteria ini berkaitan dengan administrasi yang meliputi sistem penetapan sumber daya manusia aparatur, biaya pemungutan serta sarana dan prasarana pemungutan.<br /><br />2.1.2 Pajak daerah<br />Menurut Davey (1988:40) secara umum perpajakan daerah dapat diartikan sebagai berikut:<br />1. pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri;<br />2. pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional, tetapi penetapan taripnya oleh pemerintah daerah;<br />3. pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah;<br />4. pajak yang dipungut dan diadminitrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada, dibagihasilkan dengan, atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh pemerintah daerah.<br />Di dalam ketatanegaraan Indonesia yang dimaksud dengan pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas undang-undang nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah pasal 1 nomor 6 adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang simbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.<br />Selanjutnya untuk menilai pajak daerah menurut Devas,dkk (1989 : 61-62), dapat digunakan kriteria pengukuran sebagai berikut:<br />1. hasil (Yield) yaitu memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan besar hasil pajak tersebut; perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut, dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk dan sebagainya;<br />2. keadilan (Equity) dasar pajak dan kewajiban membayarnya harus jelas dan tidak sewenang-wenang; pajak harus adil secara horisontal (artinya, beban pajak harus sama antara berbagai kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama); adil secara vertikal (artinya, beban pajak harus lebih banyak ditanggung oleh kelompok yang memiliki sumber daya yang lebih besar), dan pajak itu haruslah adil dari tempat ke tempat (dalam arti, hendaknya tidak ada perbedaan-perbedaan besar dan sewenang-wenang dalam beban pajak dari satu daerah ke daerah lain, kecuali jika perbedaan ini mencerminkan perbedaan dalam cara menyediakan layanan masyarakat);<br />3. daya guna ekonomi (Economic Efficiency). Pajak hendaknya mendorong (atau setidak-tidaknya tidak menghambat) penggunaan sumberdaya secara berdaya guna dan pilihan produsen menjadi salah arah atau orang menjadi segan bekerja atau menabung; dan memperkecil beban lebih pajak;<br />4. kemampuan melaksanakan (Ability to Implement), suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan, dari sudut kemauan politik dan kemauan tata usaha;<br />5. kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (Stability as a Local Revenue Source), ini berarti haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan, dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak; pajak tidak mudah dihindari, dengan cara memindahkan obyek pajak dari suatu daerah ke daerah lain; pajak daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan-perbedaan antara daerah, dari segi potensi ekonomi masing-masing, dan pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih besar dari kemampuan tata usaha pajak daerah.<br /><br />2.1.3 Konsep retribusi<br />Menurut Munawir (1997) Retribusi merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah dia tidak akan dikenakan iuran itu.<br />Lebih lanjut diuraikan pula definisi dan pengertian yang berkaitan dengan retribusi yaitu dikutip dari Sproule-Jones and White yang mengatakan bahwa retribusi adalah semua bayaran yang dilakukan bagi perorangan dalam menggunakan layanan yang mendatangkan keuntungan langsung dari layanan itu lebih lanjut dikatakan bahwa distribusi lebih tepat dianggap pajak konsumsi dari pada biaya layanan; bahwa retribusi hanya menutupi biaya operasional saja. Pada bagian lain Queen (1998 :2) menerangkan bahwa: <br /><br /><br />“Suatu tanggapan menekankan memperjelas kenyataan bahwa masyarakat memandang retribusi sebagai bagian dari program bukan sebagai pendapatan daerah dan bersedia membayar hanya bila tingkat layanan dirawat dan ditingkatkan.<br />Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa bagian yang gampang dalam menyusun retribusi yaitu menghitung dan menetapkan tarif. Bagian tersulitnya adalah meyakinkan masyarakat (publik) tanpa diluar kesadaran mereka tarif tetap harus diberlakukan”.<br /><br />Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dilihat sifat-sifat retribusi menurut Haritz (1995 : 84) adalah sebagai berikut:<br />1. pelaksanaan bersifat ekonomis;<br />2. ada imbalan langsung kepada membayar;<br />3. iurannya memenuhi persyaratan, persyaratan formal dan material tetapi tetap ada alternatif untuk membayar;<br />4. retribusi merupakan pungutan yang umumnya budgetairnya tidak menonjol;<br />5. dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan untuk suatu tujuan tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dibukukan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan masyarakat.<br /><br />2.1.4 Retribusi daerah<br />Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya diketahui bahwa beberapa atau sebagian besar pemerintah daerah belum mengoptimalkan penerimaan retribusi karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah perlu dikaji pengelolaan untuk mengetahui berapa besar potensi yang riil atau wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi. Peningkatan retibusi yang memiliki potensi yang baik akan meningkatkan pula pendapatan asli daerah.<br />Devas, dkk (1989 : 46) mengungkapkan bahwa pemerintah daerah sangat tergantung dari pemerintah pusat. Dalam garis besarnya penerima daerah (termasuk pajak yang diserahkan) hanya menutup seperlima dari pengeluaran pemerintah daerah. Meskipun banyak pula negara lain dengan keadaan yang sama atau lebih buruk lagi. Memang pemerintah daerah tidak harus berdiri sendiri dari segi keuangan agar dapat memiliki tingkat otonom yang berarti, yang penting adalah “wewenang di tepi” artinya memiliki penerimaan daerah sendiri yang cukup sehingga dapat mengadakan perubahan di sana-sini. Pada tingkat jasa layanan yang disediakan, untuk itu mungkin sudah memadai jika 20% dari pengeluaran yang berasal dari sumber-sumber daerah. Hal tersebut diuraikan oleh Queen (1998 : 12-18) bahwa:<br />“Pertumbuhan lain dalam meningkatnya retribusi yaitu peran masyarakat (publik) dalam politik. Masyarakat tidak senang terhadap perubahan hanya akan toleransi terhadap pembayaran retribusi, bukan semata sebagai sumber utama pendapatan daerah tetapi hanya dana pendamping”.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-56722064382943681412011-01-07T08:54:00.000-08:002011-01-07T08:58:14.102-08:00Model Pembangunan Desa Berdasarkan Karakteristik PotensiL. Model Pembangunan Desa Berdasarkan Karakteristik Potensi<br />Paling tidak ada sembilan karakteristik perdesaan yang masing-<br />masingnya menggambarkan potensi alam dan potensi masyarakatnya. Dengan demikian model pembangunan perdesaan yang seharusnya dikembangkan dalam konsep sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan perdesaan yang kontekstual, adalah model-model pembangunan :<br />1. Desa persawahan,<br />2. Desa perladangan,<br />3. Desa perkebunan, Desa peternakan,<br />4. Desa perikanan,<br /><br />5. Desa industri besar dan sedang, 6. Desa industri kecil dan kerajinan, 7. Desa jasa dan perdagangan, dan 8. Desa pariwisata.<br />1. Organisasi dan Peserta Penerima Program<br />Organisasi Pengembangan usaha terdiri dari :<br /><br />1. Organisasi Pembina dan Pelaksana Utama adalah Pemerintah, Perguruan Tinggi dan LSM, sedangkan Koperasi Unit Desa (KUD) Desa. Segala kebutuhan dan hasil produksi pertanian terpusat di KUD, dan setiap anggota penerima program wajib menjadi anggotanya.<br /><br />2. Organisasi Pembina Pendamping adalah :Dinas Daerah Terkait, dalam hal ini sebagai tenaga teknis dan penyuluh lapangan, antara lain misalnya : Dinas Tanaman Pangan, Peternakan, Perkebunan, Perikanan, Pertanahan, Kimpraswil, Pasar, Perindustrian Perdagangan dan Koperasi.<br />3. Organisasi Pengawas adalah Pemerintah Daerah melalui Bappeda dan<br />Bawasda adalah sebagai pengawas program.<br />Peserta yang menerima program adalah masyarakat miskin yang berada di<br />Desa.<br /><br />Pemilihan dan penunjukan yang menjadi peserta program dilakukan dengan penyebaran Instrumen penelitian, wawancara dan pengamatan langsung terhadap masyarakat berupa aktifitas dan tempat tinggalnya. Proritas yang menerima program adalah masyarakat yang miskin yang sudah berkeluarga dan sudah menetap minimal 5 tahun, selain tidak memiliki usaha yang tetap, pendapatan rendah, tempat tinggal yang kurang memadai, juga dipertimbangkan mereka yang memiliki semangat kerja cukup tinggi. Atas dasar kriteria tersebut disusun daftar nama yang menerima program.<br /><br />Daftar nama tersebut akan di cek lagi secara faktual di lapangan apakah benar-benar masyarakat miskin, jika masih ada masyarakat yang lebih berhak menerima bantuan program ini maka namanya akan diganti pada calon peserta yang lebih berhak menerimanya.<br />2. Jenis Usaha Menjadi Prioritas Pengembangan<br />Berdasarkan Survai yang dilakukan di lokasi penerima program dengan<br /><br />mempertimbangkan :<br />1. Merupakan tanah datar dan berbukit-bukit;<br />2. Ketinggian sekitar 300 meter dari permukaan laut;<br />3. Jenis tanahnya berwarna kuning dengan kemasaman tanah antara 4,5<br />sampai dengan 5,5;<br />4. Iklimnya tropis dengan suhu udara berkisar antara 19,5 derajat celcius<br />sampai dengan 34,2 derajat celcius;<br /><br />5. Sedangkan musim yang ada adalah musim hujan dan musim kemarau, musim hujan terjadi pada bulan September sampai dengan bulan Maret dan musim kemaraunya terjadi pada bulan April sampai dengan bulan Agustus.<br /><br />Selanjutnya di Desa Pengembangan terdapat lapangan kerja rumah tangga pertanian 116, perdagangan 3, buruh/ karyawan 3, dan jasa 3. Sedangkan atau di desa yang lain terdapat lapangan kerja rumah tangga pertanian 107, perdagangan 3, buruh/ karyawan 5, dan jasa 3. Ini berarti sebahagian besar masyarakat disini sudah memiliki budaya bertani dan berkebun dan memang kondisi alamnya cukup mendukung atau potensial. Tradisi berkebun dengan pemilihan tanaman antara lain : karet, kelapa (kopra), pisang, nangka, mangga, jambu air, pepaya, petai, jengkol dan nenas. Jenis tanaman pertanian, antara lain : padi sawah dan ladang, plawija, kacang- kacangan, sayuran, dan bumbu masak. Sedikit perikanan darat dengan jenis ikan nila dan mas. Petrnakan yang menjadi prioritas adalah ayam kampung, sapi, kerbau dan kambing.<br /><br />Jika dilihat dari peluang pasar lokal di suatu daerah dan sekitarnya, maka jenis produksi pertanian dan perkebunan yang diminati pasar dan memiliki potensi dapat dikembangkan, misalnya adalah jenis usaha yang menghasilkan : I. Kebutuhan Pokok adalah:<br /><br />1. Beras;<br />2. GulaPasir;<br />3. MinyakGoreng<br />4. DagingSapi<br />5. DagingAyamBroiler<br /><br />6. Daging Ayam Ras<br />7. Daging Ayam Kampung<br />8. Telur Ayam Ras<br />9. Telur Ayam Kampung<br />10. JagungPipilan<br />11. Ketela Pohon Umbi Basah<br />12. Ketela Rambat Umbi Basah<br />13. TepungGaplek<br />14. Kacang Tanah (Wose)<br /><br />15. Kedelai(Lokal)<br />16. KacangHijau<br />17. Sagu<br />18. Berbagai Jenis Ikan Sungai dan Kolam, dsbnya<br />II. Jenis Sayuran :<br />1.<br />Bayam<br />2. BawangPrey<br />3. BawangMerah<br />4. Bawang Putih Lokal <br />5. Buncis<br />6. Cabe Merah Besar<br />7. Cabea Merah Keriting<br />8. CabeRawit<br />9. Kangkung<br />10. Ketimun<br /><br />11. Petsai/ Sawi Panjang<br />12. Kentang Mutu Sedang<br />13. Tomat Mutu Sedang<br /><br />14. Wortel<br />15. Terong<br />16. KacangPanjang<br />17. LabuSiam<br />18. Paria<br />19. Gambas,dsbnya<br />III. Buah-buahan adalah :<br /><br />1. Alpokat<br />2. JerukManis<br />3. JerukNipis<br />4. Mangga<br />5. Nenas<br />6. Rambutan<br />7. PisangAmbon<br />8. PisangTanduk<br />9. Pisang Raja Serai<br /><br />10. PisangBarangan<br />11. Semangka<br />12. Manggis<br />13. Pepaya<br />14. Sawo<br />15. Duku<br />16. Durian<br />17. Kedondong<br />18. Jambu Biji, dsbnya<br /><br />Dengan demikian apabila dilihat dari potensi geografis, topografi, budaya usaha, modal, teknologi dan pelung pasar maka usaha yang menjadi prioritas untuk dikembangkan di suatu Desa yang menjadi contoh dalam model analisis pendekatan potensi alam, budaya usaha dan pertimbangan permintaan pasar adalah sebagai berikut :<br /><br />1. Tanaman Pokok adalah Perkebunan Kelapa Sawit, masing-masing petani 6 ha; dengan pertimbangan untuk penghasilan jangka panjang dan memiliki nilai ekonomis tinggi, selain mudah memasarkan produknya.<br /><br />2. Ternak ayam potong adalah selain memberikan penghasilan utama menjelang panen kelapa sawit, juga diharapkan dapat menghasilkan pupuk kandang. Pupuk kandang ini dibutuhkan untuk pupuk kelapa sawit, pupuk tanaman plawija, umbi-umbian, buah-buahan dan sayuran.<br />3. Tanaman tumpang sari di areal sawit 2 ha, jenis tanaman untuk setiap<br />petani berbeda atau tidak boleh seragam, antara lain :<br /><br />1. Jenis Tanaman Pangan :<br />a. Jagung Pipilan<br />b. Ketela Pohon Umbi Basah<br />c. Ketela Rambat Umbi Basah<br />d. Kacang Tanah<br />e. Kcang Kedelai<br />f. Kacang Hijau, dsbnya<br />2. Peikanan Darat :<br />a. IkanNila<br />b. Lele Jumbo, dsb<br />3. Jenis Buah-buahan :<br />a. Alpokat<br />b. Jeruk Nipis<br />c. Nenas <br />d. Pisang Ambon<br />e. Pisang Tanduk<br />f. Pisang Raja Serai<br />g. Pisang Barangan<br />h. Semangka<br />i. Pepaya<br />j. Sawo, dsbnya<br />4. Jenis Sayuran :<br />a. Bayam<br />b. Bawang Prey<br />c. Bawang Merah<br />d. Bawang Putih Lokal<br />e. Buncis<br />f. Cabe Merah Besar<br />g. Cabe Merah Keriting<br />h. Cabe Rawit<br />i. Kangkung<br />j. Ketimun<br /><br />k. Petsai/ Sawi Panjang<br />l. Kentang Mutu Sedang<br />m. Tomat Mutu Sedang<br /><br />n. Terong<br />o. Kacang Panjang<br />p. Labu Siam<br />q. Paria, dsbnya<br />3. Biaya, Mekanisasi dan Teknologi<br /><br />Pembiayaan investasi, modal kerja, dan pengadaan mekanisasi dan teknologi adalah merupakan shering antara Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Bantuan atau Pinjaman Lunak Luar Negeri (Bank Bunia, ADB) dan swasta Nasional atau Daerah dengan pola kemitraan. <br /> 4. Model Pola Kemitraan<br />a.Pemerintah berperan memberikan pelayanan kepada investor,<br /><br />kemudahan, insentif dan kepastian hukum serta menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan pengusaha. Lembaga Teknis pemerintah dan Perguruan Tinggi serta LSM melakukan pembinaan dan pengembangkan teknologi.<br />b.Pengusaha atau pemilik modal berperan mendirikan industri<br />pengolahan dan dukungan modal kerja dan teknologi serta pelatihan<br />kerja dalam skil yang dibutuhkan perusahaan.<br />c.Masyarakat sebagai petani selain bekerja, memiliki lahan dan ikut<br />memiliki sahan dalam Pabrik industri pengolahan.<br />5. Balai Latihan Keterampilan<br /><br />Pemerintah dan pemilik modal berkewajiban mengadakan balai latihan, kursus keterampilan bagi setiap peserta atau penerima program dalam rangka pengembangan SDM sesuai dengan tuntutan kebutuhan.<br />6. Tahapan Persiapan, Pengolahan Lahan, Produksi dan Pemasaran<br />1. Penyiapan lokasi:<br />a. Pembangunan bangunan kantor dan perlengkapan KUD (pusat<br />kegiatan)<br /><br />b. pembersihan lahan dengan teknologi mekanisasi<br />c. pembangunan kandang ayam<br />d. pembangunan instalasi air bersih<br />e. pembangunan instalasi listrik<br />f. pembelian peralatan dan perlengkapan, perkebunan dan<br />pertanian<br /><br />2. Perkebunan Kelapa Sawit :<br />a. Pembuatan lobang tanam untuk Kelapa Sawit<br />b. Penanaman bibit kelapa sawit<br /> c. Pemeliharaan sampai panen<br />d. Pemasaran<br /><br />3. Ternak ayam potong :<br />a. Pembuatan kandang<br />b. Pemelian tempat makan, tempat minum, terpal jendela<br />kandang, bibit, pakan, obat-obatan, semprot kandang ayam<br />potong<br />c. Pemeliharaan dan panen<br />d. Pemasaran<br /><br />4. Tanaman Sayuran dan Buahan :<br />a. Pengolahan tanah<br />b. Penyemaian dan penanaman<br />c. Pemeliharaan dan panen<br />d. Pemasaran<br /><br />Apa yang diuraikan tersebut di atas hanyalah beberapa contoh, namun prinsip pengembangan usaha dalam rangka membuka lapangan kerja, meningkatkan pendapatan perkapita dan kepemilikan atas asset dan peningkatan SDM petani adalah tetap mengacu konsep pengembangan ekonomi kerakyatan ( 8 faktor keberhasilan) yang penulis sebutkan di atas tadi. Selain itu juga pertimbangan potensi setempat, pengembangan SDM dan pemilihan tanaman yang sesuai dengan peluang pasar lokal, regional, nasional dan Internasional.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-50547868310983166792011-01-07T08:51:00.000-08:002011-01-07T08:54:25.513-08:00Pendekatan Kebijakan Pengembangan Usaha Berpusat di PerdesaanK. Pendekatan Kebijakan Pengembangan Usaha Berpusat di Perdesaan<br /><br />Dalam kerangka acuan pembangunan nasional, pembangunan yang memberdayakan masyarakat di perdesaan harus menjadi pusat perhatian dan tanggung jawab bersama. Membangun masyarakat perdesaan berarti pula membangun sebagian besar penduduk Indonesia. Selain memiliki potensi sumber daya manusia, perdesaan juga memiliki potensi sumber daya alam.<br /><br />Dengan demikian pembangunan masyarakat pedesaan Indonesia harus menjadi pusat perhatian yang lebih serius, terencana, terpadu dan berkesinambungan, serta dipercepat prosesnya, sebagaimana telah ditegaskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999–2004 sebagai TAP MPR No. IV/ MPR /1999 (huruf G angka 1. d), bahwa perlu percepatan pembangunan perdesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat terutama petani dan nelayan melalui penyediaan program prasarana, pengembangan kelembagaan, penguasaan teknologi dan pemanfaatan sumber daya alam.<br /><br />Berkaitan dengan prinsip-prinsip birokrasi pemerintahan yang efektif (Osborne dan Gaebler, 1992:281; Osborne dan Plastrik, 1996:349) dalam perspektif kontekstual (Friedmann, 1981:42; Findley, 1987:19; Bryant dan White, 1989:378; Saefullah, 1995:13) menyatakan bahwa pendekatan pembangunan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat dan berdasarkan situasi kondisi internal dan eksternal yang merupakan faktor-faktor kunci keberhasilan, antara lain berupa potensi, kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan, tidak dapat diabaikan. Demikian pula halnya dalam upaya penerapan Otonomi Daerah (UU No. 22 Tahun 1999) membutuhkan suatu strategi adaptasi antara modernisasi dengan tradisi. <br /> Strategi dan kebijakan pembangunan yang tidak sesuai dengan keinginan masyarakat dan potensi yang ada di perdesaan, tentunya tidak efisien, mengingat pada kenyataannya perdesaan di Indonesia memiliki perbedaan karakteristik antara satu Desa dengan Desa yang lain (Saefullah, 1995:13). Karena itu, menurut Findley (1987:19) menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan perdesaan sangat ditentukan bagaimana terciptanya kesesuaian antara perencanaan pembangunan yang dibuat dengan potensi yang ada, kebutuhan dan keinginan masyarakat di perdesaan.<br /><br />Berdasarkan survey awal di lokasi penelitian, meskipun dalam prakteknya mekanisme perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan masuk perdesaan telah melibatkan kelembagaan perdesaan yang memiliki kewenangan untuk itu. Namun pada kenyataannya terdapat indikasi kuat kurang efektifnya perencanaan dan implementasi program pembangunan perdesaan yang dirumuskan pemerintah daerah, perusahaan besar maupun LSM. Hal ini dikarenakan pembangunan masyarakat perdesaan terutama petani dan nelayan belum dapat melepaskan diri mereka dari kemiskinan. Kenyataan yang demikian yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan pembinaan terutama pada masyarakat di desa yang terisolir.<br /><br />Sebagimana telah diuraikan bahwa rencana maupun program pembangunan ekonomi, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industi, pariwisata, perdagangan, dan lain-lain harus disesuaikan dengan potensi sosial dan potensi alam setempat, yang kemudian dikaitkan pula dengan peluang- peluang pasar lokal, regional, nasional dan pasar internasional.<br /><br />Untuk mewujudkan rencana dan program yang demikian dibutuhkan dukungan sumber dana dan manusia dari berbagai pihak : Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Perusahaan Besar, Perbankan, Balai Pelatihan, Koperasi, LSM dan lain sebagainya dalam rangka pembinaan masyarakat tani dan nelayan di perdesaan.<br /><br />Dukungan dana dan pembinaan diperlukan masyarakat tani dan nelayan terutama ditujukan pada manajemen usaha, pengolahan lahan, efisiensi dan efektivitas berusaha, dan bantuan teknologi termasuk pembinaan memasarkan produk. Semuanya itu dilakukan dalam rangka proses pembelajaran dan<br />pemberdayaan dalam rangka kemandirian masyarakat tani dan nelayan.<br /><br />Dalam hal ini diperlukan suatu kajian analisis potensi alam dan potensi masyarakat setempat untuk membuat suatu proyek desa percontohan dalam rangka mengembangkan jenis-jenis usaha apa saja yang perlu dikembangkan yang dilakukan secara terintegral dan terpadu dan memerlukan dukungan dana dan pemibinaan dari perguruan tinggi.<br /><br />Oleh karena itu, pada bahagian ini penulis tertarik untuk meneliti dengan memfokuskan pada analisis tentang potensi alam dan potensi masyarakat setempat yang dikaitkan dengan peluang pasar lokal, regional, nasional dan internasional dalam rangka menetukan proyek percontohan usaha apa yang perlu dikembangkan pada suatu komunitas kelompok masyarakat atau pada suatu desa. Setelah itu dilakukan pembinaan, yairu : melakukan pemilihan usaha yang berbasiskan potensi desa dan dikaitkan dengan peluang pasar (market); melakukan pelatihan terhadap SDM petani, memberikan dukungan finansial, pengolahan lahan decara mekanik dalam skala luas, pembinaan lembaga Koperasi, dan penerapaqn teknologi. Kesemuanya itu diharapkan melahirkan suatu desa yang dapat dijadikan contoh dalam pengembangan usaha pertanian terpadu yang memiliki efek ganda (multi efec) dalam rangka pengurangi tingkat kemiskinan dan kebodohan.<br /><br />Permasalahan selama ini adalah ”Rencana dan implementasi program dan kegiatan pembangunan pertanian di perdesaan dalam usaha mencapai keberhasilan pembangunan perdesaan kurang didasarkan pada potensi alam dan sosial setempat serta kurang dikaitan dengan peluang pasar lokal, regional, nasional dan internasional” serta belum optimal dalam pembinaan SDM petani, memberikan dukungan finansial dan penggunaan teknologi.<br /><br />Ada beberapa hal penting yang harus terungkap apabila ingin pengembangkan usaha di desa dalam rangka kemiskinan dan kebodohan antara lain :<br />1. Apa potensi alam dan sosial suatu komunitas masyarakat atau desa; <br />2. Jenis usaha apa saja yang perlu dikembangkan dikaitkan dengan potensi alam dan sosial pada suatu komonitas setempat atau pada suatu desa yang dikaitkan dengan peluang pasar;<br />3. Bagaimana pembinaan yang harus dilakukan terhadap petani atau<br />masyarakat miskin dalam berusaha;<br /><br />4. Bagaimana mengoptimalkan dukungan finansial dari pemerintah Daerah Kabupaten, Provinsi dan Pusat sehingga penggunaan dana tidak konsumtif, tetapi memilki nilai ganda dalam rangka penyediaan modal kerja, pembinaan SDM petani dan penerapan teknologi pertanian.<br /><br />Dari potensi, kelemahan , peluang dan tantangan pengembangan usaha masyarakat di desa tersebut di atas, apabila dikaji karakteristik pengembangan usaha di Provinsi Riau dapat saja berupa pembukaan perkebunan dalam sekala luas dengan kebijakan redistribusi asset kepada petani dan nelayan atas dasar dukungan kerjasama Pemerintah, suasta dan masyarakat dan pertimbangan karakteristik potensi alam dan berorientasi kepada pasar (market).<br /><br />Salah satu strategi yang diterapkan adalah seluruh kegiatan perkebunan dan pertanian dipusatkan pada suatu KUD sebagai pusat lembaga perekonomian dan seluruh peserta program wajib menjadi anggotanya. Ini adalah merupakan proses pemberdayaan masyarakat. Dimana pada suatu ketika masyarakat sudah mampu mengrus usahanya maka KUD beserta assetnya akan diserahkan. Hal ini atas dasar konsep, bahwa pemberdayaan masyarakat akan terjadi apabila :<br />1. Dalam jangka waktu tertentu masyarakat harus mampu berusaha sendiri;<br />2. Pada tahap awal diberikan modal dan pembinaan;<br /><br />3. Pemerintah, Lembaga perguruan Tinggi, Pengusaha (investor) dan LSM, bertindak sebagai agen perubahan (pembangunan) dengan menyediakan kebutuhan usaha masyarakat, berupa:<br />a. investasi dan modal kerja dengan cuma-cuma atau kredit lunak<br />tanpa bunga;<br />b. Bantuan dan Penyediaan mekanisasi pertanian, teknologi (bibit<br />unggul, pupuk dan racun hama penyakit);<br />c. Tenaga ahli sebagai pembina/pendamping; <br /> d. Membantu proses terbentuknya Organisasi/Lembaga Ekonomi<br /><br />berupa KUD;<br />e. Memberikan pelatihan dan keterampilan secara cuma-cuma;<br />f. Memberi motivasi dan etos kerja;<br />g. Membantu dalam memasarkan hasil produksi.<br />h. Pemerintah,<br />perguruan<br />tinggi<br />dan<br />LSM,<br /><br />berkewajiban menjembatani pola kemitraan (saling menguntungkan) antara petani dengan pengusaha, petani sebagai pelaksana pengadaan bahan baku dan Perusahaan menyediakan pabrik pengolahan.<br /><br />Sebagai ciri negara agraris menuju industri, perkebunan kelapa sawit atau apapun dalam sekala luas yang sesuai dengan kondisi lahan dan budaya bertani masyarakat lokal yang diminta pasar, diharapkan sebagai penghasilan untuk jangka panjang. Sedangkan usaha lain sebagai tumpang sari atau melengkapi, misalnya ternak ayam potong, tanaman sayuran dan buah-buahan merupakan penghasilan jangka pendek.<br /><br />Dasar pemikirannya adalah sambil menunggu 4-5 tahun sawit berproduksi, penghasilan tanaman tumpang sari dan ternak ayam potong diharapkan sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu pupuk kandang ayam potong dapat bermanfaat untuk pupuk kandang perkebunan kelapa sawit.<br /><br />Namun demikian setelah 4-5 tahun, apabila sawit sudah menghasilkan maka masyarakat sebagai peserta program sekarang harus mengembalikan biaya atau modal yang telah diterimanya kepada KUD dengan cara mencicil perbulan tanpa dikenakan biaya bunga dalam jangka waktu yang sangat meringankan. Ikatan ini dilakukan dalam suatu surat perjanjian, dengan jaminan kebun sawitnya. Kemudian dana yang terkumpul di koperasi setelah 4-5 tahun selain untuk pengembangan usaha digulirkan kembali kepada masyarakat yang belum menerima program dengan pelaksanaan program menggunakan sistem yang sama.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-33031638584685400332011-01-07T08:44:00.000-08:002011-01-07T08:51:46.843-08:00Pendekatan Pembangunan dan Pemerataan EkonomiJ. Pendekatan Pembangunan dan Pemerataan Ekonomi<br /><br />Dalam meningkatkan perekonomian masyarakat dapat dilakukan dengan menghidupkan dan memfungsikan kembali lembaga-lembaga dalam masyarakat yang mendukung perekonomian masyarakat. Misalanya KUD, Bank Pembangunan Daerah atau BPR, Pasar dan pengadaan sarana produksi dan distribusi Daerah. Apabila semua masyarakat usahanya sudah diwadahi oleh KUD yang didukung pula dengan pengadaan sarana produksi dan distribusi, sementara Bank Pembangunan Derah atau lembaga keuangan lainnya menyediakan fasilitas kredit untuk modal usaha dan modal kerja maka diharapkan masyarakat lebih akses dan berdaya dalam berusaha.<br /><br />Penumpukan produksi dapat pula diatasi apabila KUD dan berbagai lembaga perekonomian lainnya benar-benar berfungsi tidak saja sebagai wadah produksi, melainkan juga sebagai penyalur (distribusi) produk daerah ke pasar lokal, regional bahkan ke pasar Internasional.<br /><br />Dukungan Pemerintah yang sangat dibutuhkan di sini adalah pembinaan lembaga perekonomian dan dukungan (support) dana yang dititipkan pada lembaga KUD atau lembaga keuangan (Bank Perkeriditan Rakyat). Alternatif ini perlu lilakukan, karena pengalaman telah membuktikan bahwa dana yang disalurkan melalui berbagai program/proyek ternyata kurang efektif untuk mengangkat harkat dan martabat manusia di daerah sebagaimana maksud dan tujuan program/proyek diadakan. Sebagai akibat dari proses dan struktur program/proyek terlalu birokratis dan regulasi. Selain dari itu, dukungan Pemerintah diperlukan pula dalam hal memberi informasi produk daerah apa saja yang dibutuhkan pasar lokal, regional dan pasar Internasional.<br /><br />Secara umum pembangunan di bidang fisik khususnya penyediaan sarana dan prasarana di daerah belum pula optimal. Misalnya, yang hampir terlupakan adalah pengadaan fasilitas dan perangkat pendukung pelatihan kerja kepada petani dan nelayan. Selain bertujuan meningkatkan kemampuan petani dan nelayan pelatihan ditujukan pula kepada proses pengenalan dan adaptasi teknologi baru terhadap teknologi dan budaya kerja setempat. Tidak mungkin petani dan nelayan kita akan mencapai taraf kemajuan yang lebih baik tanpa menguasai ilmu pengetahuan, keterampilan dan teknologi dalam berusaha tani, meskipun telah didukung oleh sarana dan prasarana umum yang memadai.<br /><br />Selanjutnya, dalam bidang pembangunan lingkungan hidup di daerah ternyata hasilnya belum pula optimal. Masih terdapat beberapa faktor kerusakan lingkungan, khususnya tanah perdesaan di Riau yang disebabkan oleh faktor alam dan ulah manusia. Kerusakan karena faktor alam banyak disebabkan oleh gelombang pasang terutama<br /><br />Desa-desa pesisir dan pantai. Sedangkan kerusakan karena faktor ulah manusia disebabkan oleh sikap yang berlebihan dari perusahaan (investor) dalam pembukaan lahan perkebunan. Mengakibatkan gundulnya hutan yang berdampak pada tingkat erosi tanah yang cukup tinggi. Faktor kerusakan tanah yang lain disebabkan adat atau tradisi pembagian tanah warisan, sehingga lahan menjadi sempit dan kurang produktif (pregmentatie), tanpa ada usaha membuka lahan baru yang lebih luas.<br /><br />Pembangunan daerah di Riau termasuk gagal dalam mengatasi masalah kesenjangan sosial yang cukup lebar yang terjadi dalam masyarakat. Sebagai akibat tidak meratanya pembagian sumber-sumber produksi. Sekelompok orang dengan mudahnya memiliki dan menguasai faktor produksi yang diperoleh dari sumber kekayaan negara dan Daerah sebagai akibat kebijakan Pemerintah terlalu berlebihan dan berpihak kepada sekelompok konglemerat yang dianggap memiliki peran dalam pertumbuhan perekonomian. Di pihak lain, mayoritas masyarakat usaha menengah, kecil dan koperasi tidak memperoleh akses dan kesempatan mendapatkan sumber-sumber produksi yang dikuasai negara dan Daerah akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan usahanya.<br />Strategi pembangunan yang berpihak kepada rakyat <br /><br />Ekonomi kerakyatan) yang hanya menguasai usaha menengah dan kecil sudah sangat mendesak dilaksanakan, melalui kebijakan parampingan birokrasi dan deregulasi diberbagai peraturan, misalnya dalam pemberian kredit investasi dan modal kerja kepada usaha kecil dan ekonomi lemah harus lebih dipermudah. Tentunya, jika Pemerintah Daerah benar-benar ingin mengatasi masalah kesenjangan sosial dan ketidakadilan ekonomi dalam pembangunan dimasa yang akan datang.<br /><br />Visi dan misi Riau 2020 akan mendekati kenyataan apabila semua pihak: pemerintah daerah, pihak swasta dan masyarakat memiliki komitmen dan dapat bekerjasama yang saling menguntungkan dan adil. Terutama dalam kegiatan produksi dan distribusi dengan memanfaatkan potensi alam dan masyarakat secara optimal dan berkelanjutan. Hal ini dapat diwujudkan, apabila mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki nilai ekonomis dari potensi yang dimiliki luas lahan dan potensi kelautan dimanfaatkan pemerintah daerah, pihak swasta dan masyarakat untuk kegiatan pertanian, perikanan, perkebunan, industri dan perdagangan secara professional, ekonomis dan berteknologi tinggi.<br /><br />Di Riau dalam hal pembangunan ekonomi kerakyatan belumlah dapat dikatakan berhasil. Pembangunan perekonomian masyarakat di Riau telah menimbulkan dampak terjadinya kesenjangan sosial dan kesenjangan tingkat pendapatan yang cukup tinggi.<br /><br />Ada sekelompok kecil masyarakat sebagai pemilik perusahaan pertambangan, perkebunan, industri pengolahan (manufactur) kayu lapis, telah meraih keuntungan dengan pendapatan perkapita yang cukup tinggi atas sumber-sumber kekayaan alam di Riau, sedangkan sebahagian besar masyarakat terutama yang tinggal di perdesaan pendapatan perkapitanya cukup<br />kecil.<br /><br />Dengan meningkatnya persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan di Riau, membuktikan bahwa hasil pembangunan yang dinikmati masyarakat sampai lapisan terbawah (trickle-down effect) yang melekat pada paradigma pertumbuhan (growth paradigm) ternyata tidak terwujud bahkan yang terjadi justru kesenjangan semakin melebar.<br /><br />Sebagai akibat penerapan secara bulat konsep ekonomi liberal kapitalis, tanpa menyesuaikan dengan peradaban sosial budaya masyarakat daerah di Provinsi Riau, ternyata kemajuan-kemajuan ekonomi daerah di Provinsi Riau dianggap telah gagal, karena hanya menguntungkan sebahagian kecil individu dan kelompok dalam masyarakat.<br /><br />Sebagai akibat kebijakan pembangunan yang keliru tersebut, ternyata sekelompok individu dalam masyarakat yang tinggal di ibu kota sudah baik keadaannya, secara ekonomi lebih mampu dan dapat memanfaatkan sumber- sumber kekayaan Daerah Provinsi Riau. Sebahagian kecil jumlah masyarakat ekonomi kelas atas selalu mendapat peluang dan kesempatan yang lebih luas bila dibandingkan dengan mayoritas masyarakat ekonomi lemah yang tinggal di daerah kumuh atau kantong kemiskinan di perkotaan dan perdesaan. Dengan demikian yang kaya semakin kaya dan yang miskin tetap miskin bahkan menjadi lebih miskin lagi.<br /><br />Pasal 33 UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa demokrasi ekonomi secara harfiah berarti kedaulatan rakyat di bidang kehidupan ekonomi. Kalau demokrasi ekonomi dijabarkan maka bermakna produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau kepemilikan anggota-anggota masyarakat. Dengan demikian dalam demokrasi ekonomi, kemakmuran masyarakat yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Kemakmuran yang hendak dicapai haruslah kemakmuran atas dasar keadilan sosial.<br />Dewasa ini masalah yang masih mengganjal<br /><br />bagi pembangunan demokrasi ekonomi di Provinsi Riau berdasarkan hasil penelitian yaitu masih adanya ketidakseimbangan kemampuan dan kesempatan berusaha antara pihak-pihak diberbagai lapisan masyarakat antara yang menguasi dengan yang tidak menguasi sumber-sumber produksi. Sudah saatnya dimasa yang akan datang pembangunan ekonomi yang berakar kepada kerakyatan dianggap lebih tepat di terapkan di Provinsi Riau. Selain dapat meningkatkan kemampuan masyarakat yang berpenghasilan rendah, juga sebagai upaya Pemerintah Daerah Provinsi Riau dalam menciptakan pemerataan pendapatan dan sekaligus mengatasi kesenjangan sosial. Diantara upaya yang perlu dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Riau termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota adalah kebijakan debirokratisasi dan deregulasi yang transparan dan seadil-adilnya.<br /><br />Dalam rangka peningkatan kemampuan perekonomian masyarakat di daerah Provinsi Riau tidak lain dengan memberdayakannya. Strategi yang dikembangkan adalah pembangunan ekonomi yang bertumpu pada pertumbuhan yang dihasilkan melalui upaya pemerataan, dengan penekanan pada peningkatan kualitas sumber daya manusianya.<br /><br />Pemberdayaan masyarakat perdesaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, melainkan termasuk pula membangun pranata- pranatanya, dalam hal menanamkan nilai-nilai budaya modern misalnya kerja keras, keterbukaan, hemat, dan bertanggung jawab. Demikian pula pembaharuan lembaga-lembaga sosial daerah dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya melalui proses pembelajaran.<br /><br />Pengembangan ekonomi yang berakar pada kerakyatan tetap pula mengacu pada pertumbuhan, pemerataan, stabilitas dan peningkatan sumber daya manusia. Selain itu perlu pula mempercepat berbagai proses perubahan dari masyarakat daerah yang masih berpikir dan berprilaku tradisional ke masyarakat modern, dari sistem ekonomi yang subsistem ke ekonomi pasar, dan dari ketergantungan masyarakat<br /><br />terhadap pemberi bantuan menuju kemandirian dan pemberdayaan. Dalam hal ini sasaran ekonomi kerakyatan di daerah tidak lain adalah petani dan nelayan. Dalam kebijakan ekonomi kerakyatan, petani harus diberi hak kepemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah sebagai lahan pertanian, disediakan pula fasilitas kredit untuk permodalan<br />dan teknologi tepat guna dalam rangka efektivitas berusaha.<br /><br />Dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat dapat dilakukan dengan menghidupkan dan memfungsikan kembali lembaga-lembaga dalam masyarakat yang mendukung perekonomian masyarakat. Misalanya KUD, Bank Daerah, Pasar dan pengadaan sarana produksi dan distribusi. Apabila semua masyarakat usahanya sudah diwadahi oleh KUD yang didukung pula oleh pengadaan sarana produksi dan distribusi, sementara Bank Daerah atau lembaga keuangan lainnya menyediakan fasilitas kredit untuk modal usaha dan modal kerja maka diharapkan masyarakat lebih akses dan berdaya dalam berusaha.<br /><br />Penumpukan produksi dapat pula diatasi apabila KUD benar-benar berfungsi tidak saja sebagai wadah produksi, melainkan juga sebagai penyalur (distribusi) produk daerah ke pasar lokal, regional bahkan ke pasar Internasional.<br /><br />Dalam perkembangannya, keberadaan investor di daerah sering menimbulkan konflik antara pemilik modal dengan petani sebagai pemilik lahan. Pada sisi yang lain, keberadaan investor untuk menanamkan modalnya dalam rangka pemanfaatan potensi alam dan tenaga kerja sangat diharapkan masyarakat. Jalan tengah yang terbaik sebagai solusinya adalah perencanaan pembangunan harus pula menciptakan kerjasama dan saling ketergantungan (komensalisma) anatara investor dan petani.<br /><br />Efektivitas penerapan teknologi daerah dapat dicapai dengan cara memadukan teknologi sendiri dengan teknologi dari luar, karena dianggap lehih cepat tingkat pemahaman dan diharapkan lebih efektif dan efisien. Upaya penerapan inovasi dan teknologi di daerah, membutuhkan suatu strategi adaptasi antara modernisasi dengan tradisi.<br /><br />Pendekatan pembangunan dalam rangka peningkatan sumber daya manusia daerah, dapat dilakukan yaitu melalui penyuluhan, pelatihan, swadaya terpadu dan pembangunan terpadu. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dipandang sebagai bagian pembangunan yang dapat menjamin kemajuan ekonomi dan kestabilan sosial, karena itu investasi harus diarahkan bukan saja<br />untuk meningkatkan mutu pendidikan, melainkan juga kesehatan dan gizi.<br /><br />Salah satu kegagalan dalam perencanaan pembangunan daerah adalah karena ketidakmampuan Kepala Daerah bersama DPRD dalam menyusun APPD. Dimasa yang akan datang salah satu faktor terpenting yang perlu direformasi dalam rangka proses pembelajaran menuju pemberdayaan masyarakat, sudah sangat mendesak pemerintahan Daerah perlu menata kembali sistem anggaran pendapatan dan belanja pembangunannya supaya lebih berkualitas, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.<br /><br />Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada kebijakan pembangunan daerah di Provinsi Riau yang berakar kepada kerakyatan, ada beberapa faktor penting yang harus dikembangkan di masa yang akan datang, antara lain :<br />Pertama, faktor sumber daya manusia. Sebagaimana telah diketahui<br /><br />ada dua kelompok pelaku dalam pembangunan yaitu Pemerintah dan masyarakat. Kedua pelaku pembangunan ini adalah sama-sama penting dan memberikan akses bagi pembangunan. Kedua pelaku pembangunan ini sama- sama perlu ditingkatkan kemampuan sumber daya manusianya. Walaupun dipihak Pemerintah telah cukup memadai kekampuan daya pikir dan nalarnya dalam berkreativitas, namun dipihak masyarakat dirasakan masih banyak kelemahan, jika dilihat dari sisi sumber daya manusianya. Oleh karena itu dalam pengembangan ekonomi kerakyatan di daerah Provinsi Riau, perlu diberikan pendidikan dan pelatihan kepada petani dan nelayan, dalam rangka efektivitas dan efisiensi dalam berusaha. Selain itu instansi yang terkait menyangkut masalah kegiatan pertanian harus pula rutin dan lebih serius lagi dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan.<br />Kedua, faktor lahan pertanian. Dalam pengembangan ekonomi<br /><br />kerakyatan di daerah Provinsi Riau, faktor pemilikan lahan oleh petani sangat penting, dan justru perlu pengaturan, pembagian, dan penataan kembali kepemilikan hak-hak atas tanah. Selain perusahaan-perusahaan besar Pemerintah (BUMN) dan swasta yang menguasi lahan untuk perkebunan dengan areal yang begitu luas, meskipun hanya dengan hak guna usaha atau hak pakai dan sebahagian lagi penduduk kota yang begitu banyak menguasai lahan yang tidak produktif maksudnya tidak diusahakan, melainkan hanya untuk memperoleh keuntungan dari hasil jual-beli sebagai pakang tanah. Sementara pada sisi yang lain petani kita yang ingin melakukan kegiatan usaha pertanian tidak mempunyai cukup lahan, sebagai akibat tidak mampu untuk membelinya atau tidak memiliki modal untuk membuka lahan baru. Dimasa yang akan datang, Pemerintah Daerah Provinsi Riau melalui Dinas Pertanahan harus benar-benar melakukan pemetaan, pembagian dan penggunaan lahan pertanian secara transparan dan seadil-adilnya, sehingga lahan-lahan yang tidak produktif dapat diserahkan kepada masyarakat yang tidak memiliki atau lahannya sangat sempit untuk kegiatan berusaha.<br />Ketiga, faktor permodalan. Selain masalah lahan pertanian, petani di<br /><br />daerah Provinsi Riau, perlu pula memiliki modal dalam arti dana untuk investasi dan modal kerja. Jika tidak ada dana, sudah barang tentu petani tidak akan mungkin memiliki peralatan, bibit tanaman yang unggul, pupuk, racun hama dan biaya hidup selama kegiatan produksi. Untuk itu Pemerintah Daerah Provinsi Riau harus membuat program bantuan permodalan sebagai upaya mengatasi kesulitan permodalan petani dalam rangka pengembangan ekonomi kerakyatan. Program<br /><br />permodalan petani untuk kegiatan berusaha, dapat dilakukan Pemerintah melalui kebijakan kredit lunak melalui bank milik Pemerintah Daerah, misalnya melalui Bank Pembangunan Daerah Riau (BPD Riau), Bank Syariah dan PT.PER atau program bantuan khusus disalurkan kepada KUD atau Bank Desa yang telah dibentuk dan dibina secara mapan.<br />Keempat, faktor teknologi. Kegiatan pertanian merupakan pekerjaan<br /><br />yang sangat kompleks dan membutuhkan banyak modal, pengetahuan khusus dan teknologi tepat guna. Dengan penggunaan teknologi, misalnya : bibit unggul, pupuk, racun hama, dan peralatan mekanik, kegiatan pertanian diharapkan lebih efisien dan produktif. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan ekonomi kerakyatan, petani secara menyeluruh harus dapat menikmati penggunaan bibit unggul, pupuk, racun hama, dan perlatan mekanik yang mudah didapat dan dengan harga yang relatif terjangkau oleh petani. Semua teknologi tersebut seharusnya tetap selalu tersedia, namun dalam kenyataannya di daerah Provinsi Riau teknologi tersebut sangat sulit didapat dan harganyapun relatif cukup tinggi, terutama peralatan mekanik untuk kegiatan pengolahan lahan dan untuk kegiatan pasca panen. Karena itu kebijakan pengembangan dan penemuan baru di bidang teknologi pertanian harus tetap selalu ditingkatkan, dalam rangka produktivitas, efektivitas dan efisiensi kegiatan usaha tani. Upaya tersebut dapat dilakukan apabila Pemerintah Daerah Provinsi Riau mau bekerjasama dengan lembaga riset dan teknologi melalui berbagai perguruan tinggi yang ada di Daerah, misalnya dengan Fakultas Teknik dan Fakultas pertanian UNRI, UIR atau UNILAK.<br />Kelima, faktor distribusi dan pemasaran. Setelah kegiatan produksi<br /><br />yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan. Dalam pengembangan ekonomi kerakyatan distribusi dan pemasaran hasil produksi harus ditata sedemikian rupa sehingga ada jaminan bahwa setiap hasil pertanian tetap terjual di pasaran lokal, regional dan internasional. Untuk itu Pemerintah Daerah Provinsi Riau harus menciptakan pengaturan dalam rangka memasarkan produk pertanian di daerah. Pemasaran lokal diserahkan kepada Koprasi Unit Desa dan pemasaran regional dan internasional harus ada koordinasi antara instansi terkait, misalnya: Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Industri dan Perdagangan, Dinas Perhubungan, Badan Gugus Kendali Mutu, termasuk pula Badan yang mengatur kegiatan Ekspor-Inpor.<br />Keenam, pemberdayaan koperasi.Perubahan mendasar pada fungsi<br /><br />koperasi sebagai tulang punggung ekonomi kerakyatan adalah dengan telah dikeluarkannya UU. No. 25 Tahun 1992, bahwa koperasi tidak lagi semata-mata sebagai organisasi ekonomi bertujuan sosial melainkan sebagai organisasi ekonomi yang mencari keuntungan untuk kesejahteraan anggota dan masyarakat luas. Dalam pengembangan ekonomi kerakyatan yang dimaksud, struktur koperasi termasuk KUD di Provinsi Riau yang selama ini kurang efektif perlu dilakukan perubahan-perubahan yang sangat mendasar. Tidak saja perluasan usaha, manajemen yang baik, struktur modal yang kuat sampai kepada peningkatan sumber daya manusia pengurus dan keanggotaannya. Dengan demikian, strategi pemberdayaan koperasi, seharusnya diarahkan kepada :Pertama, posisi, peran dan fungsi Pemerintah Daerah haruslah mendorong peran serta, efisiensi, dan produktivitas masyarakat melalui koperasi;<br />Kedua, meningkatkan kegairahan, kesadaran, dan kemampuan berkoperasi di<br /><br />seluruh lapisan masyarakat;Ketiga, meningkatkan kemitraan usaha diantara sesama lembaga koperasi, dan antara koperasi dengan usaha swasta dan BUMN lainnya; danKeempat, menciptakan iklim berusaha yang mendukung tumbuhnya koperasi secara sehat dan mandiri.<br />Ketujuh, kemitraan berusaha. Dalam perkembangan perekonomian<br /><br />masyarakat daerah di Provinsi Riau, sangat dirasakan adanya kepincangan struktural, antara usaha besar dengan usaha kecil dan menengah. Kesenjangan itu merupakan akibat dari tidak meratanya pemilikan sumber daya produksi dan produktivitas usaha, serta sistem distribusi dan pemasaran diantara pelaku ekonomi. Untuk memecahkan masalah ini menuntut perlu dilakukannya kemitraan berusaha, dan bukan ketergantungan dan persaingan yang tidak sehat. Kemitraan berusaha yang dimkasud adalah dalam rangka penciptaan hubungan kerja antara pelaku ekonomi yang didasarkan kepada ikatan yang saling menguntungkan dalam hubungan kerja yang sejajar, dilandasi oleh prinsip saling menunjang, dan saling menghidupi berdasarkan asas kekeluargaan dan kebersamaan. Pengalaman telah membuktikan bahwa dalam berusaha masing- masing pihak tetap saja memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh sebab itu, atas dasar kelebihan dan kelemahan ini setiap usaha dituntut untuk selalu berkerjasma dan bermitra. Justru disinilah arti penting ekonomi kerakyatan. Usaha yang besar dan usaha kecil saling membutuhkan dan saling berkerjasama dalam rangka mencapai produktivitas dan efisiensi dalam persaingan yang sehat. Dalam sistem perekonomian yang kita anut sebenarnya tidak ada persaingan bebas yang tidak seimbang, yang ada hanyalah persaingan sehat berupa perlombaan untuk mencari yang terbaik dan bermanfaat bagi semua pihak. Usaha yang satu harus dapat menunjang usaha yang lain, dan tentunya merupakan bahagian dari yang lain. Perusahaan yang besar menopang dan mendorong yang kecil agar tumbuh besar, dan yang kecil membantu yang besar dalam penyediaan berbagai kebutuhan bahan mentah dan lain sebagainya. Pada akhirnya menciptakan suatu totalitas sistem usaha bersama untuk kesejahteraan bersama. Pengalaman telah membuktikan bahwa sebenarnya tidak ada perusahaan yang maju dan menjadi besar sendiri meninggalkan usaha-usaha lain yang kecil. Semua berhubungan, terkait dan interdependensi. Model kemitraan berusaha yang dimaksud dapat berupa hubungan yang saling menguntungkan (komensalisma), misalnya<br /><br />petani perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau menyediakan bahan mentah, sedangkan pabrik selain menyediakan kebutuhan petani sekaligus mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi atau menghasilkan minyak goreng untuk dipasarkan pada pasar lokal, regional dan internasional. Bentuk hubungan kerjasama ini dapat saja diterapkan pada hubungan antara petani dengan KUD yang memiliki pabrik pengolahan barang-barang produksi. Dengan demikian, kemitraaan usaha ini diharapkan pula dapat memberantas atau mengurangi kegiatan monopoli dan oligopoli dari sekelompok orang yang perekonomiannya yang sudah sangat kuat dalam masyarakat. Selanjutnya dalam kemitraan usaha, selain saling menguntungkan, juga harus adil dan dinamis. Adil, dalam arti kemitraannya tidak memberatkan kepada salah satu pihak. Dinamis, dalam arti tidak terpaku pada suatu keadaan, tetapi senantiasa disesuaikan dengan tuntutan keadaan situasi dan kondisi setempat, sehingga efektivitas, produktivitas, dan kualitas usaha kemitraan senantiasa tetap terjaga. Sampai saat ini, berdasarkan pengamatan langsung di lapangan ternyata konsep kemitraan berusaha di Provinsi Riau belum terlaksana dengan baik, karena itu diperlukan peranan Pemerintah Daerah dalam upaya mempercepat proses sosialisasi kemitraan berusaha. Peranan Pemerintah Daerah Provinsi Riau dalam hal ini adalah membuat kebijakan, menfasilitasi pertemuan dan dialog antara perusahaan-perusahaan besar Pemerintah (BUMN) dan swasta dengan petani sebagai pemilik lahan, tentang kemitraan berusaha. <br /> Kedelapan, kebijakan anti monopoli, oligopoli dan kartel.Dalam<br /><br />mengembangkan ekonomi kerakyatan, tidak dibenarkan adanya praktek- praktek monopoli, oligopoli dan kartel. Hal ini bertentangan dengan prinsip ekonomi dan keadilan. Kegiatan monopoli sudah barang tentu tidak efisien, karena pelakunya secara sengaja membatasi keluaran dan membebankan harga yang lebih tinggi dibandingkan jika keluaran atau produksi itu dihasilkan dalam kondisi persaingan yang murni dan sempurna. Oleh sebab itu dapat ditegaskan disini bahwa monopoli atau sejenisnya seperti perusahaan- perusahaan BUMN adalah tidak efisien jika dibandingkan dengan perusahaan- perusahaan swasta yang murni bersaing, karena BUMN menghasilkan terlalu sedikit dengan beban biaya yang tinggi. Berkurangnya persaingan atau kompetisi yang didukung oleh adanya subsidi Pemerintah, telah menyebabkan perusahaan-perusahaan milik Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dituduh sebagai perusahaan yang dijalankan dengan manajemen yang kurang baik, tidak efisien dan dicemari oleh akses-akses birokrasi, korupsi, kolusi dan nepotisme yang merajalela. Oleh karena itu usaha apaun, besar atau kecil termasuk perusahaan-perusahaan negara atau perusahaan Daerah yang kegiatannya berbau monopoli, harus diswastakan (privatisasi) murni dan dipaksa untuk dapat bersaing di pasaran yang bebas. Demikian pula halnya dengan kegiatan kartel, tidak dibenarkan ada dan berkembang dalam sistem perekonomian kerakyatan. Kegiatan kartel hanya menciptakan kelompok- kelompok usaha yang kecenderungannya dikuasai oleh sekelompok masyarakat saja, sedangkan sebahagian besar masyarakat yang lainnya tidak mendapatkan akses dan kesempatan untuk berusaha. Untuk mencegah dan memberantas praktek-praktek monopoli, oligopoli dan kartel ini, Pemerintah Daerah Provinsi Riau harus lebih serius melaksanakan undang-undang tentang pelarangan kegiatan monopoli, oligopoli dan kartel dalam setiap dunia usaha.<br /><br />Perubahan masyarakat perdesaan tidak dapat hanya dilihat dari sisi ” Human Centered Develoment“ sebagimana telah disinggung pada uraian sebelumnya. Karena harapan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia adalah supaya pembangunan terarah juga pada “Production centered<br />development ”.<br /><br />Adam Smith, sebagi tokoh sentral Aliran Ekonomi klasik telah mengemukakan ajaran “individualisme ” dan“ Laissez Faire ” adalah semboyan yang lahir dari semangatindividualisme. Menurut Smith ( dalam Tjokroamidjojo, 1995 : 30 ) bahwa sisteminduvidualisme ekonomi menyerahkan aturan dan penguasaan ekonomi kepada masyarakat, sedangkan pemerintah tidak perlu campur tangan. Tiap-tiap produser dan konsumen merdeka bertindak, pembentukan karya didasari kepada hukum permintaan dan permintaan pasar, menjadi dasar pengambilan keputusan. Harga yang terbentuk atas dasar mekanisme pasar tersebut, dengan sendirinya akan mengpengaruhi produksi, alokasi, pendapatan dan konsumen. Dan semua itu akan lancar jalannya apabila orang seseorang merdeka bertindak dan berbuat. Mekanisme pembentukan harga akan membawa segala hubungan ekonomi secara otomatis kejurusan persesuaian kepada keadaan seimbang. Dengan“invisibel hand” mekanisme harga tersebut “natural orde” dannaturan price, akan berlaku.<br /><br />Pendekatan teori klasik ini akan baik hasilnya, jika persyaratan- persyaratan yang memungkinkan setiap individu memiliki kemampuan yang sama untuk berperan dalam iklimindividualisme. Pendekatan pembangunan ekonomi ini tidak akan baik, kalau iklim usaha tidak kondusif. Misalnya masih ada monopoli, oligopali, kartel, dan harus ada perangkat aturan yang jelas. Mereka yang sudah memiliki kesempatan yang besar untuk menguasai sumber- sumber ekonomi. Akibatnya terjadi kepincangan sosial, dimana yang kaya bertambah kaya dan yang miskin bertambah melarat, inilah mungkin yang terjadi di perdesaan dengan kebijakan perkebunan dalam skala luas.<br /><br />Menurut Smith dan Mill ( dalam Tjokroamidjojo, 1996 : 32 ) bahwa penduduk secara pasti merupakan tenaga produksi yang akan melahirkan perluasan pasar dan pertumbuhan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi perlu pula memperhitungkan faktor non-ekonomi : kepercayaan masyarakat, kebiasaan-kebiasaan berpikir, adat istiadat, dan corak kelembagaan dalam masyarakat. Ini memperkuat argumen bahwa pembangunan ekonomi perlu<br />memeperhatikan kontekstual desa.<br /><br />Kemudian Keynes ( dalam Tjokroamidjojo, 1995 : 34 ) mengatakan bahwa rendahnya suatu pertumbuhan ekonomi sebagai akibat kurangnya penanaman modal dari pengusaha-pengusaha, maka pemerintah harus bertindak berupa kebijakan fiskal dan moneter. Untuk melengkapi pendapat ini, Domar menambahkan bahwa pembentukan modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang, sekaligus juga sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif seluruh masyarakat. Penanaman modal yang dilakukan masyarakat dalam sewaktu waktu tertentu digunakan dua tujuan : mengganti alat-alat modal yang tidak dapat dipergunakan dan untuk memperbanyak jumlah alat-alat modal dalam masyarakat. Yang menghanghasilkan dua macam nilai, yaitu rasio produksi modal dan rasio modal produksi (capital output ratio ).<br /><br />Teori ini menuntun kebijakan ekonomi masyarakat, bahwa perlunya investasi dan modal kerja. Untuk itu perlu didukung oleh pemerintah, terutama mencari investor dalam dan luar negeri, serta pengadaan kredit usaha yang disediakan pihak bank. Selain itu diperlukan pula lembaga ekonomi yang lain, misalnya koperasi masyarakat perdesaan untuk usaha simpan pinjam, memberi semangat budaya menabung, dan termasuk persediaan saprodi untuk keperluan petani, serta destribusi pemasaran hasil-hasil pertanian. Tampa itu semua pertumbuhan ekonomi yang meningkatkan pendapatan masyarakat sulit dicapai.<br /><br />Aliran Neo klasik yang dipelajari Cobb dan Douglas ( dalam Tjokroamidjojo, 1995 : 36 ) bahwa pertumbuhan ekonomi masyarakat ditentukan oleh pertumbuhan dalam penawaran faktor-faktor produksi. ( alat-alat modal di tenaga kerja ) dan teknologi. Fungsi produksi yang telah berkembang, yang terkenal dengan istilah “Cobb-DouglasProduction Function, sebagai berikut :<br /><br />Yt = Tingkat Produksi Pada Tahun t;<br />Tt = Tingkat Teknologi Pada tahun t;<br />Kt = Jumlak Stok Alat-Alat Modal Pada Tahun t;<br />Lt = Jumlah Tenaga Kerja Pada Tahun t<br />x = Pertambahan Produksi Akibat pertumbuhan Satu Unit Modal<br />B = Pertumbuhan Produksi Akibat pertambahan Satu Unit Tenaga Kerja<br /><br />Nilai x dan B biasanya ditentukan dengan anggapan bahwa x + B = 1, berakti nilai x dan B adalah sama dengan nilai produktivitas batas dari masing- masing faktor tersebut, dengan melihat peranan tenaga kerja dan modal dalam pencapaian pendapatan masyarakat.<br /><br />Dalam menganalisa tahapan pembangunan sosial ekonomi perdesaan, dapat mengacu pada konsep proses pembangunan yang dikemukan Rostow ( dalam Budiman, 1995 : 25 – 31 ) bahwa pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari masyarakat yang terkebelakang ke masyarakat yang maju, yaitu :<br /><br />1. Masyarakat tradisional : tingkat ilmu pengatahuan masyarakat rendah, masyarakatnya masih dikuasai kepercayaan kekuatan magis, tunduk kepada alam, produksi terbatas, ekonomi subsistensi, tidak ada investasi, dan masyarakatnya statis.<br /><br />2. Prakondisi untuk lepas landas : masyarakat tradisional meskipun sangat lemah, terus bergerak mencapai suatu titik prakondisi untuk lepas landas. Perubahan ini karena ada campur tangan dari luar, mulai dari ide pembaharuan. Usaha untuk meningkatkan tabungan terjadi digunakan untuk investasi sektor-sektor produktif dan menguntungkan, termasuk pendidikan.<br /><br />3. Lepas landas : dimulai dari tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi. Tabungan dan investasi yang aktif meningkat 5% menjadi 10% dari pendapatan nasional industri-industri baru mulai berkembang dengan pesat. Pertanian menjadi usaha komersial, bukan sekedar untuk konsumsi.<br /><br />4. Bergerak ke kedewasaan : terjadi proses kemajuan yang terus bergerak kedepan, tabungan dan investasi mencapai antara 10% sampai 20% dari pendapatan nasional dan diinvestasikan kemabali. Industri berkembanmg sangat pesat, sebahagian barang diimpor sekarang sudah di produksi dan ekspor barang-barang baru mengimbangi impor. Setelah 40 – 60 tahun setelah periode lepas<br />landas terakhir, tingkat kedewasan biasanya tercapai.<br /><br />5. Jaman konsumsi masal yang tinggi : karena pendapatan masyarakat naik , konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan pokok untuk hidup tetapi meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi. Produksi industri berubah kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang konsumsi yang tahan lama. Investasi untuk meningkatkan produksi tidak lagi menjadi tujuan utama, surplus ekonomi akibat proses politik dialokasikan untuk kesejahteraan sosial dan penambahan dana sosial. Pembangunan sudah berkesinambungan untuk kemajuan terus menerus.<br /><br />Teori Rostow tentang lima tahap pertumbuhan ekonomi ini, seperti teori modernisasi lainnya, didasarkan pada dekotomi masyarakat-masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Titik tengah dalam gerakan kemajuan dari masyarakat yang satu ke yang lainnya adalah periode lepas landas<br />(<br /><br />masyarakat transisi ). Kalau mengaku ke perdesaan, tingkat perkembanganya yaitu desa tradisional, desa tradisional dan desa modern, dalam perkembangan tingkat sosial ekonomi masyarakat Rostow juga mengemukakan penting adanya kelompok wiraswastawan, elite baru dalam masyarakat, misalnya : kaum pedagang, meningkatnya investasi, tumbuh industri pengelolaan (manufaktur) dan adanya secara cepat lembaga-lembaga politik dan sosial yang dapat menciptakan iklim berinvestasi yang kondusif.<br /><br />Pada umunya perdesaan di Indonesia karena sebagai negara agraris, sektor pertanian yang menjadi andalan. Menurut Weitz ( dalam Todaro, 1995 : 367 ) terdapat tiga langkah atau tahapan besar di dalam perjalanan evolusi produksi pertanian : pertama, pertanian subsisten yang produktivitasnya rendah; kedua tahapan pertanian diversifikasi atau capuran; ketiga, tahapan pertanian modern, produktivitas yang tinggi untuk mengisi pasar-pasar komersial.<br /><br />Modernisasi di bidang pertanian di dalam ekonomi pasar campuran seperti yang tampak di perdesaan akan mengalami peralihan secara bertahap, dari subsisten ( untuk memenuhi kebutuhan sendiri ) menuju spesialisasi produksi ( komersial ). Akan tetapi transisi tersebut lebih banyak memerlukan adanya reorganisasi struktural ekonomi pertanian atau aplikasi teknologi<br />pertanian.<br /><br />Kebanyakan masyarakat perdesaan pada saat ini, pertanian bukan saja aktivitas ekonomi, tatapi sudah menjadi cara hidup. Setiap pemerintah yang berusaha untuk mengubah pertanian tradisionalnya ini harus mengatahui bahwa selain penerapan struktural pertanian yang baru, perubahan-perubahan yang berpengaruh kepada seluruh struktur kehidupan sosial ekonomi, pendidikan dan kelembagaan pada masyarakat, kesemuanya itu sangat diperlukan. Tampa adanya perubahan seperti itu, pembangunan masyarakat perdesaan tidak akan beranjak atau barangkali hanya akan memperlebar kesenjangan antara sekelompok kecil orang yang kaya dan makmur dan mayoritas petani miskin.<br /><br />Di dalam pertanian subsisten tradisional, keluaran dan konsumsi identik dengan dua tiga hasil pertanian pokok ( biasanya sagu, beras dan jagung ) merupakan sumber pangan utama. Keluaran dan produktivitasnya rendah dan peralatan pertanian yang digunakan amat sederhana, lingkungan statis, musim tanam sangat tergantung pada cuaca, dan tenaga kerja merupakan faktor produksi pokok. Gagal panen dan kurang keterampilan dalam mengelola lahan merupakan bencana bagi kelansungan hidup petani. Para petani memperkerjakan anggota keluarganya. Terbatasnya teknologi, kakunya lembaga-lembaga sosial dan terbagi-baginya pasar merintangi meningkatnya produksi. Sebagian besar masyarakat pertanian perdesaan masih tetap berarti pada tahap subsistensi. Namun kebanyakan pertanian tradisional dapat berprilaku secara ekonomi rasional, jika dihadapkan kepada alternatif kesempatan.<br /><br />Menurut teori yang baku, pendapatan rasional atau laba (profit) maksimum pertanian atau perusahaan akan selalu memilih metode produksi yang akan meningkat keluaran pada biaya tertentu atau menurut biaya pada tingkat keluaran tertentu ( prinsip ekonomi ). Oleh karena itu, jika rasio dan ketidak pastiannya pasar, seorang petani miskin akan segan ( pikir-pikir dulu ) untuk beralih dari teknologi tradisional dan bertani yang telah bertahun-tahun mereka tekuni ke teknologi baru, yang walupun menjanjikan hasil panen lebih tinggi, namun mengandung resiko kegagalan yang besar juga. Menurut Todaro ( 1995 : 370 ) mengatakan bahwa ada beberapa faktor mengapa petani kecil kurang responsif terhadap peluang ekonomi yang jelas, diantaranya karena : pemerintah memberikan jaminan harga yang tidak pernah dibayar, memasukan pelengkap ( pupuk, obat-obatan, anti hama, pengairan, kredit-kredit yang tidak bisa dimanfaatkan dan sebagainya ), semuanya itu di tidak tertenggulangi petani kecil.<br /><br />Dengan demikian usaha-usaha untuk memperkecil resiko dan melenyapkan hambatan-hambatan komersial dan kelembagaan terhadap inovasi baru termasuk teknologi, merupakan persyaratan pokok (esensial) bagi pembangunan pertanian di perdesaan.<br /><br />Selanjutnya diversifikasi tanaman atau pertanian campuran merupakan langkah pertama yang dapat dianggap masuk akal untuk beralih dari subsisten ke spesialisasi produksi. Dalam tahap ini panen pokok tidak lagi di dominasi keluaran pertanian, karena hasil bumi baru untuk perdagangan seperti buah- buahan, sayuran, kopi, the, sawit, kelapa, nenas, pisang, jeruk, mangga, rambutan dan sebagainya dapat dipungut bersama-sama dengan hasil kolam dan ternak peliharaan.<br /><br />Aktivitas baru ini dapat dilakukan lebih santai, dimana banyak tenaga kerja petani diluar masa panen dalam keadan setengah menganggur, memanfaatkan sisa lahan. Akhirnya dengan menggunakan traktor kecil, mesin penyebar benih, bajak-bajak yang dijalankan hewan, penggunaan bibit unggul, pupuk, irigasi, racun hama, dan irigasi akan meningkatkan hasil panen pokok seperti, beras, dan jagung serta dapat menghemat tanah untuk digunakan menahan tanaman perdagangan, tampa menggangu sediaan panen pokok. Para penggarap lahan yang demikian dapat memiliki surplus panen yang dapat dijual ke pasar yang hasilnya dapat meningkatkan standar hidup keluarganya atau digunakan untuk investasi, divertifikasi tanaman dapat juga memperkecil pengaruh gagalnya panen, disamping memberikan jaminan tambahan pendapatan. Sukses atau gagaglnya petani di perdesaan, akan tergantung tidak hanya pada kemampuan petani dan keterampilannya dalam meningkatkan produktivitasnya, tertapi bahkan yang lebih penting tertumpu pada kondisi- kondisi sosial, komersial dan kelembagaan yang melingkupi petani. Khususnya jika petani telah yakin gampang memperoleh kredit ,pupuk, air, penjelasan- penjelasan dari penyuluh, fasilitas pemasaran, dan sebagainya, dan jika petani tidak ragu-ragu lagi akan dapat memperoleh keuntungan dari setiap perbaikan, maka tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa petani tidak tanggap terhadap rangsangan ekonomi dan peluang-peluang baru untuk memperbaiki taraf kehidupan kehidupan masyarakat di perdesaan.<br /><br />Kemudian dari pada itu, spesialisasi tanaman merupakan tahap akhir dan paling maju dari lahan pertanian yang dikelola secara individu dari dalam perekonomian pasar campuran. Pada tipe pertanian yang mengenal spesialisasi tanaman atau usaha, penyediaan pangan bagi keluarga dari surplus atau kelebihan penjualan pasar tidak lagi merupakan sasaran motivasi pokok. Keuntungan yang benar-benar komersial menjadi ukuran atau kriteria sukses usaha manusia atas lahan pertanian per meter kubik ( Irigasi, pupuk, anti hama, bibit unggul dan sebagainya, sementara itu tujuan aktivitas usaha. Produksi dimaksudkan semata-mata untuk pasar dan konsep-konsep ekonomi, seperti biaya tetap, biaya variabel, tabungan, investasi dan tingkat laba atau keuntungan, kombinasi-kombinasi faktor optimal, harga-harga pasar dan penunjang harga dan sebagainya, mempunyai peranan kuantatif dan kualitatif. Pembentukan modal, kemajuan teknologi, penelitian ilmiah, memainkan peran besar di dalam meningkatkan keluaran dan produktivitas yang lebih tinggi. Spesialisasi tanaman mungkin berbeda ukuran, bentuk dan fungsinya. Cakupannya meliputi pembudidayaan buah-buahan, sayur-sayuran, perkebunan, peternakan dan perikanan yang sangat luas padat modal. Dalam banyak hal peralatan mekanis yang hemat tenaga, dari mulai traktor-traktor yang besar sampai dengan pesawat penyemperot hama memungkinkan seorang petani mengelola ribuan meterkubik lahan tanah sekaligus. Gambaran umum mengenai spesialisasi pertanian, menitik beratkan pada pembudidayaan satu jenis tanaman tertentu, pemakaian teknik-teknik yang padat modal dan hemat tenaga kerja terkait pada skala ekonomi, yaitu memperkecil biaya perunit tetapi dengan keuntungan maksimal. Kenyatanya beberapa pengoprasian spesialisasi tanaman<br />dimiliki dan dikelola oleh perusahan-perusahaan agrobisnis.<br /><br />Dengan berpengalaman kepada negara-negara maju yang tingkat kemakmuranya tinggi, pilihan kepada spesialisasi produksi yang disesuaikan dengan sumber alam dan permintaan pasar merupakan alternatif yang tepat untuk diterapkan pada pembangunan sosial ekonomi perdesaan. Hanya saja berdasarkan pengalaman spesialisasi.<br /><br />Produksi, seperti perkebunan inti rakyat, faktor modal, teknologi dan keterlibatan (keikutsertaan) petani yang berada disekitarnya atau sebagai pemilik lahan merupakan faktor yang perlu diperhitungkan, dalam rangka pencapaian pembangunan perdesaan yang beroreintasi pada kepentingan manusia yang sebenarnya. Yang sering menimbulkan konflik adalah para pemilik agrobisni swasta selalu menggarap lahan-lahan petani dalam skala yang luas, tanpa mengikutsertakan petani, bahkan merampas lahan-lahannya. Jadi aspek pengaturan dan pembagian mengurangi resiko spesialisasi produksi dalam skala yang luas.<br /><br />Dengan mengacu pada beberapa teori pertumbuhan ekonomi dari berbagai aliran, maka setidak-tidaknya ada beberapa faktor yang harus ada selalu tersedia dan berfungsi pada masyarakat perdesaan, diantaranya :<br />1. Tenaga kerja yang terampil dan sehat, pembentukan melalui<br />peningkatan sumber daya manusia.<br />2. Petani yang memiliki tanah (lahan) melalui kebijakan landreform.<br /><br />3. Dana untuk investasi dan modal kerja, melalui penyediaan kredit jangka panjang dan kecil tingkat suku bunga yang disediakan bank pemerintah atau koperasi desa.<br />4. Seperangkat aturan yang mencagah terjadinya monopoli /persaingan<br />yang tidak sehat dan iklim sosial politik yang kondusif.<br />5. Jaminan distribusi dan pemasaran hasil-hasil usaha di perdesaan.<br />6. Teknologi tepat guna ( yang disesuaikan dengan kebutuhan<br />karateristik sosial ekonomi desa ) <br /> 7. Pembagian kerja (usaha) secara lokal, ragional dan nasional, melalui perkembangan spesialisasi produksi yang sesuai dengan sumber- sumber setempat.<br />8. Dukungan kebijakan dan kemampuan politik dari pemerintah.<br />9. Berfungsinya lembaga-lembaga dalam masyarakat.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-58656802467529703042011-01-07T08:39:00.000-08:002011-01-07T08:42:55.016-08:00Peningkatan Kualitas Sumber Daya ManusiaI. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia<br /><br />Berdasarkan tingkat perkembangan pembangunan daerah di Riau, apabila dirincikan berdasarkan bidang pembangunan, memperlihatkan bahwa perencanaan dan implementasi program pembangunan daerah pada bidang kualitas sumber daya manusia belum optimal. Sesungguhnya program peningkatan S.D.M di daerah tidak saja ditujukan kepada kedisiplinan dan penguasaan atau pemahaman materi pekerjaan dan pelayanan yang diberikan aparatur, melainkan bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam berusaha meningkatkan pendapatan perkapitanya.<br /><br />Perbaikan faktor manusia (human factor) memberikan kontribusi yang besar bagi percepatan laju pembangunan. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dipandang sebagai bagian pembangunan yang dapat menjamin kemajuan ekonomi dan kestabilan sosial.<br /><br />Kemajuan ekonomi suatu masyarakat supaya dapat berkesinambungan, harus didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki prakarsa dan daya kreasi untuk kemajuan diri termasuk menggunakan hak-hak politiknya. Prakarsa itu hanya akan tumbuh apabila ada kesempatan yang sama dan berkeadilan kepada setiap masyarakat dalam proses pembangunan.<br /><br />Atas dasar pandangan perlu adanya daya prakarsa dan kreasi masyarakat dalam pembangunan, maka kebijakan pembangunan harus tercipta sedemikian rupa sehingga ada kebebasan dan kesempatan untuk berperan serta (berpartisipasi) dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri setiap individu dan masyarakat. <br /> Peran serta masyarakat tidak hanya terbatas pada bidang tertentu saja, melainkan termasuk kepada semua bidang pembangunan : ekonomi, politik, sosial budaya dan hankam. Singkatnya, kemajuan ekonomi suatu masyarakat tidak akan mampu bertahan, tanpa adanya pembangunan demokrasi politik dalam masyarakat tersebut.<br /><br />Pembangunan sosial (social building) dalam rangka pengembangan sumber daya manusia tidak terlepas dari bagaimana menciptakan sistem sosial yang dapat mendorong lahirnya manusia kreatif atau manusia berprestasi, termasuk pula sikap mental masyarakat dan aparatur Pemerintah.<br /><br />Selama ini pembangunan hanya difokuskan pada pembangunan fisik dan mengabaikan faktor-faktor non fisik yang justru memiliki potensi yang cukup besar untuk keberhasilan pembangunan. Smith dan Mill (Todaro, 1995:391) menyatakan dalam pembangunan ekonomi perlu pula memperhitungkan faktor non ekonomi yaitu kepercayaan masyarakat, kebiasaan berpikir, adat istiadat, budaya usaha dan corak kelembagaan masyarakat.<br /><br />Pada periode pembangunan selama pemerintahan orde lama berkuasa yang mengutamakan pembangunan politik sampai kepada lapisan terbawah di perdesaan, pada kenyataannya telah gagal menciptakan kemakmuran dan keadilan bagi rakyatnya. Demikian pula dengan pengalaman selama pemerintahan orde baru berkuasa, juga dianggap telah gagal karena terlalu memfokuskan pada pembangunan ekonomi masyarakat semata dalam rangka mengejar pertumbuhan. Oleh karena itu sungguh sangat tepat di era reformasi yang juga dalam waktu yang bersamaan sedang mengalami krisis ekonomi, Pemerintah Daerah Provinsi Riau melakukan perubahan strategi pembangunan daerah dari strategi mengabaikan aspek pembangunan demokrasi politik menuju kepada strategi pembangunan demokrasi ekonomi bergandengan dengan pembangunan demokrasi politik.<br /><br />Pembangunan demokrasi politik terutama dalam hal prakarsa, daya kreasi dan hak-hak politik masyarakat Daerah belum dapat terekspresikan dengan baik. Demikian pula dalam hal partisipasi individu dan masyarakat daerah dalam proses pengambilan keputusan Keberadaan Pemerintah dengan visi dan misinya tersediri telah membuat masyarakat daerah tidak ada pilihan kecuali hanya mengikut. Salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam rangka mencari penyesuaian antara keinginan arus bawah dengan keinginan pihak atas, tidak lain adalah dengan mengembangkan demokrasi politik. Upaya tersebut dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat dan sekaligus mengurangi campur tangan yang berlebihan dari Pemerintah Daerah dalam proses pembangunan. Disinilah arti pentingnya pembangunan demokrasi politik di daerah dalam rangka pemberdayaan masyarakat madani dimasa yang akan datang.<br /><br />Pembangunan masyarakat daerah sebenarnya meliputi dua unsur pokok yaitu : masalah manusia yang menjadi pengambil inisiatif, yang menjadi manusia pembangunan. Dan masalah meteri yang mau dihasilkan dan dibagi-bagikan.<br /><br />Para ahli ekonomi hanya menekankan pada aspek keterampilan, dan manusia lebih dianggap sebagai faktor produksi saja. Yang kurang dipersoakan adalah bagaimana menciptakan sistem sosial, yang bisa mendorong lahirnya manusia kreatif. Dengan demikian, pembangunan tidak saja berurusan dengan produksi dan distribusi barang-barang material selain itu, pembangunan juga harus menciptakan kondisi-kondisi yang memuat manusia yang bisa tumbuh dan mengembangkan kreatifitas. Jadi pembangunan harus dimulai dari pembangunan manusianya.<br /><br />Pengembangan sumber daya manusia, tidak terlepas dari pada untuk membuat sebuah pekerjaan menjadi berhasil. Yang paling penting adalah sikap terhadap pekerjaan tersebut. Perseoalannya apakah seseorang memiliki semangat baru yang sempurna dalam menghadapi pekerjaan. Dan apakah dia memiliki keinginan untuk berhasil. Sejalan yang dikemukakan. Mc Clelland ( dalam Budiman, 1995 : 23 ) dengan konsepnyaThe need for Achievement (n-<br />Ach)yaitu kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi. Orang dengan n-Ach<br /><br />yang tinggi, yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi, mengalami kepuasan bukan karena mendapat imbalan dari hasil kerjanya, tetapi karena hasil kerjanya dianggap sangat baik. Mengacu pada konsep tadi, maka kemampuan sumber daya manusia di perdesaan yang di tingkatkan terlebih dahulu, karena kalau dalam masyarakat ada banyak orang yang memiliki n-Ach yang tinggi, dapat diharapkan masyarakat tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Jadi sebenarnya kemajuan suatu masyarakat itu sendiri maju atau berkeinginan untuk terus berprestasi.<br /><br />Memajukan masyarakat dapat dimulai dari pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, diskusi-diskusi, bahan-bahan bacaan, kursus-kursus keterampilan, pemanfaatan media informasi yang kesemuanya dapat memberi semangat dan motivasi berprestasi tinggi.<br /><br />Menurut Inkeles dan Smith ( dalam Kamil P,1999 : 89 ) bahwa pembangunan negara berkembang memerlukan manusia-manusia modern yang siap menerima perubahan.<br /><br />Menjadi manusia modern yang perlu dirubah adalah watak masyarakat. Tentang proses perubahan manusia modern, Inkelas dan Smith ( dalam Budiman, 1995 : 35 ) mengatakan bagaimanpun juga, manusia bisa dirubah secara mendasar setelah dia menjadi dewasa, dan karena itu tak ada manusia yang tetap menjadi manusia tradisional dalam pandangan dan keperibadiannya, hanya karena dia dibesarkan dalam sebuah masyarakat tradisional.<br /><br />Inkelas dan Smith memberikan pemahaman bahwa dengan memberikan lingkungan yang tepat, setiap orang bisa diubah menjadi manusia modern, setelah dia mencapai usia dewasa.<br /><br />Bagaimana menjadikan masyarakat perdesaan menjadi orang modern. Menurut Inkelas dan Smith ( dalam Suarsono dan Alvin,1991 : 33 ) ada beberapa faktor antara lain : pendidikan, penduduk desa mencari pengalaman ke kota, tersedianya media informasi ( televisi, radio, surat kabar, majalah, jurnal iptek ), memberikan pendidikan politik, modernisasi pabrik dan administrasi industri, dan pengembangan ilmu dan teknologi.<br /><br />Selanjutnya kondisi-kondisi apa yang membuat suatu masyarakat dapat membimbing proses mengatur kehidupan dan membentuk kembali. Menurut Etzioni (dalam Garna, 1992: 77) mengatakan bahwa pengatahuan, pengambilan keputusan, kekuasaan, kesesuaian paham dan mobilisasi sebagai variabel- variabel penyambung pada transformasi dari masyarakat yang terasing kepada tahap masyarakat aktif.<br /><br />Etzioni yakin bahwa pengatahuan ilmiah, termasuk ilmu-ilmu pengatahuan sosial, akan dipakai dalam transformasi sosial, khususnya dalam memahami dan mewujutkan masyarakat yang self-guinding. Masyarakat lebih menjadi demokratis, penggunaan jasa paksaan dikurangi dan kontrol sosial pun lebih efektif.<br /><br />Banyak ahli ekonomi berangkali sependapat bahwa bukanlah sumber daya modal atau materi yang sepenuhnya menentukan karakterisasi dan tingkat perkembangan ekonomi dan sosial, melainkan sumber daya manusia. Sebagimana dikatakan Herbison (dalam Todaro 1995 : 385) bahwa sumber daya manusia merupakan landasan utama bagi kesejahteraan negara. Sumber daya alam dan modal merupakan faktor-faktor produksi aktif yang dapat mengakumulasi modal, mengelola sumber daya alam, membangun organisasi- organisasi sosial, ekonomi dan politik serta melaksanakan pembangunan nasional lebih lanjut.<br /><br />Dengan demikian investasi sumber daya manusia akan menghasilkan manfaat ganda. Sedangkan mekanisme kelembagaan yang paling penting bagi pengembangan keterampilan masyarakatlah sistem pendidikan nonformal. Peningkatan kesempatan pendidikan kuantitatif dan kualitatif yang cepat akan merupakan kunci pokok pembangunan masyarakat perdesaan.<br /><br />Permasalahan yang sangat mendasar tentang pendidikan di perdesaan adalah kurang sesuainya sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan. Ini disebabkan, sistem pendidikan hafalan, pengulangan dan pengalaman, bukannya pemikiran, penalaran atau pemecahan masalah. Jadi sekolah-sekolah dasar amat terbatas waktunya untuk memberikan bekal pengatahuan kecakapan dan gagasan-gagasan baru yang sangat dibutuhkan murid agar bisa berfungsi secara efisien di dalam lingkungan perdesaan, misalnya praktek pertanian dan pengelolaannya, kesehatan, nutrisi, pembangunan komunikasi dan sebagainya. Yang menjadi prioritas hanya membaca, menulis, berhitung dan bahasa asing, sesungguhnya kebanyakan mereka bukan dipersiapkan untuk melanjutkan keperguruan tinggi. Misalnya, anak-anak yang berasal dari keluarga miskin dengan tarap kehidupan keluarga yang rendah, sering gagal dalam menyelesaikan pendidikan.<br /><br />Menurut Simmon ( dalam Yodaro; 1995 : 397 ) menyebutkan ada empat faktor paling penting yang merupakan determinasi terhadap kemampuan belajar anak-anak, yaitu :<br /><br />1. Lingkungan keluarga, termasuk tingkat penghasilan, pendidikan orang tua, kondisi perumahan, jumlah anak dalam suatu keluarga, dan sebagainya.<br />2. Interaksi kelompok sebaya, yaitu tipe anak-anak dengan siapa<br />seseorang anak berhubungan.<br />3. Keperibadian, yaitu inteligensia dan kecapan yang diturunkan kepada<br />anak.<br />4. Nutrisi dan kesehatan selama bertahun-tahun awal.<br /><br />Setidaknya ada beberapa manfaat dari investasi sumber daya manusia di perdesaan, antara lain : mendorong pertumbuhan ekonomi, terciptanya angkatan kerja terdidik, memacu sikap-sikap modern masyarakat, dan mengurangi tingkat kesuburan wanita.<br /><br />Menurut Todaro ( 1995 : 423 ) banyak pendidikan di masyarakat desa di negara-negara berkembang hanya sedikit sumbangannya di dalam memperbaiki tingkat produktivitas pertanian alam atau di dalam membuat murid bisa belajar lebih efektif di lingkunagan masyarakatnya.<br /><br />Selanjutnya Coombs ( dalam Todaro, 1995 : 423 ) mengelompokkan pada empat kelompok pendidikan yang diperlukan penduduk usia muda dan dewasa, laki-laki dan perumpuan, dalam empat bagian sebagai berikut:<br />1. Pendidikan umum atau pendidikan dasar, membaca, menulis,<br />berhitung, lingkungan hidup dan sebagainya.<br /><br />2. Pendidikan kesejahteran keluarga, untuk mendalami pengatahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang berguna untuk memperbaiki kualitas kehidupan keluarga termasuk kesehatan, nutrisi, rumah sakit, perawatan anak, membangunan rumah dan memperbaikinya, keluarga<br />berancana, dan sebagainya.<br /><br />3. Pendidikan kesejahteraan masyarakat, dirancang untuk memperkuat lembaga-lembaga kemasyarakatan, baik lokal maupun nasional, LMD, LKMD, koprasi, proyek kemasyarakatan dan upaya serupa.<br /><br />4. Pendidikan keterampilan kerja, dirancang untuk mengembangkan pengatahuan dan kecapan khususnya yang berkaitan dengan efektivitas ekonomi dan yang bermanfaat bagi usaha membina kehidupan.<br /><br />Untuk mencapai tingkat keberhasilan peningkata SDM, berikut ini akan ditunjukkan betapa kebutuhan terhadap pendidikan berbeda antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain di lingkungan perdesaan. Program- program pendidikan yang efektif dan diatur dengan baik secara cocok untuk semua kelompok pekerja adalah sangat diperlukan jika pendidikan dimaksudkan sebagai sarana penunjang yang penting bagi pembangunan perdesaan. Untuk lebih jelasnya tertuang pada tabel berikut ini.<br /><br />Kemudian Coombs dan Ahmed ( 1985 : 37 – 39 ) mengemukankan dari empat pendekatan untuk meningkatkan sumber daya manusia perdesaan, diantaranya:<br /><br />1. Pendekatan penyuluhan, berusaha merubah pertanian subsistensi menjadi suatu masyarakat yang dinamik, dan meningkatkan suatu taraf hidup keluarga dan masyarakat.<br /><br />2. Pendekatan pelatihan/pendidikan, pengajaran yang sistematis serta mendalam untuk meningkatkan keterampilan dan pengatahuan dasar tertentu.<br />3. Pendekatan swadaya terpadu, merubah watak, sikap penduduk<br />terhadap pembaharuan dan hasrat mereka akan perbaikan nasib.<br /><br />4. Pendekatan pembangunan terpadu, sifatnya beraneka ragam dan tegas dalam memilih metode pendidikannya. Suatu pandangan yang luas mengenai proses pembangunan dan cara mengkoordinas dalam rangka satu sistem pengelolaan tunggal segala komponen<br />penting.<br /><br />Dengan demikian jelaslah bahwa secara konvensional pembangunan sumber daya manusia diartikan sebagai investasi ‘’human capital” yang harus dilakukan sejalan dengan investasi physikal capital.<br /><br />Cakupan pembangunan sumber daya ini meliputi pendidikan, pelatihan, kesehatan, gizi, penurunan fertilitas, dan pengembangan enterpreneurial, yang kesemuanya bermuara kepada peningkatan produktivitas manusia. Karenanya dikatatan kenerja pembangunan sumber daya manusia mencakup indikator pendidikan, pelatihan, kesehatan, gizi, dan sebagainya yang disebut di atas tadi.<br /><br />Namun, pembangunan sumber daya manusia tidak hanya terbatas pada hanya untuk membuat manusia profesional dan terampil yang sesuai dengan kebutuhan sistem untuk dapat memberikan kontribusinya di dalam proses pembangunan interpretasi pengembangan sumber daya manusia lebih luas lagi, seperti yang dikemukakan Tjokrowinato ( 1996 : 29 ) bahwa pembangan sumber daya manusia menjangkau demensi yang lebih luas yang menekankan pentingnya kemanpuan manusia untuk ikut berpertipasi dalam proses transformasi masyarakatnya dimana mereka hidup bukan suatu struktur yang statis, tertutup, suatu realita yang harus diterima saja, tetapi menuntut mereka untuk beradaptasi sepenuhnya kepada sistem.<br /><br />Pembangunan sumber daya manusia masyarakat perdesaan tidak sekitar pendidikan, kesehatan dan gizi, akan tetapi membentuk manusia yang mempunyai kemampuan kritis untuk melihat kendala-kendala sosial, ekonomi, politik, kultural dan sebagainya dari sistem sosial yang ada, dan mencari alternatif-alternatif pemecahan. Jadi menyangkut pula membentuk mental yang baik, sikap kritis dan pola pikir berlian, selalu ingin maju dan berperestasi, tumbuh jiwa wiraswasta, punya ide-ide cemerlang, pandangan kedepan menyongsong hari esok dan mampu sebagai agen pembangunan. Apabila sudah memiliki tingkat sumber daya yang demikian, diharapkan pula dapat mengembangkan ilmu pengatahuan dan teknologi, termasuk menggali dan mengembangkan teknologi pribumi ( eudugeulous technology ) yang dimilikinya.<br />Dengan memberikan peningkatan kepada kemampuan sosial ekonominya.<br /><br />Menurut Hagen ( dalam Tjokrowinoto, 1996 : 49 ) bahwa diterimanya keberhasilan pembangunan suatu negara tergantung pada peran faktor makro individu, yaitu keperibadian. Ada empat unsur keperibadian sumber daya manusia, yaitu : intelegensia dan energi, orientasi nilai, kognisi dan kebutuhan (need), yang membedakan keperibadian antara bangsa-bangsa adalah pada unsur kebutuhan (need). Keberhasilan pembangunan menurut peribadi yang mempunyai kebutuhan manipulatif ( mengubah lingkungan ) yang tinggi, kebutuhan agresif ( bertindak agresif ), rendah, dan kebutuhan pasif ( bersikaf pasif ) yang rendah, kebutuhan manipulatif terdiri atas empat unsur, yaitu : need achievement ( kebutuhan untuk selalu berperstasi ), need outonomy ( kebutuhan mandiri ), need order ( kebutuhan untuk hidup dalam lingkungan yang serba teratur ), dan need understanding ( kebutuhan untuk selalu memahami peristiwa yang terjadi ), yang masing-masing juga harus tinggi.<br /><br />Untuk merubah sumber daya manusia masyarakat perdesaan sehingga memiliki kualitas keperibadian yang dapat mendorong keberhasilan pembangunan pada bidang lain perlu upaya-upaya yang sungguh-sungguh. Dengan demikian akan terbentuk manusia-manusia sebagaimana yang dikatakan Dahlan ( 1992 : 9 -10 ) bahwa kualitas manusia Indonesia seutuhnya adalah memiliki kualitas fisik, yaitu : kesegaran jasmani, kesehatan, daya tahan fisik, dan sebagainya. Dan kualitas non fisik yaitu :<br />1. Kualitas keperibadian : Kecerdasan, kemendirian, kreativitas,<br /><br />ketahanan mental, keseimbangan antara emosi dan rasio;<br />2. Kualitas masyarakat : keselarasan hubungan sesama manusia;<br />3. Kualitas berbangsa : tingkat kesadaran berbangsa dan bernegara;<br />4. Kualitas spiritual : religiousitas dan moralitas;<br />5. Wawasan lingkungan : kualitas yang diperlukan untuk mewujutkan<br />pembangunan yang berkelanjutan; dan 6. kualitas kekaryaan : kemampuan mewujutkan aspirasi dan potensi diri dalam bentuk kerja nyata guna menghasilkan sesuatu dengan mutu yang sebaik-baiknya.<br />Didalam konteks kearifan pembangunan yang mendasarkan dari pada ”<br />Human centered develoment“ justru kearifan, inovasi, dan daya kreasi manusia<br />yang mempunyai potensi untuk tumbuh secaraezponential, merupakan “<br />Inexhaustible determinant“ proses pembangunan itu sendiri. Karenanya ”<br />Human centered develoment“ merupakan “ Conditio – sine qao non“ dari<br />pembangunan yang berkelanjutan( subtained development ).Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-58995010950586055962011-01-07T08:31:00.000-08:002011-01-07T08:38:50.696-08:00Sistem Perencanaan Strategis dalam Pembangunan Daerah yang KontekstualH. Sistem Perencanaan Strategis dalam Pembangunan Daerah yang<br />Kontekstual<br /><br />Arti penting sistem perencanaan strategis dalam pembangunan daerah yang kontekstual dimasa mendatang orientasinya tidak saja ditujukan kepada mengejar pertumbuhan yang cukup tinggi, tetapi secara bersamaan tercipta pula pemerataan pendapatan dan hasil-hasilnya. Banyak negara berkembang termasuk Indonesia gagal mengatasi masalah kesenjangan sosial yang cukup lebar yang terjadi dalam masyarakat. Sebagai akibat tidak meratanya pembagian sumber-sumber produksi. Sekelompok orang dengan mudahnya memiliki dan menguasai faktor produksi yang diperoleh dari sumber kekayaan negara sebagai akibat kebijakan Pemerintah yang keliru. Ini disebabkan kebijakan ekonomi yang berpihak kepada sekelompok konglemerat yang dianggap memiliki peran lebih besar dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Di pihak lain, mayoritas masyarakat usaha menengah, kecil dan koperasi tidak memperoleh akses dan kesempatan mendapatkan sumber-sumber produksi yang dikuasai negara akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan usahanya.<br /><br />Strategi pembangunan yang berpihak kepada rakyat banyak (ekonomi kerakyatan) yang hanya menguasai usaha menengah dan kecil sudah sangat mendesak dilaksanakan. Melalui kebijakan perampingan birokrasi dan deregulasi diberbagai peraturan, misalnya dalam pemberian kredit investasi dan modal kerja kepada usaha kecil dan ekonomi lemah harus lebih dipermudah. Jika Pemerintah benar-benar ingin mengatasi masalah kesenjangan sosial dan ketidak adilan ekonomi dalam pembangunan daerah dimasa yang akan datang Pembangunan untuk rakyat harus dilaksanakan dengan strategi memadukan antara pertumbuhan dan pemerataan. Dengan demikian sasaran pembangunan dalam arti yang luas, tidak saja pencapaian produktivitas melainkan juga secara bersamaan tercapai pula pemerataan hasil dan keseimbangan pembangunan diberbagai bidang: politik, ekonomi, sosial budaya dan ketahanan masyarakat.<br /><br />Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan hendaknya tidak saja dalam bentuk sumbangan pemikiran dan tenaga, melainkan juga pada peningkatan partisipasi sumbangan dana. Pada saat ini yang sering menjadi persoalan adalah bagaimana mengelola partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan dana.<br /><br />Dalam persekutuan masyarakat dari bentuk negara sampai masyarakat yang terkecil sebenarnya sumbangan dana dibenarkan dan penting artinya dalam pembangunan. Dalam sistem Pemerintahan Islam sumbangan tersebut merupakan kewajiban bagi orang yang kaya berupa zakat, infak atau sodaqah kepada orang–orang yang tidak mampu. Sumbangan tersebut dapat diberikan secara langsung atau melalui Pemerintah (penguasa) atau badan amal (amil zakat) yang kemudian disalurkan dalam bentuk program pembangunan yang bermanfaat.<br /><br />Demikian pula Desa yang merupakan bagian wilayah Kabupaten/Kota yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik adalah desa yang mampu menyelenggarakan pembangunan atas dasar kemampuan keuangannya sendiri. Untuk penggalian sumber-sumber keuangan desa tentunya diperlukan kewenangan yang lebih besar. Dalam peraktek pemerintahan di Indonesia sumber-sumber daerah banyak di pungut pemerintahan Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota. Misalnya<br /><br />Pajak Bumi dan Bangunan sebahagian besar dananya masuk ke kas Kabupaten/Kota. Contoh lain adalah keberadaan perusahaan negara dan perusahaan swasta besar di perdesaan. Secara resmi tidak ada penghasilan perusahaan besar tersebut yang masuk ke kas Desa. Mungkin secara tidak resmi bantuan perusahaan besar tersebut langsung diberikan kepada aparatur atau tokoh masyarakat perdesaan, dengan maksud supaya mereka tidak mengalami kesulitan menghadapi kritikan masyarakat Desa dari kebijakan perusahaan yang merugikan kepentingan masyarakat setempat. Sebagai contoh adalah program bantuan ternak sapi dan perjalanan ke tanah suci dari PT. RAPP melalui DepartemenCommunity Development (CD) kepada masyarakat Desa Pangkalan Kerinci. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat setempat, ternyata program bantuan ternak sapi diantaranya ada yang diberikan kepada mereka yang secara ekonomis sudah mapan, misalnya diberikan kepada ketua KUD atau pengurus pasar. Sedangkan sebahagian masyarakat lain yang sangat membutuhkannya tidak mendapatkan bantuan program tersebut. Ini artinya ada proses dalam pembagiannya tidak transparan dan tidak adil. Sedangkan program perjalanan ke tanah suci, salah satunya diberikan pula kepada Kepala Desa, ini menunjukkan program bantuan tersebut tidak jelas tujuan, sasaran dan manfaatnya. Dengan demikian cukup kuat alasan bahwa perusahaan hanya ingin menyenangkan dan membungkam kritikan dari anggota masyarakat yang memiliki posisi kuat (bargening pocition) yang diperkirakan dapat membahayakan keberadaan perusahaan tersebut di perdesaan.<br />Pada sisi yang lain, hasil keuntungan perusahaan sebahagian besar<br />justru<br /><br />disetor pula ke Pemerintah Pusat melalui berbagai peraturan perundangan yang diberlakukan terhadap perusahaan, selain itu perusahaanpun seakan-akan tidak ada kewajiban untuk berhubungan dengan pemerintah daerah, tidak terbuka dalam manajemennya dan tidak jelas konstribusinya kepada daerah. Sebenarnya apa yang hilang dan yang diperoleh masyarakat dari keberadaan perusahaan besar tersebut, tidak lain adalah :Pertama, masyarakat akan kehilangan lahan pertanian;Kedua, masyarakat mendapatkan limbah perusahaan; danKetiga, masyarakat termarjinalkan.<br /><br />Dimasa yang akan datang, pemerintahan daerah yang berotonomi, tentunya sangat memerlukan sumber-sumber dan penghasilan yang memadai. Apabila pemerintahan yang berotonomi ini tidak dapat melaksanakan kewenangannya dan kewajibannya secara baik, maka akan menimbulkan krisis partisipasi bahkan perlawanan dari masyarakat terhadap Pemerintah Daerah. Atas dasar logika bahwa apsek perencanaan pembangunan daerah harus pula disertakan dengan penyusunan APBD. Dimasa yang akan datang salah satu faktor terpenting yang perlu direformasi dalam rangka proses pembelajaran menuju pemberdayaan masyarakat, sudah sangat mendesak pemerintahan daerah perlu menata kembali sistem anggaran pendapatan dan belanja pembangunannya supaya lebih terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, dimasa yang akan datang salah satu faktor yang terpenting adalah bagaimana suatu sistem terbuka perencanaan strategis pembangunan yang disertakan<br />dengan<br />penyusunan<br />anggaran<br />yang<br />transparan<br /><br />dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat bukan hanya sekedar diterima DPRD, sebagai suatu perwujudan otonomi Daerah yang berswadaya.<br />Efektivitas konsep sistem terbuka perencanaan strategis dalam<br />pembangunan perdesaan<br />yang kontekstual memerlukan pula beberapa<br /><br />persyaratan yang harus selalu terpenuhi, yaitu :<br />a. Ketersediaan data dan informasi yang akurat dan kontinuitas.<br />b. Sumber daya manusia yang handal.<br />c. Peralatan dan bahan atau perlengakapan organisasi yang<br />memadai.<br />d. Sumber pendanaan yang cukup.<br />e. Adanya kemauan politik pemerintah untuk mereformasi<br />administrasi.<br />1. Pendekatan Pembangunan Perdesaan<br /><br />Menurut Kaho (1978) ada beberapa factor kemampuan suatu daerah dalam rangka kemampuan penyelenggaran pemerintahan yang ber otonomi, yaitu :<br /><br />1.Organisasi (kelembagaan)<br />2.manajemen (manajerial)<br />3.Sumber Daya Manusia<br />4.Keuangan <br /> Pada tahun 1854 Pemerintah Belanda mengeluarkan Peraturan Pemerintah (Regerrings Reglement, RR), pasal 71 RR menetapkan hak masyarakat desa(inlandsche gemeente) untuk memilih kepala desanya dan menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Ini jelas sebagai bentuk pengakuan Pemerintah Belanda.<br /><br />Dari awal masa kemerdekaan sampai pertengahan tahun enampuluhan otonomi desa terus berkembang. Namun, sejak masa “Orde Baru”, terjadi perubahan yang oleh Hansen (1981:178) disebut sebagai masa memudarnya otonomi desa dan mengetatnya kontrol pemerintah pusat kepada desa. Sejak itu secara berangsur profil desa sebagai pelaksana intruksi pihak atas semata-mata, semakin jelas dan struktural. Ndraha (1990:157) menyatakan, hal itu sudah barang tentu tidak mendorong berkembangnya inisiatif dan prakarsa masyarakat desa. Soetardjo (1965:25) menyatakan pula, dahulu otonomi desa merupakan otonomi yang tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya masyarakat berdasarkan hukum adat dan tradisi, kini otonomi itu merupakan pemberian dari atas (pemerintah pusat).<br /><br />Pada tahap perkembangan berikutnya pemerintah Orde Baru mengeluarkan UU No. 5 tahun 1979 dan setelah 20 tahun kemudian di era reformasi diganti dengan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, namun konsep otonomi desa yang tertuang dalam UU No. 22 Tahun 1999 tersebut tidak terealisasi dengan baik oleh pemerintah desa, kerena tidak diatur secara jelas dan rinci dalam Peraturan Pemerintah.<br /><br />Ndraha (1990:160) menyatakan, menghadapi perubahan sosial, tampaknya kepemimpinan pemerintahan desa belum mampu berperan. Karena itu, pemimpin formal dan informal di desa dituntut kualitas yang lebih baik, seperti: tingkat pendidikan, mempunyai sifat orientasi kedepan, dan kemampuan mencapai sasaran. Syarat- syarat ini sulit untuk dipenuhi oleh tenaga-tenaga pemerintahan desa dewasa ini. Selain itu program pemerintah untuk pendidikan dalam rangka peningkatan sumber daya manusia di perdesaan kurang sungguh-sungguh, disamping alokasi anggaran pembangunan untuk perdesaan masih relatif kecil, bila dibandingkan alokasi dana pembangunan di perkotaan. Bryant dan White (1982:369) menyatakan, apabila konsep otonomi desa dilaksanakan oleh masyarakat perdesaan dengan baik akan memberikan pengaruh yang cukup besar kepada keberhasilan pembangunan secara nasional. Pendapat tersebut dapat dipahami, karena hakekat otonomi adalah memberikan kewenangan sepenuhnya kepada masyarakat perdesaan untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri, termasuk kewenangan mencari sumber-sumber pembiayaan pembangunan (UU No. 22 Tahun 1999). Apabila kewenagan pemerintahan desa yang berotonomi ini tidak dapat terlaksana dengan baik maka akan menimbulkan krisis partisipasi dari masyarakat. Rusadi (1988:176) menyatakan :<br /><br />dalam proses pembuatan keputusan apapun yang menyangkut kepentingan masyarakat perdesaan pemerintah selalu menganggap lebih memahami persoalan, lebih banyak turunnya dari atas (top down), selalu mengikat dan terkesan dipaksakan, sebagai konsekuensi logisnya menimbulkan dampak krisis partisipasi.<br />2. Pemerintah Desa beserta Perangkat Desa<br /><br />Meskipun kewenangan kepala desa cukup besar namun tidak diiringi dengan kemampuan dan kapasistas SDM yang cukup untuk melaksanakan pembangunan sehingga desa sebagai daerah otonom belum mampu dilaksanakan sesuai kewenangannya dalam melaksanakan otonominya.<br /><br />Pada hakekatnya kepala desa dipilih oleh masyarakat desa melalui pemilihan yang demokratis. Sebagai konsekuensinya kepala desa tentunya bertanggung jawab kepada siapa yang memilihnya. Dapat ditegaskan disini bahwa Bupati sebagai Kepala Daerah Kabupaten hanya menerima laporan sebagai tembusan. Dalam kaitan ini permasalahan harmonisasi hubungan kepala desa dengan camat sebagai perangkat daerah dapat diselesaikan, apabila ada kejelasan dan ketegasan pelimpahan kewenangan dari bupati kepada cawat dalam tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Dalam struktur organisasi pemerintah Desa telah ada pembagian kerja dan diharapkan pelaksanaan tugas menjadi lebih lancar. Apabila dilihat dari struktur organisasi Pemerintahan Desa ini sudah jelas siapa sebagai unsur pimpinan, unsur staf dan unsur pelaksana, namun hal yang masih lemah adalah kurangnya pembinaan dari Pemerintah Kecamatan dan Kabupaten. Malah yang lebih menonjol adalah campur tangan Pemerintah yang lebih tinggi atau di atasnya.<br />2. BPD (Badan Perwakilan Desa)<br /><br />Pada permulaan tumbuh dan berkembangnya pemerintahan desa, lembaga yang memiliki kekuasaan tertinggi di perdesaan menurut hukum adat adalah Rembug Desa atau Rapat Desa. Ndraha (1990:157) menyatakan:<br /><br />sebagai pemegang kekuasaan (menurut) hukum adat di desa adalah lembaga yang disebut Rembug Desa, Rapat Desa atau Kerapatan Negeri. Lembaga inilah yang memegang kekuasaan tertinggi di desa. Kepala Desa bersama-sama pembantu-pembantunya merupakan unsur pelaksana di bawah Rembug Desa yang merencanakan dan melaksanakan pembangunan.<br /><br />Akan tetapi pada perkembangan berikutnya fungsi mengatur (legislatif) yang dimiliki desa lambat laun berkurang karena Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dijadikan unsur pemerintah desa, bukan substitusi atau peningkatan Rembug Desa, sumber-sumber administratif pemerintah desa lemah, sementara tugas dan tanggung jawabnya semakin berat. Pemerinatah desa diperlakukan sebagai pelaksana instruksi dari atas belaka. Hal ini terjadi lebih-lebih karena kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan pencapaian target, formalitas, keserempakan, keseragaman, dan sifat massal.<br />Sebagaimana telah dikemukakan bahwa salah satu unsur Pemerintahan<br />Desa adalah Badan Perwakilan Desa. Pasal 104 UU No. 22 tahun 1999 menetapkan bahwa Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Desa. Selanjutnya pasal 105 UU No. 22 tahun 1999 mengatur tentang Badan Perwakilan Desa yaitu: Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan, Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh anggota, Badan Perwakilan Desa bersama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa, dan Pelaksanaan Peraturan Desa ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa.<br /><br />Kedudukan politis LMD sebelumnya yang sekarang dengan telah ditetapkannya UU No. 22 tahun 1999 dirubah namanya menjadi Badan Perwakilan Desa (BPD) atau disebut dengan nama lain. BPD adalah wadah permusyawaratan/pemukatan pemuka-pemuka masyarakat desa, bertugas menyalurkan pendapat masyarakat Desa dan memusyawarahkan setiap rencana pembangunan sebelum ditetapkan menjadi Keputusan Desa.<br /><br />Sebenarnya tugas dan fungsi BPD sama DPRD di Provinsi dan Kabupaten/Kota, namun dalam kenyataanya belum diberdayakan. Selain anggotanya belum mampu memainkan peran, juga karena kuatnya pengaruh Kepala Desa. Fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan yang diharapkan berjalan mencapai keseimbangan antara kekuasaan legislatif dan eksekutif tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ini merupakan kendala otonomi desa dimasa yang akan datang.<br />4. LKD (Lembaga Ketahanan Desa)<br /><br />Pada awalnya Lembaga masyarakat yang tumbuh dari bawah dan dapat mengemban fungsinya sebagai pembimbing dan penyuluh berbagai pekerjaan sosial desa, dan mampu menjadi saluran aspirasi masayarakat desa adalah Lembaga Sosial Desa. Namun, melalui KEPRES No. 28 Tahun 1980, LSD diubah menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Kemudian menurut pasal 106 UU No. 22 Tahun 1999 selain lembaga Badan Perwakilan Desa, di Desa terdapat juga lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan Desa<br />dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.<br /><br />Kepala Desa karena jabatannya merangkap sebagai ketua umum LKMD. Sesungguhnya LKMD memiliki fungsi yang sangat strategis sebagai perangkat perencana dan pelaksana pembangunan desa dan membantu kepala desa dalam mengkoordinasikan pembangunan, menggerakkan partisipasi masyarakat dan mendorong kegotongroyongan masyarakat, tetapi pada kenyataannya kurang berfungsi, karena lebih besar pengaruh kepala desa dalam proses pengambilan keputusan.<br /><br />Melalui kedudukannya sebagai Ketua Umum LKMD, Kepala Desa berfungsi merencanakan dan mengendalikan pelaksanaan pembangunan Desa. Jika dihubungkan dengan Bab IV Bagian D Umum angka 2 huruf f GBHN 1978 maka kemampuan pemerintah Desa untuk melaksanakan tugasnya langsung bertalian dengan usaha menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan penyelenggaraan administrasi desa yang semakin meluas dan efektif.<br /><br />Selanjutnya pada tahap perencanaan pembangunan di tingkat Kecamatan juga tidak memperkokoh sistem perencanaanbottom up planning. Hanafiah (1982:56) menyatakan bahwa :<br /><br />pembentukan sistem UDKP diharapkan dapat berfungsi sebagai sistem perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi pelaksanaan pembangunan wilayah yang menyeluruh dan terpadu di tingkat Kecamatan, namun karena pembangunan perdesaan hendak dipadukan dalam jangkauan kewenangan Camat selaku kepala Wilayah, hal ini justru semakin memperkokoh sistem “top down planning” dalam pembangunan perdesaan.<br />Dalam kaitan organisasi<br /><br />perencanaan pembangunan, berdasarkan pendekatan kontekstual sebaiknya kewenangan menentukan tujuan, sasaran dan program pembangunan lebih besar diserahkan kepada organisasi lokal.<br /> Sedangkan pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya hanya sebagai fasilisator<br />dan memberi bimbingan. Esman dan Uphoff (1982:9) menyatakan:<br /><br />organisasi lokal adalah organisasi penduduk desa yang bertanggung jawab kepada anggota-anggotanya dan terlibat dalam berbagai kegiatan pembangunan. Sejauhmana organisasi ini berhasil merealisasikan potensinya sebagai organisasi yang tumbuh dari bawah (grass root<br />organization),<br />bergantung<br />pada<br />cara<br />mendirikan<br />dan<br />mengembangkannya.<br /><br />Dengan demikian organisasi harus mencerminkan pengalaman, kemampuan dan keinginan anggotanya. Baik struktur maupun prosedur janganlah dikendalikan secara seragam dari luar, sementara pengembangannya haruslah merupakan “learning process” bagi semua pihak.<br />Friedmann (1981: 42) menyatakan bahwa :<br /><br />pembangunan desa (rural development) harus dibimbing secara sentral tetapi dilandaskan pada kondisi setempat. Bimbingan dari atas hanya mungkin efektif jika di perdesaan ada organisasi yang mampu menerima, menyerap, menterjemahkan dan menanggapi bimbingan tersebut. Organisasi yang dimaksud haruslah yang mampu berbicara untuk dan atas nama masayarakat setempat.<br /><br />Dengan kemampuan administratifnya, pemerintah desa diharapkan mampu menggali, menggerakkan, dan mengkombinasikan masukan-masukan, mencegah berbagai akses sistem dari atas ke bawah, dan mengefektifkan sistem dari bawah ke atas, sedemikian rupa, sehingga sasaran pembangunan perdesaan dapat dicapai.<br />Ada beberapa anggapan yang keliru dari pengambil kebijakan.<br />Kartasasmita (1996:146-147) menyatakan bahwa:<br />1. Pendekatan pembangunan yang berasal dari atas lebih sempurna dari<br />pada pengalaman dan aspirasi pembangunan di tingkat bawah (grass<br />root). Akibatnya kebijakan pembangunan menjadi kurang efektif karena kurang mempertimbangkan kondisi yang nyata dan hidup di<br />masyarakat;<br /><br />2. Masyarakat di lapisan bawah tidak tahu apa yang diperlukannya atau bagaimana memperbaiki nasibnya. Oleh karena itu mereka harus dituntun dan diberi petunjuk dan tidak perlu dilibatkan dalam perencanaan meskipun yang menyangkut dirinya sendiri. Akibat dari anggapan ini banyak proyek-proyek pembangunan yang ditujukan untuk rakyat, tetapi salah alamat, tidak memecahkan masalah, dan bahkan merugikan rakyat.<br /><br />Dari kenyataan tersebut di atas bahwa pemerintah masih kuat menggunakan pendekatantop down strategis dirasakan kurang efektif dalam pembangunan. Perencanaan dari atas menunjukkan bahwa semua ide berasal dari atas (pemerintah). Akibatnya pihak atas kurang memperhatikan kultur masyarakat, daya dukung wilayah yang bersangkutan, dan peranan kelembagaan. Karena itu, misalnya pada program inpres desa tertinggal banyak menemui kegagalan, walaupun perencanaan dari atas juga mempunyai kebaikan-kebaikan. Melihat kenyataan tersebut, Nasoetion dan Tadjuddin (Budiharsono, 1989:30) memberi alternatif pemecahan berupa konsep perencanaan dari bawah, hal demikian sesuai dengan semangat pemerintahan yang desentralisasi dalam rangka pemberian otonomi yang lebih luas dan bertanggung jawab kepada desa. Ndraha (1990:147) menawarkan pendekatan yang lebih tepat mengenai sasaran kepada aspirasi masyarakat yaitu pola balik yang disebut pola dari bawah ke atas (bottom up strategis). Namun pola tersebut diharapkan tidak hanya bersifat formal, melainkan sungguh-sungguh mengakar- rumput, atau “gross root”. Selanjutnya Budiharsono (1989:31) menyatakan pengadaptasian perencanaan pembangunan dari bawah dalam konteks pembangunan nasional bukan berarti membunuh total perencanaan dari atas yang berlaku saat ini. Perencanaan dari atas masih mungkin untuk tetap diberlakukan sepanjang masih dengan “konsensus nasional” yaitu UUD 45 dan Pancasila. <br /> Sekarang pada siapakah tanggung jawab bagi perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek, program-program dan kebijakan-kebijakan pembangunan diberikan. Persoalannya, bergantung bagaimana menemukan kombinasi antara desentralisasi dan sentralisasi yang cocok untuk berbagai tugas pembangunan.<br />5.Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD) termasuk usaha Desa :<br /><br />Struktur juga mendukung pelaksanaan tugas dalam hal pembiayaan. sehari-hari dan biaya operasional keluar. Pasal 107 ayat 1 UU No. 22 tahun 1999 menetapkan sumber pendapatan desa terdiri dari :pertama, pendapatan asli Desa yang meliputi hasil usaha Desa, hasil kekayaan Desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;kedua, bantuan dari Pemerintah Kabupaten yang meliputi bagian dari perolehan pajak dan retribusi Daerah, dan bagian dari dana perimbangan keuangan Pusat dan daerah yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten;ketiga, bantuan dari Pemerintah dan Pemerintan Provinsi;keempat, Sumbangan dari pihak ketiga; dankelima, pinjaman desa.<br /><br />Sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menurut pasal 107 ayat 2 UU No. 22 tahun 1999 dikelola melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD); ayat 3 menetapkan Kepala Desa bersama Badan Perwakilan Desa (BPD) menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD) setiap tahun dengan Peraturan Desa (Perdes.); ayat 4 menetapkan pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ditetapkan oleh Bupati; ayat 5 menetapkan tata cara pungutan objek Pendapatan dan Belanja Desa ditetapkan bersama antara Kepala Desa dan badan perwakilan Desa. Selanjutnya pasal 108 UU No. 22 tahun 1999 menetapkan pula bahwa Desa dapat memiliki badan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan.<br /><br />Desa yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik adalah Desa yang mampu menyelenggarakan pembangunan atas dasar kemampuan keuangannya sendiri. Untuk penggalian sumber-sumber keuangan Desa tentunya diperlukan kewenangan yang lebih besar. Dalam peraktek pemerintahan di Indonesia sumber-sumber perdesaan banyak di pungut pemerintahan Kabupaten/ Kota. Misalnya<br /><br />Pajak Bumi dan Bangunan sebahagian besar dananya masuk ke kas Kabupaten/Kota. Contoh lain adalah keberadaan perusahaan negara dan perusahaan swasta besar di perdesaan. Secara resmi tidak ada penghasilan perusahaan besar tersebut yang masuk ke kas Desa. Mungkin secara tidak resmi bantuan perusahaan besar tersebut langsung diberikan kepada aparatur atau tokoh masyarakat perdesaan.<br /><br />Pada sisi yang lain, hasil keuntungan perusahaan sebahagian besar justru disetor pula ke Pemerintah Kapupaten/Kota, Provinsi dan Pusat melalui berbagai peraturan perundangan yang diberlakukan terhadap perusahaan..<br /><br />Dimasa yang akan datang, pemerintahan perdesaan yang berotonomi, tentunya sangat memerlukan sumber-sumber dan penghasilan yang memadai. Atas dasar logika bahwa apsek perencanaan pembangunan perdesaan harus pula disertakan dengan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD). Dimasa yang akan datang salah satu faktor terpenting yang perlu direformasi dalam rangka proses pembelajaran menuju pemberdayaan masyarakat, sudah sangat mendesak pemerintahan Desa perlu menata kembali sistem anggaran<br /><br />pendapatan dan belanja pembangunannya. Dalam penyusunan APBD harus tercermin pula sisi sumber-sumber penerimaan Desa dan sisi pengeluaran untuk biaya rutin dan biaya pembangunan desa.<br /><br />Harus disadari bahwa pembinaan otonomi desa merupakan tanggung jawab semua, baik Pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten. Misalnya porsi bantuan dan dana perimbangan sumer daya alam masing-masingnya adalah Pusat membantu 20 %, Provinsi 30 % dan Kabupaten/kota 50 % dari 50 % total kebutuhan biaya pembangunan perdesaan.<br />6. Lembaga Adat<br />Seperti telah dikemukakan pada uraian terdahulu bahwa pemerintahan<br />Desa memerlukan dukungan keuangan dan dukungan struktur organisasi dalam rangka pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan dukungan lingkungan. Dukungan lingkungan terhadap Pemerintahan Desa terletak pada kenyataan bahwa Kepala Desa maupun pembantu-pembantunya merupakan tokoh-tokoh pilihan masyarakat setempat.<br /><br />Dengan kemampuan adminsitratif seperti diuraikan di atas, pemerintahan Desa diharapkan mampu menggali, menggerakkan dan mengkombinasikan masukan-masukan, mencegah berbagai akses sistem dari atas ke bawah, dan mengefektifkan sistem dari bawah ke atas, sehingga sasaran pembangunan desa dapat dicapai.<br /><br />Dewasa ini Desa selalu ada dua kelompok tokoh pemimpin, yaitu tokoh formal dan tokoh informal. Tokoh formal merupakan pemerintah Desa yang mempuyai kekuatan hukum. Tokoh informal merupakan tokoh yang mempunyai kekuatan ikatan batin dengan warganya sehingga besar pengaruhnya pada masyarakat. Tokoh formal kelopok pertama terdiri dari : Kepala Desa, Setretaris Desa, Kepala-kepala Urusan, Kepala-kepala Dusun, Ketua dan anggota BPD, Ketua dan Seksi LKMD, Pengurus PKK, Ketua RW atau RK, Ketua RT. Tokoh formal kelompok kedua yaitu semua petugas instansi terkait dalam pembangunan Desa, terdiri dari : Dephankam (Babinsa dan Bimpolda), Dinas P dan K (penilik SD, penilik olahraga, dan penilik pendidikan), Dinas Kesehatan (dokter, juru rawat, dan sanitarian), Dinas Pertanian dan Kehutanan (PPL, mantri kehewanan, polisi hutan, penyuluh penghijauan, dan mantri perikanan), Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (petugas pengairan (P3S), TSKT, sarjana penggerak pembangunan Desa), Dinas Sosial (TKSS, PSM, dan PSK), Badan Penerangan (juru penerangan dan penerangan transmigrasi), Dinas Koperasi dan PKM (petugas penerangan KUD), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (petugas proyek BIPIK perindustrian), BKKBN (PLKB), BRI (petugas BRI unit Desa), Perguruan Tinggi (Mahasiswa KKN dan PKL).<br /><br />Sedangkan tokoh informal antara lain : pemuka agama, pemuka adat, tokoh yayasan sosial dan pendidikan, tokoh pemuda, pimpinan organisasi kemasyarakatan, pimpin Orsospol komisariat Desa, kelompok petani dan nelayan, kelompencapir, dan lain-lain sebagainya sebagai tokoh informal. Kedua kelompok tokoh formal dan tokoh informal tersebut merupakan kekuatan yang sangat besar jika dapat dipersatukan untuk menggerakkan masyarakat dalam pembangunan. Karena mereka ini merupakan pelopor (agen<br />pembangunan) bagi masyarakat dalam menggerakkan roda pembangunan,<br />khususnya pembanguan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, jasa<br />dan perdagangan, pariwisata dan lain-lain sebagainya,.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-63272948467444316602011-01-07T08:24:00.000-08:002011-01-07T08:30:40.315-08:00onsep Implementasi Program Pembangunan DaerahG. Konsep Implementasi Program Pembangunan Daerah<br /><br />Dalam praktek pembangunan daerah di Riau selama ini tergambar dengan jelas bahwa pengorganisasian sumber daya organisasi, sumber daya manusia, anggaran dan prosedur dalam implementasi program pembangunan daerah belum terorganisir dengan baik. Hal ini terjadi, karena ditenderkan kepada tim pelaksana program dan proyek pembangunan fisik kepada kontraktor dan program khusus kepada PLP atau tim pelaksana program yang ditunjuk pimpinan program atau proyek (pimpro) Dinas Daerah, Kantor atau Badan yang mengadakan program atau proyek pembangunan. Justru dalam kenyataannya di lapangan, mereka ini kurang memahami situasi dan kondisi masyarakat tempatan.<br />Dominasi kekuasaan kontraktor dan PLP atau tim pelaksana program,<br />terkadang yang membuat masyarakat penerima program pembangunan menjad apatis. Selalu mengikut dan menerima saja tampa ada kritikan dan memberikan informasi yang berharga kepada tim atau personil pelaksana program. Terkesan masyarakat sudah muak dengan campur tangan yang berlebihan dari aparatur (agen) pembangunan sebagai pelaksana program atau proyek.<br /><br />Dalam pembangunan fisik, selain proses tender kepada kontraktor yang tidak transparan dan berbau korupsi, kolusi, dan nepotesme. Sebahagian besar pelaksana program atau proyek tidak membawa serta masyarakat setempat. Dengan demikian suatu program pembangunan antara yang merencanakan, melaksanakan dan mengawasinya berbeda-beda, dan tidak jelas prosedur dan tanggung jawabnya.<br /><br />Dari berbagai informasi ternyata dalam pelaksanaan program/proyek pembangunan fisik, sebahagian dananya ternyata telah dipotong oleh pimpro yang mentenderkan proyek sebesar antara 20 % – 40 %. Dengan demikian pelaksana proyek terpaksa harus mengurangi bahan-bahan pembangunan proyek, karena kontraktor juga ingin mendapatkan keuntungan. Pemotongan dana proyek pembangunan ini mengakibatkan kualitas proyek menjadi rendah.<br /><br />Program khusus melalui Inpres atau S.K. Bersama Menteri, misalnya Program Inpres Desa Tertinggal dan Jaring Pengaman Sosial atau Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dalam praktek prosesnya dibuat tidak transparan sehingga<br /><br />ada Camat, Kepala Desa, Tim Pelaksana, Tim Pendamping, atau Ketua Kelompok Masyarakat memotong sebahagian dana program atau proyek untuk biaya resmi (honor, uang jalan, uang sidang, dll) atau biaya tidak resmi (uang seminar, dll). Sebenarnya dana tersebut harus disalurkan kepada anggota kelompok secara utuh tanpa pemotongan, karena dana administrasi telah disediakan dalam program tersebut.<br /><br />Effendi, dkk., (1989:17) menyatakan sudah menjadi rahasia umum bahwa sejumlah besar dana Inpres program khusus digunakan untuk kepentingan insentif bagi pelaksana baik yang resmi maupun yang tidak resmi. Dana insentif pelaksana ini menyerap1/3 dana Inpres, dan justru digunakan bukan untuk menyerap tenaga kerja lokal. Dalam proses pembangunan masyarakat tidak memiliki akses untuk berpartisipasi dalam bersikap dan menentukan program dan proyek pembangunan. Para pimpinan diberbagai level dan tokoh masyarakat tidak berfungsi menggerakkan partisipasi masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan program dan proyek pembangunan. Peranan masyarakat lokal hanya diberikan dalam hal menyediakan lahan atau lokasi proyek pembangunan dan mendata anggota masyarakat sebagai kelompok sasaran yang menerima bantuan. Sementara bagi masyarakat tidak jelas siapa yang merencanakan, melaksanakan dan mengawasi program atau proyek pembangunan tersebut. Kenyataannya realisasi program atau proyek pembangunan tersebut tidak tepat sasaran dan kurang berkualitas. Sebagai contoh program sarana air bersih yaitu proyek penyediaan bak air MCK (mandi, cuci dan kakus) dalam jangka waktu lima atau enam bulan sudah retak bahkan bocor. Agaknya memang demikian diciptakan, supaya tahun anggaran berikutnya diharapkan ada proyek renopasi, melanjutkan, atau membangun baru. Contoh yang lain adalah tidak bergulirnya dana IDT, dengan demikian tujuan semula program IDT tidak tercapai yaitu dalam jangka waktu tertentu penerima pertama harus menggulirkan dana IDT kepada kelompok yang lain.<br />Atas dasar penilaian masyarakat ternyata<br /><br />program dan proyek pembangunan daerah hanya untuk diproyekkan disetiap tahun anggaran dalam APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota kepada sekelompok orang yang mendapatkan akses langsung kepada pihak pengambil keputusan.<br /><br />Sejak awal, perencanaan program/proyek pembangunan memang sangat sentralistis karena program tersebut bersifat nasional dan dibiayai dengan anggaran pemerintahan Pusat, Propinsi, Kabupaten dan Kota, serta disalurkan melalui bank-bank nasional. Intruksi Presiden dan Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota dari atas mengatur prosedur pelaksanaan secara detail. Beribu-ribu rencana program atau proyek dari Desa dibawa ke Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk dimintakan persetujuannya, karena memang merekalah yang memiliki anggaran dalam APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, dan Kota Dari deskripsi di atas, bila kita kembalikan pada kriteria teoritis, maka secara singkat terlihat bahwa program dan proyek tersebut dilihat dari struktur dan proses, pelaksanaan dan pengelolaan program dan proyek sangat bersifat sentralistis (top-down planning), birokrasi sangat tinggi dan penuh regulasi.<br /><br />Dengan demikian salah satu faktor yang menyebabkan sentralisasi penyusunan dan pelaksanaan program adalah disebabkan pemerintahan dearah yang berotonomi belum optimal menggali dan mengelola sumber dana sendiri, meskipun sumber-sumbernya ada, dalam rangka pembiayaan program pembangunannnya. Dengan demikian, pemerintahan daerah tidak pernah atau belum optimal menyusun anggaran pembangunannya dalam APBD.<br />Persoalan lain yang tidak kalah penting dalam pembangunan daerah<br />adalah, terutama dalam<br />membangkitkan kesadaran<br /><br />masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Dalam hal ini, sangat diperlukan peranan tokoh pimpinan formal dan informal sebagai figur kepemimpinan. Kepemimpinan yang baik adalah pemimpin yang memahami situasi dan kondisi yang dihadapi, sehingga memahami betul kapan saatnya dan dimana tempat yang tepat untuk melakukan tindakan (action).<br /><br />Selain kepemimpinan, dalam menggerakkan masyarakat diperlukan pula kegiatan memotivasi dan komunikasi yang baik. Tentunya kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang tidak memberikan contoh perbuatan yang tercela, bermoral yang baik, mendahulukan kepentingan orang banyak dari kepentingan pribadi, mengayomi dan memiliki otos dan semangat kerja yang tinggi, berkerja keras, jujur dan berlaku adil.<br /><br />Dalam pembangunan daerah di Provinsi Riau ke depan, figur kepemimpinan yang bertanggungjawab yang selalu didambakan dan diharapkan masyarakat daerah. Untuk mendapatkan pemimpin yang demikian, perlu proses pemilihan kepala daerah yang transparan, demokratis dan tanpa campur tangan dari Pemerintah Pusat dan kelompok kepentingan serta bebas KKN. Disinilah letak arti pentingnya pembangunan sosial terutama dalam mengaktualisasi nilai- nilai demokrasi dan partisipasi dalam pembangunan. Selain itu diperlukan pula pembinaaan sumber daya manusia aparatur Pemerintah melalui pendidikan<br />lanjutan, kursus-kursus dan pelatihan.<br /><br />Dalam pengawasan dan evaluasi pembangunan daerah tidak jelas pula siapa yang melaksanakannya, sebagai contoh yang telah dikemukakan misalnya banyak program dan proyek yang tidak berkualitas, namun tidak pernah ada tindakan tegas untuk memperbaiki. Kenyataannya masyarakat tidak mengerti dan masih takut kepada siapa dan bagaimana caranya untuk melaporkan kegiatan program dan proyek yang tidak berkualitas atau menyimpang tersebut, termasuk kekayaan pejabat daerah yang patut dicurigai. Keberadaan DPRD yang diharapkan memberikan kontrol terhadap jalannya program dan proyek ternyata tidak berfungsi dengan optimal, karena keberadaan lembaga tersebut hanya lebih meutamakan kepentingan pribadi, kelompok, disamping belum diberdayakan. Hanya LSM dan Mahasiswa yang masih punya hati nurani memperjuangkan<br />hak-hak<br />rakyat<br />dan<br />penyimpangan<br />pelaksanaan<br />pembangunan.<br /><br />Berdasarkan uraian di atas tentang berbagai faktor yang menyebabkan kurang optimalnya implementasi program pembangunan daerah, telah memberi ketegasan bahwa diperlukan proses pembelajaran antara masyarakat lokal dengan birokrat dalam pembangunan. Maksud gagasan ini adalah supaya program-program pembangunan diarahkan kepada peningkatan kapasitas organisasi dan masyarakat lokal untuk mampu melaksanakan program/proyek pembangunan secara mandiri. Dengan demikian, melalui proses pembelajaran dan pembinaaan dari Pemerintah yang telah memiliki sumber daya manusia yang memadai diharapkan pula pada suatu saat organisasi dan masyarakat lokal akan mandiri dan berdaya.<br />Selain dari itu, dalam jangka waktu tertentu, Pemerintah<br /><br />Daerah memberikan dukungan sumber dana pembangunan kepada kelompok usaha masyarakat melalui lembaga-lembaga perekonomian daerah yang sudah dibentuk secara mapan, misalnya KUD dan Bank Pembangunan Daerah atau BPR. Dalam waktu yang bersamaan organisasi dan masyarakat lokal terus menggali dan mengembangkan sumber-sumber penerimaan pembangunan.<br />K2i DI PROVINSI RIAU<br />TPK2-GUBRI 2003-2008<br />31<br /><br />Dengan demikian strategi pembangunan jangka panjang melalui otonomi Daerah yang berswadaya dan mandiri diharapkan dapat memberdayakan masyarakat (empewerment people) di daerah. Sehingga masyarakat lebih mengerti akan tugas dan tanggung jawabnya. Secara tidak langsung partisipasi masyarakat dalam pembangunan akan meningkat pula.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-39248951032855852642011-01-07T08:21:00.000-08:002011-01-07T08:23:57.243-08:00Sistem Terbuka Perencanaan Strategis Dalam Pembangunan Daerah yang KontekstualE. Sistem Terbuka Perencanaan Strategis Dalam Pembangunan Daerah<br />yang Kontekstual<br />Dalam tahap pengembangan dan penerapannya, ternyata<br /><br />konsep perencanaan strategis telah memberikan napas baru dan darah segar pada organisasi publik dan nirlaba (sektor ketiga). Bryson (1991:49) menyatakan bahwa manakala perencanaan strategis diterapkan secara tepat dalam lingkungan publik dan nirlaba, perencanaan strategis memberikan sekumpulan konsep, prosedur, dan alat untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi. Selanjutnya Bryson (1991:50) menyatakan pula bahwa proses perencanaan strategis yang responsif terhadap situasi yang berbeda dalam sektor publik dan nirlaba harus dikembangkan dan diuji.<br /><br />Beberapa konsep manajemen dan perencanaan strategis yang telah dikembangkan di organisasi sektor swasta, publik dan nirlaba (sektor ketiga) sebagaimana yang dikemukakan di atas, ternyata dapat dijadikan landasan penelitian pada organisasi sektor publik. Tampa terkecuali termasuk pula pada organisasi yang lebih spesifik dan kecil lagi. Maksudnya, selain mengembangkan dan menguji, dimaksudkan pula untuk menemukan kendala-kendala, modifikasi dan penyesuaian. Sehingga diharapkan penggunaannya lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan perencanaan yang dipraktekkan sekarang yang masih dirasakan terlalu sentralistis (top-down).<br /><br />Sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan daerah yang kontekstual tersebut apabila diterapkan pada perencanaan pembangunan daerah akan lebih efektif dan efisien. Dengan pertimbangan bahwa konsep sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan daerah yang kontekstual memberikan nilai tambah, yaitu :Pertama, memperlihatkan adanya reformasi administrasi dalam perbaikan sistem perencanaan pembangunan yang selama ini telah dipolakan dalam peraturan perundangan;Kedua, perencanaan pembanguan daerah dirumuskan atas dasar nilai efektivitas dan efisiensinya bukan atas dasar kepentingan;Ketiga, pendekatan pembangunan daerah dirasakan lebih kontekstual dengan anggapan bahwa faktor-faktor lingkungan adalah penting, mengingat selama ini faktor-faktor lingkungan kurang dipertimbangkan;Keempat, dalam proses pembangunan daerah menekankan kepada adanya proses pembelajaran kepada masyarakat lokal; danKelima, dengan sistem terbuka perencanaan strategis selalu berusaha menjaga keberadaan dan keberlanjutan melalui kestabilan situasi dan kondisi internal dan eksternal secara proporsional (komparatif), holistik, intrasektoral, dan fungsional.<br /><br />Paling tidak ada sembilan tipelogi atau karakteristik daerah di Provinsi Riau yang masing-masingnya menggambarkan potensi alam dan potensi masyarakatnya. Dengan demikian strategi pembangunan yang seharusnya dikembangkan adalah dengan sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan daerah dengan prioritas pembangunan yang disesuaikan dengan potensi Daerahnya masing-masing, yaitu : potensi persawahan, potensi perladangan, potensi perkebunan, potensi peternakan, potensi perikanan, potensi industri besar dan sedang, potensi industri kecil dan kerajinan, potensi jasa, poelabuhan dan perdagangan, dan potensi pariwisata.<br /><br />Pembagian tipelogi berdasarkan karakteristik daerah tersebut tidak dimaksudkan untuk mengarahkan pembangunan daerah di Provinsi Riau hanya kepada spesialisasi produksi, melainkan atas dasar supaya adanya kecocokan strategi dan proritas program pembangunan yang dikembangkan dengan potensi alam dan potensi masyarakat yang sebenarnya, dalam rangka pembangunan daerah yang kontekstual.<br /><br />Dengan demikian perencanaan pembangunan daerah yang dianggap lebih efektif dan efisien karena lebih kontekstual adalah suatu sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan daerah yang kontekstual. <br /><br /> F. Konsep Perencanaan Strategis Pembangunan Daerah<br /><br />Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa perencanaan pembangunan daerah di Riau, lebih menitikberatkan pada ekstrapolasi masa lampau. Para perencana di berbagai tingkatan, mulai dari Musyawarah Pembangunan Tingkat Desa, Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan (Rapat UDKP), Foroum Koordinasi dan Konsultasi Pembangunan Kabupaten/Kota dan Provinsi, selalu meninjau kembali hasil mereka dari satu atau lima tahun sebelumnya dan memproyeksikan pola yang sama untuk satu atau lima tahun berikutnya, dengan membuat penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan yang mereka ketahui akan terjadi kelak. Praktek perencanaan semacam ini jelas mengabaikan dinamika organisasi, karena setiap saat organisasi selalu berubah sebagai akibat tuntutan faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal yang tidak mungkin dapat dielakkan dan beberapa perubahan lain sebagai hasil dari usaha kreativitas manusia.<br /><br />Melakukan penyesuaian-penyesuain dengan tuntutan lingkungan tidak mungkin harus menunggu satu atau lima tahun yang akan datang. Proses perencanaan yang efektif harus secara proaktif ditujukan untuk mengantisipasi beberapa perubahan yang tidak bisa dielakkan dan beberapa perubahan lain sebagai usaha kreativitas manusia.<br /><br />Dengan demikian sudah saatnya secara bertahap sistem terbuka perencanaan strategis yang berorientasi kepada kualitas, keilmuan, dan kelompok secara bersungguh-sungguh diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Berorientasi kepada kualitas maksudnya perencanaan strategis menciptakan dan mengembangkan seperangkat nilai dan keyakinan yang akan membuat setiap orang mengetahui bahwa kualitas fisik, mental, moral, pendidikan, teknis, dan kualitas pengalaman, serta kualitas hasil adalah tuntutan yang paling utama.<br /><br />Berorientasi kepada keilmuan maksudnya perencanaan strategis mendasarkan diri kepada bahwa semua tugas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi manajerial dapat dan harus dianalisis melalui metode ilmu pengetahuan yang mencakup observasi, pengumpulan data, analisis, pengujian dan implementasi aktual. Berorientasi kepada kelompok (tim) maksudnya perencanaan strategis dapat mengkondisikan setiap orang untuk berperilaku dan berkerjasama sesuai dengan tuntutan organisasi atau terciptanya sistem sosial yang kooperatif. Mensikapi perkembangan perencanaan pembangunan daerah di Riau sampai saat ini, justru data dan informasi bagi para pengambil keputusan sungguh tidak memadai, sehingga model pembangunan yang diterapkan tidak sesuai dengan kondisi objektif (kontekstual) yang sebenarnya.<br /><br />Data dan informasi yang ada di Perdesaan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, dan Provinsi, secara berurut sama kurang lengkapnya. Dengan demikian informasi yang ada tidak memadai untuk dijadikan bahan pengambilan keputusan dalam perencanaan strategis pembangunan. Akibatnya rencana- rencana strategis jangka panjang, menengah dan pendek untuk efektivitas manajemen dari peluang dan tantangan lingkungan organisasi, meliputi : prumusan misi, tujuan spesifik, strategi-strategi, dan kebijakan, program, dan proyek belum dirumuskan secara sistemik dan terpadu.<br /><br />Praktek selama ini dalam pertemuan Musyawarah Pembangunan Tingkat Desa (MUSBANGDES) dan Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan (Rapat UDKP). Tergambar dengan jelas bahwa dalam proses pengambilan keputusan, waktu presentasi atau penyampaian usulan dari setiap perwakilan sangat singkat, sekitar 10 menit, sedangkan materi usulan rencana pembangunan cukup banyak, sehingga tidak semua materi dapat tersampaikan untuk dibahas. Selain itu, dalam pembahasan materi usulan setiap perwakilan RT, RW, dan Dusun bertahan dengan argumentasinya untuk menggolkan usulan rencana pembangunan yang menjadi prioritasnya.<br /><br />Demikian pula dalam forum Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan, setiap Desa berusaha pula menggolkan usulan yang disampaikannnya. Suasana yang demikian terjadi pula pada Rapat Koordinasi dan Konsultasi Pembangunan di Kabupaten/Kota dan Provinsi.<br /><br />Tarik menarik kepentingan antara RT, RW, Dusun, Desa, Dinas dan Badan Daerah, membuat Musyawarah Pembangunan di semua tingkatan terasa kurang efektif. Tampak dengan jelas persipan rapat perumusan rencana strategis pembangunan kurang matang, metode dan mekanisme rapat tidak jelas, data dan informasi yang mendukung setiap usulan rencana strategis pembangunan tidak pula tersedia secara lengkap dan akurat. Hal yang demikian terus saja terjadi berulang-ulang disetiap tahun penyusunan rencana<br />pembangunan, tanpa ada perubahan dan peningkatan yang berarti.<br /><br />Sebahagian besar program dan proyek yang diusulkan dan disetujui dalam APBN, APBD Provinsi dan ABPD Kabupaten dan Kota tidak sesuai dengan potensi, harapan, keinginan dan kebutuhan kondisi objektif masyarakat setempat. Sesunguhnya yang menjadi harapan masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan, adalah membutuhkan modal dan sarana produksi dalam rangka peningkatan produktivitas usaha. Dalam kenyataannya program dan proyek yang direncanakan tidak memakai sekala prioritas, justru hanya didominasi pembangunan fisik, dan ternyata kurang produktif untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Justru program dan proyek tersebut hanya memberi keuntungan kepada para pelaksana dan para pejabat di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi yang mempunyai kewenangan dalam pengambilan keputusan. Antara bobot dan kualitas hasil program dan proyek dilapangan tidak sesuai dengan jumlah anggaran program/proyek<br /><br />yang telah disediakan. Maksudnya, disini telah terjadi kebocoran dana pembangunan, sebagai akibat lemahnya dalam fungsi pengawasan.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-81731263460222375382011-01-07T08:16:00.000-08:002011-01-07T08:20:41.626-08:00E-Goverment dan Data BaseD. E-Goverment dan Data Base<br /><br />Secara sederhana,E-Government dapat didefinisikan sebagai penyelenggaraan pemerintahan yang mampu mendorong dan memfasilitasi hubungan yang saling mendukung, selaras dan adil antara masyarakat, dunia usaha dan pemerintah, dengan memanfaatkan teknologi informasi, telekomunikasi, dan webset atau internet.<br />Dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerahE-<br />Governmentberfungsi antara lain:<br /><br />1. Mengoptimasikan pendapatan daerah yang dilaksanakan secara transparan, misalkan: Sistem Pelayanan Pajak dan Retribusi daerah, Sistem Pengelolaan Sumber Daya Alam, Sistem Kepemilikan Tanah, dan sebagainya. Ketika data potensi sumberdaya wilayah telah tertangani dengan baik melalui sistemE-Government yang dikembangkan, maka kesempatan akses ke perekonomian global akan meningkat sangat signifikan. Pada gilirannya hal tersebut akan meningkatkan kesejahteraan wilayah/Daerah.<br /><br />2. Meningkatkan citra dan kinerja aparatur pemerintahan daerah melalui peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan publik, misalnya: Sistem Layanan Kependudukan (KTP, Kartu Keluarga, Akta Lahir, Pernikahan, dan lain-lain), Sistem Layanan Perijinan Usaha, Sistem Informasi Keimigrasian, Sistem Informasi Izin Mengemudi dan sebagainya).<br /><br />3. Meningkatkan efisiensi administrasi kepemerintahan dan DPRD. Ada kelompok aplikasi yang dapat dimanfaatkan di pemerintahan maupun DPRD, misalnya: Sistem Pengelolaan Kepegawaian, Sistem Pelaporan Sistem Keuangan, Sistem Referensi On-line dan sebagainya. Melalui pemanfaatan sistem yang terpadu, kerjasama pemerintah dan DPRD akan dapat lebih efisien dan sinergis, termasuk dalam menampung dan melaksanakan aspirasi rakyat.<br /><br />4. Meningkatkan efektivitas perencanaan dan pengembangan daerah dengan memanfaatkan dukungan Sistem Informasi Potensi dan Kemajuan wilayah yang terpadu, akurat dan up-to-date.<br />Beberapa sistem pelayanan publik yang dapat dimanfaatkan dariE-<br />Government,antara lain :<br />1. Sistem Administrasi Perkantoran (SIAP)<br /><br />Sistem Administrasi Perkantoran (SIAP) adalah aplikasi sistem komputer yang dibangun untuk mekanisme kontrol, koordinasi, komunikasi dan penjadwalan pekerjaan yang akurat di lingkungan pemerintah daerah. SIAP merupakan Paket Layanan Administrasi Perkantoran dan dibuat berdasarkan web (web-based application). Pemanfaatan SIAP mempunyai sifat sebagai alat bantu untuk mempermudah dan memperbaiki cara bekerja yang telah ada terutama menyangkut komunikasi, koordinasi dan kerjasama antar pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah. Pengembangan atau penggabungan paket- paket aplikasi sistem komputer yang telah ada, baik yang telah terimplementasi maupun yang masih berupa konsep juga dimungkinkan.<br /><br />Dengan adanya aplikasi siap ini maka diharapkan akan mempercepat proses pekerjaan dan meningkatkan mutu dari pekerjaannya di lingkungan Pemerintah Daerah.<br />2.Sistem Informasi Eksekutif (SIE)<br /><br />Sistem ini berfungsi untuk membantu pemerintah, khususnya para eksekutif, mendapatkan informasi yang cepat dan tepat sesuai kebutuhan, berdasarkan data yang ada di Bank Data SIMDA. Tujuan adanya sistem ini agar para eksekutif yang terkait, dapat meningkatkan kualitas kebijakan dan keputusan serta peraturan berdasarkan informasi yang akurat sehingga memungkinkan pembuatan perencanaan strategis yang lebih baik dan memungkinkan pimpinan memahami apa yang terjadi di wilayahnya. Diharapkan pula dengan didukung oleh informasi yang akurat dan cepat maka manfaat dari kebijakan itu akan tepat sasaran. Hal ini pada akhirnya akan sangat membantu pemerintah dan masyarakatnya dalam menjalankan dan melaksanakan peraturan tersebut. Aplikasi eksekutif dapat berfungsi secara maksimal apabila system pendukungnya, berupa sistem aplikasi operasional dan sistem pengelolaan data telah berjalan dengan baik.<br />3.Sistem Informasi Kepegawaian (SIPEG)<br /><br />Merupakan suatu sistim yang mengelola data kepegawaian pemerintah daerah. Aplikasi ini merupakan salah satu modul dari Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang secara data saling berintegrasi dan dapat di manfaatkan oleh modul-modul lainnya.<br /><br />Aplikasi ini dikelola oleh Bagian Kepegawaian Daerah, dimana seluruh urusan kepegawaian dilakukan. Melalui jaringan komputer aplikasi ini dapat dihubungkan dengan aplikasi kepegawaian yang ada pada instansi-instansi lain sesuai dengan keperluan. SIPEG dioperasikan melalui Jaringan komputer (intranet) sehingga dapat diakses oleh seluruh pegawai (dengan tingkat keamanan yang disesuaikan), dengan database terpusat yang dikelola oleh instansi sektoral terkait atau oleh Bagian Kepegawaian.<br />4.Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD)<br /><br />SIKD merupakan suatu sistem aplikasi yang berfungasi untuk mengelola data dan informasi keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintahan Daerah. Aplikasi ini dalam pengoperasiannya dikelola oleh instansi yang berwenang dalam pengelolaan keuangan daerah, dalam hal ini Biro Keuangan. Melalui jaringan computer unit-unit lain yang terkait seperti Kas Daerah, BPD atau Dinas terkait dapat mengakses sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Aplikasi ini merupakan salah satu modul dari Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang secara data saling berintegrasi dan dapat di manfaatkan oleh modul-modul lainnya. Data-data dalam aplikasi ini dapat digunakan misalnya oleh Sistem Informasi Eksekutif, sehingga Pimpinan Pemerintahan atau DPRD dapat memonitor target dan realisasi pendapatan dan belanja daerah.<br />5.Sistem Logistik Daerah (SILOGDA)<br /><br />Merupakan suatu sistem aplikasi yang mengelola Aset/logistik yang dikuasai oleh pemerintahan daerah. Aplikasi ini merupakan salah satu modul dari Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang secara data saling berintegrasi dan dapat di manfaatkan oleh modulmodul lainnya. Khusus aplikasi ini, yang berwenang dalam pengoperasiannya adalah instansi yang berwenang dalam pengelolaan aset/logistik daerah, misalnya Biro/ Bag Perlengkapan. Namun dalam manajemen pemeliharaan aset/logistik bila telah di distribusikan ke instansi yang terkait maka menjadi tanggungjawab instansi tersebut. Juga dalam beberapa kasus, terutama dalam pengadaan rutin biasanya wewenang pengadaannya di serahkan kepada instansi terkait. Untuk mendukung hal tersebut maka sebagai satu kesatuan dari Sistem Manajemen Aset dan Logistik Daerah, di setiap instansi dibanguna aplikasi pendukung yang khusus menangani laporan pemeliharaan aset/logistik tersebut dan juga laporan pengadaan barang-barang rutin di instansi.<br />6. Sistem Arsip Daerah ( SIARDA )<br /><br />Merupakan suatu sistem aplikasi yang berfungsi untuk mengelola data surat menyurat dan kearsipan di lingkungan Pemerintahan Daerah, termasuk didalamnya adalah pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pengarsipan Dokumen Elektronik (SIMPDE). Aplikasi ini dalam pengoperasiannya dikelola oleh instansi yang berwenang dalam pengelolaan arsip atau administrasi, dalam hal ini Biro Umum dan Kantor Pengelolaan Data Elektronik (KPDE) atau instansi terkait lainnya. Pada masing-masing instansi, aplikasi ini dapat dipasang dan terintegrasi dengan aplikasi yang ada pada Biro Umum. Melalui jaringan komputer seluruh kearsipan dapat dikelola dengan lebih cepat cermat dan teratur. Pihak-pihak yang berwenang akan dapat mengakses sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Aplikasi ini merupakan salah satu modul dari Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang secara data saling berintegrasi dan dapat di manfaatkan oleh modulmodul lainnya. Data-data dalam aplikasi ini dapat digunakan misalnya oleh Sistem Informasi Eksekutif, sehingga Pimpinan Pemerintahan atau yang berwenang dapat melihat kembali atau mencari arsip atau surat yang diperlukan dengan mudah dan cepat.<br />7.Sistem Informasi Organisasi Daerah (SIORGDA)<br /><br />SIORGDA adalah aplikasi untuk mengelola informasi tentang organisasi dan lembaga/instansi yang ada dimana aplikasi ini digunakan, baik mengenai dasar hukum, tupoksi atau informasi lain yang berhubungan dengan struktur organisasi sesusai dengan SOTK pemerintah daerah setempat Aplikasi ini merupakan salah satu modul dari Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang secara data saling berintegrasi dan dapat di manfaatkan oleh modulmodul lainnya. Data-data dalam aplikasi ini dapat digunakan misalnya oleh Sistem Informasi Eksekutif, sehingga Pimpinan Pemerintahan dengan mudah dapat melihat data-data instansi, organisasi yang ada dibawah organisasi yang dipimpinnya. User yang berwenang dapat melihat dasar hukum, tupoksi atau data lain yang berhubungan dengan organisasi yang bersangkutan.<br />8.Sistem Informasi Kependudukan (SIMDUK)<br /><br />Sistem ini merupakan salah satu modul dalam SIMDA yang digunakan untuk manajemen kependudukan di suatu daerah. Data-data yang dikelola mulai dari data dasar mengenai kependudukan, seperti nama, alamat, jenis kelamin, pendidikan sampai dengan sebararan pendapatan. SIMDUK bertujuan untuk dijadikan sebagai database terpusat di Pemerintah daerah mengenai kependudukan. Sehingga sistem ini bisa juga di dihubungkan dan sebagai salah satu data dasar bagi SIMTAP (misal untuk pelayanan KTP) SIMDUK ini. <br /> 9.Sistem Pelayanan Satu Atap (SIMTAP)<br /><br />Sistem Pelayanan Satu Atap merupakan sistem perijinan, untuk mengatur semua perijinan (atau sebagian, sesuai keinginan) yang berhubungan dengan pemerintahan, mulai dari KTP,IMB sampai izin usaha dapat dilayani pada satu tempat / atap. Dengan sistem ini pelayanan masyarakat dapat dilayani secara optimal dan memuaskan. Sistem ini sangat menunjang kegiatan masyarakat dan perusahaan swasta untuk ikut berperan dalam membangun daerah. Merupakan aplikasi pelayanan masyarakat untuk melayani berbagai jenis system pelayanan masyarakat di lingkungan Pemerintah Kabupaten atau Kota, yang secara fisik dilakukan di satu tempat atau satu gedung. Petugas loket melakukan pelayanan kepada masyarakat menggunakan aplikasi SIMTAP. Melalui jaringan intranet, aplikasi ini terhubung dengan unit atau instansi terkait yang memiliki wewenang dalam mengeluarkan/menerbitkan suatu surat izin atau surat keterangan lain. Aplikasi ini dihubungkan dengan Sistem Pelayanan Informasi Masyarakat (SPIM), sehingga masyarakat yang berkepentingan dapat memonitor status dari process pengurusan surat izin yang bersangkutan yang sedang dilakukan.<br />10.Sistem Pengelolaan Data Unggulan (SP Unggulan)<br /><br />Aplikasi ini berfungsi untuk mengelola data unggulan yang terdapat di daerah, yang akan kelola dan diinformasikan pada masyarakat, kepada eksekutif atau kepada pihak pihak yang berkepentingan. Data yang diberikan disesuaikan dengan kewenangan dari user yang melihat, serta sesuai dengan kerahasiaan dan kegunaan dari data yang akan dikelola atau diinformasikan. Aplikasi ini dikelola oleh dinas atau instansi terkait yang memiliki wewenang dalam mengelola data-data tersebut, sehingga kebenaran dan keterkinian data yang bersangkutan akan terjaga. Juga informasi yang tersebar tidak simpang siur dan jelas karena dikelola ‘langsung’ oleh dinas/instansi yang bersangkutan.<br />11.Sistem Pengelolaan Data Penunjang (SP Penunjang)<br />Aplikasi ini berfungsi untuk mengelola data penunjang yang terdapat di<br />daerah, yang akan kelola dan diinformasikan pada masyarakat, kepada eksekutif<br /> atau kepada pihakpihak yang berkepentingan. Data penunjang ini merupakan data yang bersifat dasar yang diperlukan untuk pengolahan pusat bank data dalam SIMDA, seperti untuk SIE, SIMDUK, SI Promosi Daerah. Sifat dari aplikasi ini adalah sebagai komplementer bagi sistem informasi lainnya. Aplikasi ini dikelola oleh dinas atau instansi terkait yang memiliki wewenang dalam mengelola data-data tersebut, sehingga kebenaran dan keterkinian data yang bersangkutan akan terjaga. Juga informasi yang tersebar tidak simpang siur dan jelas karena dikelola ‘langsung’ oleh dinas/instansi yang bersangkutan.<br />12. Sistem Perencanaan Pembangunan (SPP)<br /><br />Sistem ini berfungsi untuk membantu Pemerintah daerah dalam merencanakan pembangunan berdasarkan sektor pembangunan yang dicanangkan, mulai konsep kerja, mitra kerja sampai perencanaan sumber pendanaan pembangunan, berdasarkan Bank Data SIMDA. Tujuan adanya sistem ini agar para eksekutif yang terkait, dapat meningkat kualitas perencanaan pembangunan dan mensinergikan agenda pembangunan di lingkungan Pemerintah Daerah Dengan adanya sistem ini diharapkan dapat meningkatkan koordinasi pembangunan dari masing-masing instansi terkait. Hal ini dapat direalisasi dengan adanya SIMDA yang mampu mengintegrasikan keseluruhan sistem-sistem di lingkungan Pemerintah Daerah.<br />13.Sistem Informasi Promosi Daerah (PROMODA)<br /><br />Sistem ini berfungsi untuk mempromosikan potensi dan produksi yang ada didaerah, sehingga dapat menarik minat para investor untuk berinvestasi di daerah. Juga sekaligus memperluas target pasar bagi produk yang ada di wilayah tersebut. Peranan pokok dari Sistem Promosi pelayanan terpadu ini adalah sebagai suatu institusi yang dapat menjembatani kesenjangan antara kekurangsiapan organisasi dengan tuntutan pelayanan paripurna dari kalangan dunia usaha. Lebih jauh lagi sistem ini dapat diterapkan secara bertahap dan modular tanpa kehilangan arah menuju suatu pelayanan yang terpadu dan paripurna. <br /> Adapun maksud dari pembangunan sistem promosi ini adalah:<br /><br />a. Menelusuri, mempelajari secara seksama dan membuat referensi dasar yang praktis dan bermutu mengenai potensi daerah bagi Pemda serta institusi lain yang berkepentingan baik swasta, pemerintah maupun kalangan internasional mengenai daerah tersebut.<br />b. Membangun strategi komunikasi dasar untuk promosi.<br /><br />c. Meningkatkan kualitas pelayanan dan informasi daerah secara praktis, terpadu, berkualitas dan mudah diakses oleh berbagai kalangan yang berkepentingan khususnya yang berkaitan dengan pariwisata dan dunia usaha.<br /><br />d. Membangun suatu pondasi yang praktis namun berkualitas guna pengembangan berbagai layanan maupun sistem aplikasi lain berkaitan dengan Perdagangan maupun administrasi pemerintahan.<br />14.Sistem Pelayanan Informasi Masyarakat (SPIM)<br /><br />Di beberapa daerah dikenal juga dengan istilah Sistem Informasi Manajemen Hubungan Masyarakat (SIMHUMAS). Sistem ini berfungsisebagai sarana utama bagi pemerintahan dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan pemerintahan serta informasi lain seputar pemerintahan yang layak diberikan kepada masyarakat Tujuan adanya sistem ini agar para eksekutif yang terkait, dapat meningkatkan kualitas kebijakan dan keputusan serta peraturan berdasarkan informasi yang akurat. Dengan adanya sistem ini maka kondisi pemerintah yangakuntabilitas serta terkontrol oleh masyarakat dapat direalisasikan. Selain informasi yang tersebut, melalui sistem ini dapat pula memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kewenangan dari daerah.<br />15.Sistem Program dan Proyek Daerah (SIPRODA)<br /><br />Di beberapa Pemerintah Daerah dikenal juga dengan istilah Sistem Informasi Pengendalian Kegiatan (SIPK). Merupakan suatu sistem aplikasi yang membantu dalam fungsi pengendalian proyek-proyek yang terdapat pada pemerintahan. Aplikasi ini merupakan salah satu modul dari Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang secara data terintegrasi dengan modul-modul lainnya . Struktur data yang terintegrasi ini, dapat dimanfaatkan pada modul- modul yang lain untuk diolah berdasarkan kebutuhan. Tetapi "independancy" aplikasi ini tetap terjaga sehingga berkemampuan juga untuk berdiri sendiri dan tidak tergantung dengan modul yang lain. Aplikasi ini, dapat dioperasikan penggunaannya pada instansi yang berwenang misalnya Biro Perencanaan dan Pengendalian Proyek Pemerintah Daerah. Dengan sifat "indepedancy" yang terdapat pada aplikasi ini, memungkinkan penggunaannya pada lembaga- lembaga pemerintahan lainnya yang membutuhkan suatu sistem pengendalian proyek.<br />16. Sistem Informasi Wilayah Daerah (SIWILDA)<br /><br />Di beberapa Pemerintah Daerah dikenal juga dengan istilah Sistem Informasi Geografis (SIG). SIWILDA merupakan aplikasi untuk mengelola data yang berhubungan dengan wilayah suatu daerah dimana aplikasi ini digunakan. Aplikasi ini merupakan salah satu modul dari Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang secara data saling berintegrasi dan dapat di manfaatkan oleh modul modul lainnya. Data-data dalam aplikasi ini dapat digunakan misalnya oleh Sistem Informasi Eksekutif, sehingga Pimpinan Pemerintahan atau yang berwenang dapat melihat wilayah mana saja yang merupakan bagian dari daerah yang bersangkutan. Aplikasi ini juga dapat di-integrasikan dengan GIS (Geographical Information System) yang menampilkan peta dari wilayah-wilayah yang ada.<br /><br />Dalam rangka memenuhi kebutuhan data dan informasi webset atau internet tersebut diatas perlu dilakukan pengumpulan data dan informasi ke dalam data base. Data dan informasi tersebut berupa :<br /><br />1. Data geogarfis (peta) sampai level kecamatan, meliputi batas administratif, Pemerintahan, kota, pelabuhan, pelabuhan udara, jalan raya dan sungai. <br /> 2. Profil desa, meliputi data geografi, kependudukan, sosial, ekonomi dan<br />infrastruktur.<br />3. Pertanian sampai dengan tingkat kecamatan, meliputi:<br />a. Tanaman pangan dan pemakaian pupuk<br />b. Hortikultura<br />c. Perkebunan<br />d. Peternakan<br />e. Kehutanan<br />f. Perikanan<br />4. Profil ekonomi Propinsi dan Kabupaten<br />5. Industri<br />6. Pertambangan Umum<br />17. Sistem Terbuka Perencanaan Strategis<br /><br />Kenyataannya selama ini dalam praktek, perencanaan pembangunan daerah hanyalah semata-mata merupakan penjawantahan keinginan pemerintahan Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat,<br /><br />atas dasar suatu kepentingan dan bukan berdasarkan nilai efektivitas dan efisiensi dari suatu perencanaan pembangunan.<br /><br />Pendekatan pembangunan daerah selama ini tidak menurut konteksnya. Sesungguhnya pembangunan yang kontekstual tidak lain adalah suatu pembangunan yang didasarkan kepada setting setempat, dengan mengakomudasi faktor-faktor lingkungan. Fokus utamanya mengelola dan memobilisasi sumber-sumber yang terdapat di komunitas untuk memenuhi kebutuhan mereka dan menyesuaikan dengan kondisi lokal. Disinilah arti peting suatu kegiatan pra kondisi perencanaan strategis sebelum perumusan rencana strategis pembangunan daerah, karena hasil kegiatan pra kondisi perencanaan strategis akan memberikan informasi dan data kepada perencana sehingga rumusan rencana strategis akan lebih sesuai dengan situasi dan kondisi internal dan eksternal didaerah. Dengan demikian implementasi program dan kegiatan pembangunan akan lebih jelas tujuan dan sasarannya, dan pada akhirnya<br />pembangunan daerah akan berhasil.<br /><br />Dalam proses pembangunan daerah selama ini belum optimal memberikan pembelajaran kepada masyarakat lokal. Proses pembelajaran maksudnya dalam melaksanakan pembangunan diperlukan adanya interaksi kolaboratif antara birokrasi dan komunitas, dimulai dari proses perencanaan sampai kepada evaluasi program dan kegiatan dengan mendasarkan diri pada sikap saling belajar. Dengan demikian pada suatu saat masyarakat akan lebih diberdayakan karena lebih mengerti akan tugas dan tanggung jawabnya, sehingga tugas pemerintah dan ketergantungan masyarakat akan menjadi berkurang.<br /><br />Dalam tahap pengembangan dan penerapannya, ternyata system terbuka perencanaan strategis telah memberikan napas baru dan darah segar pada organisasi publik dan nirlaba (sektor ketiga). Bryson (1991:49) menyatakan bahwa manakala perencanaan strategis diterapkan secara tepat dalam lingkungan publik dan nirlaba, perencanaan strategis memberikan sekumpulan konsep, prosedur, dan alat untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi. Selanjutnya Bryson (1991:50) menyatakan pula bahwa proses perencanaan strategis yang responsif terhadap situasi yang berbeda dalam sektor publik dan nirlaba harus dikembangkan dan diuji.<br /><br />Beberapa konsep manajemen dan perencanaan strategis yang telah dikembangkan di organisasi sektor swasta, publik dan nirlaba (sektor ketiga) sebagaimana yang dikemukakan di atas, ternyata dapat dijadikan landasan pengembangan<br /><br />pada organisasi sektor publik. Dengan demikian penggunaannya lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan perencanaan yang dipraktekkan sekarang yang masih dirasakan terlalu sentralistis (top-<br />down).<br />Langkah-langkah sistem terbuka perencanaan strategis dalam konteks di<br />Provinsi Riau adalah sebagai berikut :<br />I.<br /><br />Kegiatan Pra Kondisi Perencanaan Strategis, terdiri dari :<br />1). Analisis Potensi Alam Daerah<br />2). Analisis Potensi Masyarakat Daerah<br /> 3). Analisis Keadaan Pemerintahan Daerah<br />4). Analisis Sumber Pendapatan (Penerimaan Keuangan) Daerah<br />5). Analisis Kebutuhan Masyarakat Daerah<br />6). Analisis Kebijakan Pemerintah Pusat<br />7). Analisis Kebutuhan Pasar dari Sumber Daerah<br />8). Analisis Perkembangan Teknologi Daerah, dan<br />9). Analisis Investasi Pemerintah dan Swasta Nasional di daerah<br />II.<br />Perumusan Rencana Strategis, terdiri dari :<br /><br />1). Organisasi Perencanaan<br />2). Merumuskan Tujuan<br />3). Merumuskan Sasaran<br /><br />4). Merumuskan Program dan Kegiatan<br />5). Organisasi Pelaksana Program dan Kegiatan<br />6). Sumber-sumber Daya yang Diperlukan, dan<br />7). Pengambilan Keputusan Strategis<br />III. Implementasi Program dan Kegiatan Pembangunan Daerah, yaitu :<br />A.<br /><br />Pengorganisasian Sumber-sumber Daya Pembangunan, terdiri dari :<br />1). Program Kerja Operasional<br />2). Pembentukan/Penunjukan Organisasi Pelaksana (Unit Kerja)/Tim<br /><br />3). Pembagian Kerja<br />4). Pemberian/Pelimpahan Wewenang<br />5). Pertanggungjawaban<br />6). Koordinasi<br />B.<br />Penggerakan/Pengendalian Sumber-sumber Daya Pembangunan, terdiri<br />dari :<br />1). Kepemimpinan<br />2). Sikap Mental Aparat<br />3). Disiplin<br />4). Motivasi 5). Komunikasi<br />6). Hubungan Baik (Human Relations)<br />C.<br />Evaluasi dan Pengawasan Program dan Proyek Pembangunan, terdiri<br /><br />dari :<br />1). Menetapkan Ukuran (Standarisasi)<br />2). Mengevaluasi dan Penilaian<br />3). Melakukan Koreksi dan Perbaikan<br />2. Pencapaian Tingkat Keberhasilan Pembangunan Daerah , yaitu :<br /><br />1.Kualitas Sumber Daya Manusia Masyarakat<br />2.Perekonomian Masyarakat<br />3.Fasilitas Umum<br />4.Keadaan Lingkungan Hidup<br />5.Keadilan Sosial Masyarakat<br />6.Partisipasi Masyarakat, dan<br />7.Pendapatan Keungan<br /><br />Konsep sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan perdesaan yang kontekstual tersebut apabila diterapkan pada perencanaan pembangunan perdesaan akan lebih efektif dan efisien. Dengan pertimbangan bahwa konsep sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan perdesaan yang kontekstual<br />memberikan nilai tambah, yaitu :Pertama,<br />memperlihatkan<br /><br />adanya reformasi administrasi dalam perbaikan sistem perencanaan pembangunan yang selama ini telah dipolakan dalam peraturan perundangan;Kedua, perencanaan pembanguan perdesaan dirumuskan atas dasar nilai efektivitas dan efisiensinya bukan atas dasar kepentingan;Ketiga, pendekatan pembangunan perdesaan dirasakan lebih kontekstual dengan anggapan bahwa faktor-faktor lingkungan adalah penting, mengingat selama ini faktor-faktor lingkungan kurang dipertimbangkan;Keempat, dalam proses pembangunan perdesaan menekankan kepada adanya proses pembelajaran kepada masyarakat lokal; danKelima, dengan sistem terbuka perencanaan strategis selalu berusaha menjaga keberadaan dan keberlanjutan melalu kestabilan situasi dan kondisi internal dan eksternal secara proporsional<br />(komparatif), holistik, intrasektoral, dan fungsional.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-30583285637727836152011-01-07T08:12:00.000-08:002011-01-07T08:14:29.489-08:00Sistem Pelayanan Terpadu dan Deregulasi Perizinan Investasihttp://www.scribd.com/doc/30476182/4/A-Reformasi-Administrasi-dan-Paradigma-Perencanaan-Pembangunan<br /><br /> C. Sistem Pelayanan Terpadu dan Deregulasi Perizinan Investasi<br /><br />Pemberian pelayanan umum oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat adalah merupakan perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Agar tercipta keseragaman pola dan langkah di bidang pelayanan umum oleh aparatur pemerintah, perlu adanya suatu sistem pelayanan yang efektif dan efisien.<br /><br />Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dalam Surat Keputusannya No. 81 Tahun 1993 Tanggal 25 November 1993 menegaskan bahwa pelayanan umum dilaksankan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau.<br /><br />Dalam hal penetapan tatalaksana pelayanan perizinan di bidang usaha, selain mengacu pada pedoman S.K. MENPAN No. 81 Tahun 1993 juga tetap berpedoman pada Intruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perizinan di bidang usaha.<br /><br />Dalam pengembangan ekonomi daerah, selain faktor modal dan teknologi juga adalah faktor tenaga kerja, kemampuan pasar, persaingan, situasi politik, kepastian hukum dan faktor perizinan. Kesemuanya itu merupakan penentu efektivitas, produktivitas dan efisiensi dalam berusaha. Setip pelaku ekonomi akan mempertimbangkan faktor tersebut dalam berinvestasi. Sistem pelayanan perizinan berinvestasi yang terpusat menghasilkan efisensi dalam pelayanan publik. Merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan daerah, karena dapat meningkatkan minat, gairah berinvestasi pada akhirnya meningkatkan perekonomian, pelayanan kepada publik dan pendapatan asli daerah.<br /><br />Dalam rangka menarik minat investor di era globalisasi dan perdagangan bebas, membangun sistem perizinan berinvestasi di Daerah dalam rangka menunjang pelaksanaan otonomi daerah merupakan salah satu<br /><br />dimensi terpenting. Mengingat, investor dalam menamkan modalnya selalu mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi, misalnya : selain faktor modal dan teknologi juga adalah faktor tenaga kerja, kemampuan pasar, persaingan, situasi politik, kepastian hukum dan faktor perizinan. Kesemuanya itu merupakan penentu efektivitas, produktivitas dan efisiensi dalam berusaha.<br /><br />Untuk mengantisipasi dan merealisasikan pelayanan yang menggairahkan bagi investor, Pemerintah Daerah Provinsi harus mampu menciptakan suasana yang kondunsif dan memberi kemudahan dalam bidang perizinan berinvestasi.<br /><br />Sistem pelayanan perizinan yang berlaku saat ini, pada kenyataannya dirasakan masyarakat masih ada hambatan birokratis. Terkesan dalam kebijakannya pemerintah sangat dilematis. Disatu sisi keberadaan investor merupakan salah satu sumber penyumbang penerimaan Pendapatan Asli Daerah, disisi yang lain investor merasa keberatan jika terlalu banyak jenis pemungutan, baik yang resmi maupun yang tidak resmi. Sistem yang demikian tentunya harus segera dilakukan penyempurnaan. Hal ini ditandai dengan :<br />1. Prosedur pengurusan izin yang berbelit-belit dan terlalu banyak instansi yang<br />terlibat;<br /><br />2. Biaya yang terlalu tinggi;<br />3. Persyaratan yang tidak relevan;<br />4. Waktu penyelesaian izin yang terlalu lama;<br />5. Kinerja pelayanan yang sangat rendah.<br /><br />Deregulasi dan debirokratisasi pelayanan terpadu (One Service Stop) oleh beberapa badan, dinas, Kantor terkait dalam bidang perizinan maupun dalam bidang yang lain merupakan hal yang sangat mendesak dalam kaitannya mempercepat pembangunan ekonomi kerakyatan dan pengentasan kemiskinan <br /> Secara umum Provinsi Riau memiliki kekayaan sumber daya alam dan budaya yang dapat dikembangkan menjadi usaha unggulan daerah dalam rangka mensejahterakan rakyatnya.<br /><br />Sejalan dengan misi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya alam secara maksimal diperlukan biaya investasi yang sangat besar, yang tidak mungkin dilakukan Pemerintah Provinsi Riau sendiri, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Riau harus sher dengan pemerintah Pusat, Kabupaten/Kota dan pihak investor.<br /><br />Pembentukan sitem unit pelayanan terpadu izin berinvestasi dan kegiatan promosi potensi daerah yang dilakukan secara terus menerus dalam jangkauan luas ke seluruh manca negara di era ekonomi pasar dan perdagangan dunia yang dilakukan dengan konsepE-Government mutlak mesti dilakukan daerah dalam rangka Provinsi Riau meraih keunggulan kompetitif dalam jangka panjang. Sistem unit pelayanan terpadu izin berinvestasi dan penerapan konsep<br /><br />E- Governmenttentunya didukung oleh adanya sistem pengelolaan data (data base).<br /><br />Investasi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB daerah, pembukaan dan perluasan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Oleh karena itu segala faktor yang mendorong minat investor ke suatu daerah Provinsi Riau harus dilakukan deregulasi perizinan sebagai bagian dari kunci keberhasilan pembangunan.<br /><br />Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menarik minat investor antara lain : apabila daerah dapat memberikan keamanan dan kenyamanan berinvestasi dan pelayanan yang prima termasuk informasi potensi sumber daya, dan kemudahan dalam pengurusan izin. Hal itu dapat dilakukan dengan cara :Pertama, pengumpulan dan pengolahan data base tentang potensi daerah;kedua, Pembentukan sistem unit pelayanan terpadu izin berinvestasi, disertai pemangkasan persyaratan yang tidak relevan dan pembebasan pemungutan biaya; danketiga, promosi potensi daerah berkaitan denagan investasi menggunakan konsep e-Government termasukwebsite secaraon line <br /> Selain dari kemudahan mendapatkan izin dengan memangkas beberapa persyaratan yang kurang perlu, perlu pula pemberian insentive lain dan membebaskan segala biaya. Mendapatkan pancing lebiah baik dari pada mendapat beberapa ekor ikan, artinya pendapatan dari biaya izin untuk PAD tidak seberapa apabila dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh daerah jika meningkatnya investasi.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-61869531427610063912011-01-07T08:05:00.000-08:002011-01-07T08:08:55.895-08:00Pendekatan Pembangunan Di Provinsi RiauSejalan dengan penyelenggaraan Otonomi Daerah di Era Reformasi, berdasarkan kondisi, potensi dan kemampuan riil daerah. Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Riau sekarang dapat dikatakan sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.<br /><br />Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, ada beberapa kelemahan mendasar yang sangat mempengaruhi daerah Riau dibandingkan dengan daerah lainnya, antara lain: struktur ekonomi yang terlalu bertumpu pada pengusaha besar, sehingga kurang merata dan mengakar ke bawah (trickle-<br />down-effect); kualitas sumber daya manusia (SDM) Riau yang masih lemah dan<br /><br />kurang mendapat sentuhan yang berarti; dan Pengelolaan sumber daya alam yang keuntungannya belum dibagi secara proporsional bagi daerah Riau. Selanjutnya untuk mengatasinya maka diperlukan strategi dasar yaitu : mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang berbasis pada penguatan usaha kecil, menengah dan koperasi; meningkatkan SDM untuk mampu bersaing dalam merebut setiap peluang di berbagai sektor kehidupan; dan diupayakan otonomi daerah yang lebih luas dan terus memperjuangkan pembagian keuntungan yang proporsional dalam pengelolaan setiap sumber daya alam yang dieksploitir di daerah Riau. Kesemuanya itu untuk menuju keadaan daerah Riau di era baru masa depan yang lebih baik.<br />A. Reformasi Administrasi dan Paradigma Perencanaan Pembangunan<br />Administrasi<br />pembangunan<br />diarahkan<br />untuk<br />mencapai<br /><br />tujuan pembangunan nasional khususnya negara-negara berkembang. Ruang lingkup disiplin tersebut bervariasi karena terdapat perbedaan dalam masalah dan lingkungan antara negara berkembang yang satu dengan negara yang lain. Hal ini dapat dilihat pada variasi bentuk reformasi administrasi yang ada, khususnya<br />pada perencanaan administrasinya.<br /><br />Reformasi administrasi adalah suatu sistem yang didesain untuk memperkenalkan perubahan-perubahan dasar dalam administrasi negara melalui transformasi sistem yang luas atau paling tidak melalui perbaikan salah satu atau lebih elemen-elemen kunci seperti struktur administrasi, organisasi territorial, manajemen anggaran, proses perencanaan, praktek-praktek kepegawaian dan proses administrasi lainnya dalam menghadapi perubahan- perubahan dari lingkungan administrasi negara.<br /><br />Orientasi reformasi administrasi tersebut tidak lain adalah perubahan- perubahan elemen-elemen kunci administrasi dan manajemen pembangunan sebagai usaha menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang berasal dari lingkungan, seperti lingkungan : alam, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan fisik.<br /><br />Perlu juga disadari bahwa reformasi administrasi saja, tidak cukup untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, karena faktor-faktor lain yang merupakan faktor lingkungan juga turut menentukan pencapaian tujuan pembangunan nasional. Faktor-faktor lingkungan yang dimaksud adalah : kemauan politik, sikap dan perilaku birokratis, norma-norma budaya, struktur ekonomi serta sistem penataan ruang dan fisik.<br /><br />Meskipun pada tingkat nasional terdapat perubahan paradigma dalam kebijakan dasar. Manifestasi dari perubahan paradigma pembangunan ini dapat terlihat dalam penyusunan kembali ranking prioritas Trilogi Pembangunan, dari stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan, menjadi pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional.<br /><br />Delapan jalur pemerataan merupakan tindakan operasional dari distribusi yang lebih merata, yaitu menciptakan akses yang sama dalam bidang pemenuhan kebutuhan dasar, pelayanan pendidikan, kesehatan, pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi dalam pembangunan oleh wanita dan kaum muda, distribusi yang merata usaha-usaha pembangunan, dan akses yang sama dalam bidang keadilan. <br /> Akan tetapi, adanya gejala yang menunjukkan bahwa keadaan golongan miskin belum banyak berubah dan adanya kerapuhan kita dalam menghadapi pergolakan ekonomi global, krisis politik dan menurunnya kepercayaan kepada Pemerintah, menunjukkan bahwa nilai-nilai pembangunan yang kita kejar selama ini masih perlu dipikirkan kembali. Issue tentang nilai pembangunan yang baru, yaitu pergeseran paradigma dalam strategi perencanaan pembangunan dari strategi terpusat (center-down planning) menjadi perencanaan yang mengakomodasi kepentingan pusat dan aspirasi dari bawah.<br /><br />Pembangunan yang berpusat pada manusia tidak lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia itu sendiri. Manusia dimotivasi supaya tidak menjadi penerima pasif pelayanan publik, dan menjadi makhluk yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam memecahkan masalahnya sendiri dan menghadapi berbagai tantangan.<br />B. Restrukturisasi Organisasi dan Tata Laksana Pemerintah Daerah<br /><br />Sejalan dengan munculnya berbagai masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, pemerintah kemudian merevisi PP Nomor 84 tahun 2000, melalui PP Nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Terkait dengan itu, perlu dilakukan evaluasi secara terus menerus terhadap organisasi perangkat daerah Provinsi Riau dalam kerangka PP Nomor 8 tahun 2003 agar dapat dibentuk organisasi yang reponsif dalam penyelangaraan pelayanan publik.<br /><br />Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 menyatakan Pemerintahan Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonomi sebagai Badan Eksekutif Daerah. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tersebut menyebutkan pula bahwa Pemerintah Daerah terdiri dari Perangkat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah lainnya. Sekretariat Daerah adalah unsur staf (supporting staff), dengan tugas pokok melayani (to serve, to think). Dinas Daerah unsur lini (techno structure), dengan tugas pokok melaksanakan (to do,<br />to act), dan Lembaga Teknis Daerah dapat berupa unsur lini atau unsur staff<br /> auxiliarydengan tugas membantu pemimpin dan mendukung kegiatan kegiatan<br />unsur lini.<br />Sejalan dengan itu, maka organisasi perangkat daerah dibentuik<br />berdasarkan pertimbangan:<br />1. Kewenangan pemerintah yang dimiliki daerah;<br />2. Karakteristik, potensi, dan kebutuhan daerah (dituangkan dalam bentuk visi<br /><br />dan misi daerah);<br />3. Kemampuan keuangan daerah;<br />4. Ketersedian sumber daya aparatur;<br />5. Pengembangan pola kerjasama antar Daerah dan/atau dengan pihak ketiga.<br /><br />Terbitnya PP Nomor 8 tahun 2003 sebagai pengganti PP nomor 84 tahun 2000 membawa implikasi pada perubahan struktur organisasi pemerintahan daerah. Hasil evaluasi yang berupa penilaian atas faktor dan indikator kondisi objektif daerah akan mengakibatkan perubahan organisasi perangkat daerah menjadi beberapa kemungkinan yaitu pembentukan unit baru, penggabungan unit-unit yang sudah ada dan perubahan fungsi unit-unit yang sudah ada dan perubahan fungsi unit-unit yang sudah ada baik pada Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah.<br /><br />Implikasi kebijakan ini memberikan isyarat perbaikan dalam hal : uraian jabatan organisasi pemerintah daerah sebaiknya tertuang dalam setiap Buku Pedoman Organisasi di Sektariat daerah, Dinas, Badan dan Kantor. Uraian jabatan selain mendeskripsikan tugas pokok dan fungsi bagian, bidang, sub bidang, seksi, subseksi, dan urusan, serta uraian tugas setiap pejabat dan pegawai. Uraian jabatan yang baik juga harus tergambar kondisi fisik kerja, lingkungan kerja dan peralatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Buku pedoman organisasi dilengkapi pula dengan struktur organisasi dan bagan organisasi.<br /><br />Selanjutnya ada beberapa usaha yang sebaiknya dilakukan Pemerintah Daerah dalam hal spesifikasi jabatan yaitu mengembangkan sistem karier aparatur berdasarkan analisis jabatan yang dilakukan secara terus menerus. Pengembangan pegawai melalui pendidikan formal, penjenjangan, pelatihan dan kursus-kursus dalam rangka meningkatkan profesionalitas aparatur. Selain itu perlu perencanaan aparatur dalam penerimaan, penempatan dan pemanfaatan aparatur. Pendataan dan pengumpulan data dan informasi diikuti dengan analisis jabatan sebaiknya terus dikembangkan secara terencana dan berkelanjutan. Hal ini dikeranakan analisis jabatan merupakan pekerjaan pokok dalam pengembangan sumber daya manusia aparatur, karena melakukan Analisis Jabatan, baik Uraian Jabatan dan Spesifikasi jabatan Secara berkala dan terus menerus, dapat berguna dan meberikan informasi tentang :<br />1. Keputusan Perekrutan dan Seleksi;<br />2. Penilaian Kinerja;<br />3. Evaluasi untuk Formasi dan persyaratannya, Penempatan,<br />Mutasi dan<br /><br />Promosi Jabatan<br />4. Kompensasi (Upah dan Gaji) dan kesejahteraan pegawai<br />5. Tuntutan Pendidikan dan Pelatihan<br />6. Motivasi, Tindakan Disiplin dan Hak-hak PNS<br /><br />Selanjutnya perlu terus dilakukan secara optimal penataan dan peningkatan kinerja Bagian Kepegawaian dan Badan Administrasi Kepegawaian dan DIKLAT. Lakukan upaya pemenuhan kepangkatan, eselonisasi, dan golongan pejabat yang mengisi formasi jabatan, melalui pendidikan formal, penjenjangan, pelatihan, dan kursus-kursus serta persiapan kaderisasi pegawai yang mengisi jabatan. Demikian pula halnya peningkatan<br />Pembinaan,<br />Pengawasan, dan Kesejahteraan Pegawai.<br /><br />Uraian jabatan di Sektariat Daerah, Dinas-dinas, Badan-badan, dan Kantor-kantor sebaiknya dilengkapi. Tugas pokok dan fungsi setiap struktur dibukukan dengan baik. Begitu pula dengan uraian pekerjaan setiap pegawai juga sebaiknya disusun secara sistematik dan jelas ke dalam suatu buku pedoman organisasi. Dengan demikian setiap pejabat dan pegawai dapat sepenuhnya memahami akan tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi. Apabila jabatan dan pekerjaan ini tidak diuraikan secara lengkap dan baik maka pegawai sulit untuk mengembangkan diri ; inovasi maupun motivasi dan bahkan tidak ada standar kinerja. <br /> Dalam hal mengukur spesifikasi jabatan Dinas, Badan dan Kantor Kelembagaan Pemerintah Daerah Provinsi, dapat dilihat dari tiga kelompok indikator yaitu :pertama, keterampilan, kecakapan, pengetahuan dan kemampuan;kedua, pendidikan, pelatihan, kursus, pengalaman; danketiga, Pangkat, Eselon, dan Golongan.<br /><br />Dengan ditetapkannya PP Nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, maka perlu dilakukan evaluasi secara terus menerus terhadap organisasi perangkat daerah dalam kerangka PP Nomor 8 tahun 2003 agar dapat dibentuk organisasi yang reponsif dalam penyelangaraan pelayanan publik.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-7959377189151332572011-01-07T08:02:00.000-08:002011-01-07T08:03:39.082-08:00Menuju Visi Riau 2020 dengan Riau Incorporated dan Riauisasi(Renungan Riau pada Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2010)<br />Oleh Muhammad Herwan<br />Adalah REFORMASI, kata yang didengungkan RAKYAT INDONESIA pada pertengahan tahun 1997 dan 1998. Satu kata yang menjadi tumpuan harapan sekaligus mimpi besar seluruh komponen rakyat negara ini sebagai titik sejarah baru untuk mulai melakukan perbaikan mendasar dan menyeluruh demi terwujudnya Indonesia menjadi bangsa dan negara yang besar. Bangsa dan negara yang mampu berdiri tegak dalam kancah perekonomian global. Bangsa dan negara yang memiliki harkat dan martabat dimata dunia internasional. <br />Banyak agenda yang hendak dikerjakan saat hiruk-pikuk reformasi dicanangkan. Banyak hal yang dituntut oleh rakyat agar apa yang diharapkan dan dimimpi pada reformasi menjadi kenyataan. Sepertinya keputus-asaan rakyat pada kondisi yang ada pada saat itu, digantungkan pada reformasi sebagai harapan terakhir dan jalan tercepat untuk adanya perubahan yang instan bagi kompleksitas permasalahan bangsa dan negara, terutama terhadap merajalelanya praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Praktik yang dianggap sebagai biang hancurnya dasar-dasar bernegara untuk menjalankan pembangunan dalam mengisi amanah kemerdekaan yang direbut dengan perjuangan sampai tetes darah terakhir para pejuang dan pendiri bangsa.<br />Tetapi, apa hendak dikata, harapan tinggal harapan, mimpi hanyalah bunga tidur yang hilang lenyap ketika kita (ter) sadar dari lelap tidur (tertidur) panjang. Setidaknya ini yang tergambar pada 20 Oktober 2010 lalu, ketika aksi demonstrasi yang dilakoni oleh mayoritas mahasiswa di seluruh wilayah Indonesia maupun analisis para pengamat dan pakar dalam melakukan evaluasi terhadap satu tahun pemerintahan SBY jilid dua. Harapan sekali lagi harapan, yang besar pada figure SBY untuk “INDONESIA BISA” (jargon yang sekarang diusung SBY) karena dianggap cukup berhasil (contoh keberhasilan politik pencitraan) pada 5 tahun memerintah (2004 – 2009), ternyata hanyalah citra kamuflase yang indah dipermukaan tetapi buruk isi. <br />Data dan fakta yang mengemuka pada aksi 20 Oktober 2010 merupakan rapor merah yang menunjukkan menurunnya persentase harapan rakyat pada pemerintahan SBY, yang kesimpulannya popularitas SBY di mata rakyat turun. Banyak data dan fakta yang diungkap oleh pengamat dan pakar pada hari itu, mulai dari bidang ekonomi yang tidak sinkron antara indikator makro ekonomi dengan mikro ekonomi, di bidang hukum yang kontradiksi antara komitmen pemberantasan korupsi dan buruknya peradilan dengan implementasi kebijakan bidang ini, di bidang politik yang semakin carut marut dan vulgar mempertontonkan praktik korupsi maupun penghamburan uang rakyat, maupun catatan-catatan di bidang lain seperti politik luar negeri yang cenderung tidak berdaya menghadang dan mengatasi politik ekonomi negara-negara lain sehingga kita “Kalah di Dalam, Keok di Luar” (judul tulisan M Fadjroel Rachman, Kompas 22 Oktober 2010), bahkan kasus-kasus dan sengketa perbatasan yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia beberapa waktu terakhir, akibat penanganan yang tidak tegas dan keras seolah Indonesia tidak ada marwah dan keberanian, karenanya negara lain dapat saja berbuat semena-mena terhadap kedaulatan Indonesia. Padahal Bung Karno sebagai salah seorang pendiri bangsa dan negara ini, telah menggariskan bagaimana Indonesia setelah meraih kemerdekaan yang dikenal dengan Trisakti, yakni berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.<br />Paradigma Baru Pembangunan Riau<br />Ketika, agenda rakyat secara nasional riuh menggugat satu tahun pemerintahan SBY, pada hari yang sama pada 20 Oktober 2010 tersebut, Riaupos Group menyelenggarakan kegiatan tinju pikiran (istilah yang selalu diucap oleh Prof Yusmar Yusuf), yang sudah sangat jarang dilaksanakan oleh berbagai komponen dan langka ditemukan di daerah ini, yakni “Round Table Discussion” yang mengetengahkan tajuk “Revitalisasi Visi Riau 2020” yang oleh panitia dinyatakan sebagai forum membincangkan separuh jalan Visi Riau 2020 sejak ditetapkan dengan suatu Peraturan Daerah tahun 2001, sembilan tahun yang lalu. Berpunca dari acara ini, banyak hal yang terlintas dalam alam pikiran penulis, ketika mencoba merenung melakukan kilas balik reformasi di Riau. <br />Patut diingat bahwa reformasi itulah yang menjadi pencetus lahirnya rumusan awal Visi Riau 2020, yang diberi tajuk Paradigma Baru Pembangunan Riau. Artinya, ketika kita membincangkan dan membahas Visi Riau 2020, apakah itu terkait dengan bagaimana melihat dan memperlakukan, atau upaya apa saja yang telah dilakukan, atau siapa yang bertanggung jawab, dan lain sebagainya untuk mewujudkannya, maka perlu dipahami ruh yang mendasari dan yang menjadi isi rumusan tersebut adalah keinginan (harapan) Rakyat Riau pada reformasi untuk menjadi negeri yang cemerlang dan terbilang. Di dalamnya tercantum konsepsi misi dan tujuan serta strategi yang harus dilakukan sebagai rangkuman dari setumpuk agenda reformasi Rakyat Riau yang di dapat dari berkaca diri Riau secara utuh terhadap potensi berikut inventarisasi permasalahan pada saat itu (1997 – 1998). <br />Masih segar dan nyata dalam ingatan penulis saat merumuskan konsep Paradigma Baru Pembangunan Riau. Dengan meneroka suasana dunia pada masa depan berikut perubahannya yang penuh dengan ketidakpastian. Kemudian mensejalankan dengan tuntutan arus reformasi yang berlangsung pada waktu itu (1997-1998) yakni; demokrastisasi, otonomi, transparansi dan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, kondisi yang secara tidak langsung akan mempengaruhi proses pembangunan dan bagaimana masa depan Riau. Penulis memberanikan merumuskan Visi Riau sebagai berikut : “Menjadi Provinsi yang Utama di Indonesia dalam Mewujudkan Masyarakat yang Ekonominya Tangguh dan Mandiri, dan Siap Menjadi Titik Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Asia Pasifik Menjelang tahun 2020”, dengan Misi sebagai berikut : “Memajukan Mutu Kehidupan melalui Peningkatan Kesejahteraan dan Kecerdasan Masyarakat yang Berkeadilan Sosial secara Berkelanjutan dengan Peranserta Nyata Masyarakat dalam Proses Pembangunan sehingga Provinsi Riau merupakan Titik Pusat Pertumbuhan Ekonomi di kawasan Asia Pasifik.”<br />Rumusan itu tercetus, ketika penulis sadar bahwa Riau dengan segala potensi yang ada (ketersediaan sumber daya alam yang ragam dan kemajemukan masyarakat-nya), memahami kelemahan serta bagaimana tantangan yang akan dihadapi di depan. Riau yang mampu dan sangat mendesak untuk melaksanakan pembangunan secara mandiri, nasib Riau sudah tak layak digantungkan begitu saja kepada siapapun. Lebih jauh, rumusan Visi Riau 2020 lahir sebagai cara Riau melakukan koreksi sekaligus bentuk protes terhadap konsep dan proses pembangunan Rezim Orde Baru yang tidak mampu mengubah wajah bangsa dan rakyat Indonesia maupun memperlakukan (menganaktirikan) daerah (Riau) yang telah memberikan kontribusi besar bagi pembangunan nasional. <br />Dengan menganalogikan gagasan merancang (sengaja me-rekayasa) masa depan Riau sebagai ide membuat suatu film, maka sebenarnya sudah tertulis dengan hampir sempurna skrip lengkap dengan alur cerita (skenario) berupa Buku Master Plan Riau 2020 (yang dibuat dengan biaya penyusunan yang menelan dana yang cukup besar untuk ukuran pada masa itu, disediakan oleh PT.CPI dan dikerjakan atas kolaborasi konsultan Amerika dengan PPIP-UNRI tahun 2002). Selanjutnya peran apa dan bagaimana yang menjadi lakon rakyat Riau sebagai pemain dalam film tersebut. <br />Agaknya di sinilah punca dari semua punca masalah, mengapa Perda tentang Visi Riau 2020 dan Buku Master Plan Riau 2020 (terdiri dari 4 jilid) itu hanya menjadi penghias lemari yang akhirnya berdebu (karena tak pernah dibaca dan dibersihkan) di perpustakaan DPRD Provinsi Riau dan Ruang Kantor Gubernur Riau. Hanya menjadi slogan pemanis rancangan kebijakan dan program pembangunan, ucapan lips-service dalam pidato dan sambutan acara. Ketika skrip dengan jelas menggambarkan skenario dan memberikan kriteria pemeran yang bertindak sebagai pemain untuk menjadikan film tersebut menjadi mahakarya yang mampu membawa rakyat Riau merdeka (sebagai pernyataan Rakyat Riau bahwa hakikat ril kemerdekaan itu adalah kedaulatan masyarakat dengan kesejahteraan dan kemakmuran). Ternyata Riau tidak mampu menetapkan siapa aktor utama, pemeran pembantu dan bagaimana figuran harus memposisikan (berbuat) dalam skuel cerita film tersebut.<br />Kita agaknya lupa, ketika gagasan Visi Riau 2020 dengan sebutan awal Paradigma Baru Pembangunan Riau dijadikan sebagai senjata utama memperjuangkan hak-hak Riau pada pemerintah pusat, ia-nya diusung oleh semua komponen rakyat Riau yang bersatu padu sehingga menjadi kekuatan besar yang dapat mengatasi semua rintangan yang menghadang di hadapan. Demikian juga, dengan semangat kebersamaanlah (persatuan dan kesatuan) yang dilakukan oleh komponen masyarakat masing-masing daerah, untuk memperjuangkan pemekaran Kabupaten (pembentukan kabupaten baru) di wilayah Riau. Bahkan dengan semangat kebersamaan yang dicetuskan oleh para pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928 itu juga, bangsa kita akhirnya dapat merancang tahapan merebut kemerdekaan dari belenggu penjajahan. Karenanya, adalah layak jika tanggal 28 Oktober kita nyatakan dan peringati sebagai ”Hari Persatuan dan Kesatuan Nasional” atau ”Hari Nasionalisme Indonesia”, selain sebagai ”Hari Sumpah Pemuda” yang selama ini kita peringati.<br />Hakikat dan Prasyarat Riau Inkorporasi<br />Namun sangat ironis, kondisi yang kontradiktif terjadi ketika apa yang diperjuangkan telah diraih, kita bercerai-berai, berperang dan saling berebutan untuk mendapatkan keuntungan masing-masing (pribadi maupun kelompok). Riau Incorporated (Inkorporasi), hanya di awal dan saat perjuangan dilakukan, setelah yang diperjuangkan didapat, azam bersama tersebut ditinggalkan. Konsepsi tentang Riau Inkorporasi sejatinya adalah ruh kebersamaan semua unsur (stakeholder dan shareholder) Rakyat Riau. Sinergi kekuatan dalam mengikhtiarkan pembangunan daerah ini dari awal perumusan, proses pelaksanaan dan mengawalnya (pengawasan). Masing-masing unsur (komponen) rakyat, bersinergi dan saling mengisi (kuat menguatkan), memainkan peran sesuai dengan posisi dan fungsi namun tetap dalam jalur menuju satu tujuan dan sasaran bersama. Tidak seperti perlombaan panjat pinang, yang masing-masing pemainnya memiliki nafsu untuk saling menjatuhkan dan mengalahkan lawan dengan cara menginjak kepala dan berebutan untuk mencapai posisi teratas. <br />Jepang adalah contoh negara yang sukses membentuk Japan Incorporated sejak dekade 1950-an. Terinspirasi dari keberhasilan Japan Incorporated, Douglas C North dan Robert W Fogel (pemenang Nobel Ekonomi 1993), memberikan penjelasan ilmiah atas prinsip kerjasama pada konsep Japan Incorporated, bahwa kemampuan suatu negara tidak terlepas dari bagaimana sistem atau jaringan antar kelembagaan berinteraksi untuk menghasilkan kinerja maksimal.<br />Riauisasi merupakan prasyarat utama untuk membentuk Riau Inkorporasi. Upaya untuk Riauisasi-pun sebenarnya telah dilakukan saat reformasi plus euphoria-nya disuarakan di Riau. Namun sangat disayangkan Riauisasi dimaksud hanya didasari emosional tanpa rasional yang logis dan proporsional. Contohnya antara lain keharusan semua pemimpin daerah ini (Gubernur, Walikota dan Bupati, Kepala Dinas Instansi dan lembaga-lembaga strategis) ditempati “orang Riau". Namun apa hendak dikata, bak menanam padi lalang yang tumbuh, setelah semua pemimpin daerah ini “orang Riau” plus dengan limpahan dana pembangunan dalam bentuk DBH, harapan rakyat Riau untuk merasakan (mendapatkan) kesejahteraan dan kemakmuran masih bagaikan pungguk rindukan bulan. Pemimpin yang katanya “orang Riau” ini menganggap kekayaan dan sumber daya ekonomi (termasuk didalamnya alokasi dana pembangunan APBN/APBD) adalah milik mereka saja, rakyat Riau yang lain hanya boleh menonton keserakahan yang mereka praktikkan tanpa boleh memberikan kritik apatah lagi meminta bagian. <br />Inilah contoh memaknai Riauisasi yang salah kaprah, Riauisasi yang disalahtafsirkan. Hakikat Riauisasi yang menjadi prasyarat Riau Inkorporasi adalah cara pandang seluruh rakyat yang tinggal dan menempati wilayah Riau, untuk menyatakan diri bahwa mereka anak jati Riau. Tidak ada Riau Inderagiri, Riau Kampar, Riau Bengkalis, Riau Siak, Riau Telukkuantan dan Riau-Riau lain. Demikian juga tidak dapat dipaksakan Riau hanya hak dan milik orang Melayu (“orang Riau”), tetapi Minang, Batak, Jawa, Bugis, Banjar dan puak-puak lain yang ada di Riau juga punya hak yang sama dan harus memiliki tanggung jawab (secara moral dan emosional) yang sama pula, untuk bersama-sama membawa Bahtera Lancang Kuning menuju pulau harapan, yakni Negeri Bermarwah, Cemerlang dan Terbilang. (*)<br />Penulis adalah Direktur Eksekutif Kamar Dagang dan Industri (Kadin) RiauBudimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-43112178185232121842011-01-07T02:36:00.000-08:002011-01-07T02:37:06.854-08:00Jumlah pendudukPenduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010 <br /> <br />Provinsi Penduduk <br /> 1971 1980 1990 1995 2000 2010*)<br />Aceh 2.008.595 2.611.271 3.416.156 3.847.583 3.930.905 3.930.905<br />Sumatera Utara 6.621.831 8.360.894 10.256.027 11.114.667 11.649.655 11.649.655<br />Sumatera Barat 2.793.196 3.406.816 4.000.207 4.323.170 4.248.931 4.248.931<br />R i a u 1.641.545 2.168.535 3.303.976 3.900.534 4.957.627 4.957.627<br />J a m b i 1.006.084 1.445.994 2.020.568 2.369.959 2.413.846 2.413.846<br />Sumatera Selatan 3.440.573 4.629.801 6.313.074 7.207.545 6.899.675 6.899.675<br />B e n g k u l u 519.316 768.064 1.179.122 1.409.117 1.567.432 1.567.432<br />L a m p u n g 2.777.008 4.624.785 6.017.573 6.657.759 6.741.439 6.741.439<br />Kep. Bangka Belitung - - - - 900.197 900.197<br />Kepulauan Riau 4.579.303 6.503.449 8.259.266 9.112.652 8.389.443 8.389.443<br />DKI Jakarta 4.579.303 6.503.449 8.259.266 9.112.652 8.389.443 8.389.443<br />Jawa Barat 21.623.529 ,27,453,525 35.384.352 39.206.787 35.729.537 35.729.537<br />Jawa Tengah 21.877.136 ,25,372,889 28.520.643 29.653.266 31.228.940 31.228.940<br />DI Yogyakarta 2.489.360 2.750.813 2.913.054 2.916.779 3.122.268 3.122.268<br />Jawa Timur 25.516.999 ,29,188,852 32.503.991 33.844.002 34.783.640 34.783.640<br />Banten - - - - 8.098.780 8.098.780<br />B a l i 2.120.322 2.469.930 2.777.811 2.895.649 3.151.162 3.151.162<br />Nusa Tenggara Barat 2.203.465 2.724.664 3.369.649 3.645.713 4.009.261 4.009.261<br />Nusa Tenggara Timur 2.295.287 2.737.166 3.268.644 3.577.472 3.952.279 3.952.279<br />Kalimantan Barat 2.019.936 2.486.068 3.229.153 3.635.730 4.034.198 4.034.198<br />Kalimantan Tengah 701.936 954.353 1.396.486 1.627.453 1.857.000 1.857.000<br />Kalimantan Selatan 1.699.105 2.064.649 2.597.572 2.893.477 2.985.240 2.985.240<br />Kalimantan Timur 733.797 1.218.016 1.876.663 2.314.183 2.455.120 2.455.120<br />Sulawesi Utara 1.718.543 2.115.384 2.478.119 2.649.093 2.012.098 2.012.098<br />Sulawesi Tengah 913.662 1.289.635 1.711.327 1.938.071 2.218.435 2.218.435<br />Sulawesi Selatan 5.180.576 6.062.212 6.981.646 7.558.368 8.059.627 8.059.627<br />Sulawesi Tenggara 714,12 942.302 1.349.619 1.586.917 1.821.284 1.821.284<br />Gorontalo - - - - 835.044 835.044<br />Sulawesi Barat 1.089.565 1.411.006 1.857.790 2.086.516 1.205.539 1.205.539<br />M a l u k u 1.089.565 1.411.006 1.857.790 2.086.516 1.205.539 1.205.539<br />Maluku Utara - - - - 785.059 785.059<br />Papua Barat - 1.173.875 1.648.708 1.942.627 2.220.934 2.220.934<br />Papua 923,44 1.173.875 1.648.708 1.942.627 2.220.934 2.220.934<br />INDONESIA 119.208.229 147.490.298 179.378.946 194.754.808 206.264.595 206.264.595<br />Catatan : Termasuk Penghuni Tidak Tetap (Tuna Wisma, Pelaut, Rumah Perahu, dan Penduduk Ulang-alik/Ngelaju) <br />Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000 dan Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995 <br /> <br />*) Angka sementaraBudimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-32778833056207689492011-01-07T02:17:00.000-08:002011-01-07T02:18:06.981-08:00Perbedaan Pajak dan RetribusiBeda Pajak dan Retribusi…<br />Definisi pajak adalah : iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.contoh adalah PPh, PPN <br />Definisi retribusi adalah : pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.contoh adalah retribusi parkir, retribusi sampah.<br />dari definisi diatas dapat kita ambil kesimpulan mengenai perbedaan antara pajak dan retribusi sebagai berikut:<br />1. Pajak tidak memperoleh imbal balik secara langsung, sedangkan retribusi memperoleh imbal balik secara langsung. contohnya adalah sebagai berikut: bila kita membayar Pajak Penghasilan (PPh) kita tidak mendapatkan apapun, namun secara tidak langsung kita telah membantu pembangunan di negara kita, sedangkan bila kita membayar retribusi sampah maka secara langsung sampah kita akan diangkut oleh dinas kebersihan.<br />2. Pajak dapat dipaksakan, sedangkan retribusi tidak. contohnya adalah sebagai berikut:<br />bila kita memiliki kendaraan bermotor maka setiap tahunnya kita wajib membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) bila kita tidak membayar, maka kendaraan kita bisa disita oleh pihak yang berwajib, sedangkan bila kita tidak membayar retribusi sampah, maka dinas kebersihan tidak akan memaksakan,hanya saja kita tidak memperoleh pelayanan pengangkutan sampah dari merekaBudimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-91315228424074111002011-01-07T02:12:00.001-08:002011-01-07T02:12:40.456-08:00RetribusiSelain jenis pajak tersebut dengan Peraturan Daerah Pemerintah kabupaten/kota dapat ditetapkan jenis pajak lainnya sesuai kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang. Penetapan jenis pajak lainnya harus benar-benar bersifat spesifik dan potensial didaerah.<br />Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan. Tata cara penghapusan piutang pajak yang sudah kadaluwarsa diatur dengan Peraturan Daerah.<br />Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi sebagai mana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.<br />Jenis-jenis Retribusi jasa Umum adalah:<br />1. Retribusi Pelayanan Jasa Umum;<br />2. Retribusi Pelayanan Kesehatan;<br />3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catata Sipil;<br />4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;<br />5. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;<br />6. Retribusi Pelayanan Pasar;<br />7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor.<br />8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;<br />9. Retribusi Penggantian Baiaya Cetak Peta;<br />10. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan.<br />Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya jasa tersebut dapat disediakan oleh swasta yang meliputi pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara normal.<br />Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah:<br />1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;<br />2. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;<br />3. Retribusi tempat Pelelangan;<br />4. Retribusi terminal;<br />5. Retribusi Tempat Usaha Parkir;<br />6. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;<br />7. Retribusi Penyedotan Kakus;<br />8. Retribusi Rumah Potong Hewan;<br />9. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal;<br />10. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga;<br />11. Retribusi Penyeberangan di Atas Air;<br />12. Retribusi Pengelolaan Limbah Cair;<br />13. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.<br />Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan. Pengaturan pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana dan sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan<br />Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu adalah:<br />a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;<br />b) Retribusi izin Tempat penjualan Minuman Berakohol;<br />c) Retribusi Izin Ganggunan;<br />d) Retribusi Izin Trayek. <br /><br />Jenis retribusi jasa umum dan retribusi perizinan tertentu untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah sebagaimana diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sedang jenis retribusi jasa usaha, untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan jasa/pelayanan yang diberikan oleh masing-masing daerah. Selain jenis retribusi yang telah disebutkan diatas dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis retribusi lainnya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang. <br />Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan melalui keputusan kepala daerah. Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluarsa diatur dengan Peraturan Daerah. Sehubungan pemungutan pajak dan retribusi daerah hal yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah daerah sesuai dengan amanat pasal 7 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyatakan dalam upaya meningkatkan PAD. <br />Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah dan kegiatan import/ eksport. Peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi adalah peraturan daerah yang mengatur pengenaan pajak dan retribusi oleh daerah terhadap obyek-obyek yang telah dikenakan pajak oleh pajak pusat, sehingga menyebabkan menurunnya daya saing daerah. <br />Contoh pungutan yang dapat menghambat kelancaran mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah kegiatan import/eksport antara lain adalah retribusi izin masuk kota. Pajak/retribusi atas pengeluaran/pengiriman barang dari satu daerah ke daerah lain. <br />Kewenangan SKPD melakukan pemungutan pendapatan asli daerah sesuai dengan pasal 10 Undang-undang Nomor 17 tentang Keuangan Negara. Pasal 7 ayat 2 huruf (e) dan pasal 10 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah. Dan Pasal 7 Ayat (2) huruf (e) dan Pasal 10 huruf (f) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah menyatakan pemungutan pajak dilakukakan oleh pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah sehingga pasal tersebut mengisyaratkan penggabungan dari Keuangan/Bagian Keuangan dengan Dinas Pendapatan Daerah kedalam Badan Pengelolaan Keuangan Daerah sedang retribusi dilakukan oleh SKPD lainnya sebagai penguna anggaran.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-38336434408163451712011-01-07T01:56:00.000-08:002011-01-07T02:03:04.494-08:00Pajak dan RetribusiPajak dan Retribusi<br />Pajak dan Retribusi dasar pemungutan berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Aturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.<br />Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 pajak yang dipungut pemerintah provinsi berbeda obyeknya dengan pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.Adapun jenis pajak yang dikelola/ dipungut oleh pemerintah provinsi sebanyak 4 jenis yang terdiri dari:<br />1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;<br />2. Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.<br />3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.<br />4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.<br />Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air diserahkan kepada daerah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan paling sedikit 30% (tiga puluh persen)<br />Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan diserahkan kepada daerah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan paling sedikit 70% (tujuh puluh persen). Bagi hasil pajak untuk kabupaten/kota ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi<br />Jenis-jenis pajak yang dikelola/dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota adalah sebagai berikut:<br />1. Pajak Hotel;<br />2. Pajak Restoran;<br />3. Pajak Hiburan<br />4. Pajak Reklame<br />5. Pajak Penerangan Jalan<br />6. Pajak Pengambilan dan Pengelolaan Bahan Galian<br />7. Pajak ParkirBudimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-91878617269558242312010-09-19T02:55:00.000-07:002010-09-19T02:57:19.042-07:00punya bowoKita ketahui, komputer membutuhkan data atau fakta, dimana data ini pada saat diinput akan diterjemahkan menjadi bilangan biner. Mesin komputer memproses fakta atau data menjadi suatu informasi yang berguna bagi penggunanya. Dengan Komputer diharapkan dapat meningkatkan hasil kerja dan memecahkan berbagai masalah. Sebelum menjadi informasi data tersebut diproses melalui hardware yang terletak pada CPU dengan menggunakan perangkat lunak. Perangkat lunak atau software adalah program dari komputer. Perangkat lunak adalah program yang berisi instruksi untuk melakukan proses pengolahan data. Saat ini, tingkat pemrosesan yang dikerjakan perangkat lunak bersifat machine-like (keinginan mesin) mulai berubah dengan sifat human-like (keinginan manusia). Di dalam teori informasi, disusun hirarki informasi, mulai dari data/ fakta, kemudian setelah proses seleksi dan pengurutan menjadi sesuatu yang berguna menjadi informasi. Informasi yang di susun secara sistematis dengan suatu alur logika tertentu menjadi knowledge (pengetahuan).<div align="justify"> Perangkat Keras tidak akan berfungsi tanpa adanya perangkat lunak begitu pula sebaliknya perangkat lunak tidak berfungsi tanpa adanya perangkat keras. Kedua perangkat tersebut memang saling berkaitan sehingga komputer dapat berfungsi dengan baik. Perkembangan teknologi terutama dalam perangkat keras terus diimbangi oleh perangkat lunaknya sehingga penggunaan komputer lebih maksimal. Kemampuan komputer dirasakan sangat berkaitan dengan perangkat keras dan perangkat lunaknya, maka dari itu diperlukan perangkat lunak yang benar-benar mendukung perangkat kerasnya.Bentuk paling sederhana dari perangkat lunak, menggunakan aljabar Boolean, yang di representasikan sebagai binary digit (bit), yaitu 1 (benar) atau 0 (salah), cara ini sudah pasti sangat menyulitkan, sehingga orang mulai mengelompokkan bit tersebut menjadi nible (4 bit), byte (8 bit), word (16 bit), double word (32 bit). Kelompok-kelompok bit ini di susun ke dalam struktur instruksi seperti penyimpanan, transfer, operasi aritmatika, operasi logika, dan bentuk bit ini di ubah menjadi kode-kode yang di kenal sebagai assembler. Kode-kode mesin sendiri masih cukup menyulitkan karena tuntutan untuk dapat menghapal kode tersebut dan format (aturan) penulisannya yang cukup membingungkan, dari masalah ini kemudian lahir bahasa pemrograman tingkat tinggi yang seperti bahasa manusia (bahasa Inggris). Saat ini pembuatan perangkat lunak sudah menjadi suatu proses produksi yang sangat kompleks, dengan urutan proses yang panjang dengan melibatkan puluhan bahkan ratusan orang dalam pembuatannya. Berdasarkan perkembangannya perangkat lunak sampai dengan sekarang dibagi menjadi beberapa era yaitu :</div><div align="justify"><br /></div><div align="justify">* Era Pemula (Pioneer) Bentuk perangkat lunak pada awalnya adalah sambungan-sambungan kabel ke antar bagian dalam komputer, Cara dalam mengakses komputer adalah menggunakan punched card yaitu kartu yang di lubangi. Penggunaan komputer saat itu masih dilakukan secara langsung, sebuah program untuk sebuah mesin untuk tujuan tertentu. Pada era ini, perangkat lunak merupakan satu kesatuan dengan perangkat kerasnya. Penggunaan komputer dilakukan secara langsung dan hasil yang selesai di kerjakan komputer berupa print out. Proses yang di lakukan di dalam komputer berupa baris instruksi yang secara berurutan di proses.</div><div align="justify">* Era Stabil Pada era stabil penggunaan komputer sudah banyak di gunakan, tidak hanya oleh kalangan peneliti dan akademi saja, tetapi juga oleh kalangan industri / perusahaan. Perusahaan perangkat lunak bermunculan, dan sebuah perangkat lunak dapat menjalankan beberapa fungsi, dari ini perangkat lunak mulai bergeser menjadi sebuah produk. Baris-baris perintah perangkat lunak yang di jalankan oleh komputer bukan lagi satu-satu, tapi sudah seperti banyak proses yang di lakukan secara serempak (multi tasking). Sebuah perangkat lunak mampu menyelesaikan banyak pengguna (multi user) secara cepat/langsung (real time). Pada era ini mulai di kenal sistem basis data, yang memisahkan antara program (pemroses) dengan data (yang di proses).</div><div align="justify">* Era Mikro Sejalan dengan semakin luasnya PC dan jaringan komputer di era ini, perangkat lunak juga berkembang untuk memenuhi kebutuhan perorangan. Perangkat lunak dapat di bedakan menjadi perangkat lunak sistem yang bertugas menangani internal dan perangkat lunak aplikasi yang di gunakan secara langsung oleh penggunanya untuk keperluan tertentu. Automatisasi yang ada di dalam perangkat lunak mengarah ke suatu jenis kecerdasan buatan.</div><div align="justify">* Era Modern Saat ini perangkat lunak sudah terdapat di mana-mana, tidak hanya pada sebuah superkomputer dengan 25 processor-nya, sebuah komputer genggampun telah di lengkapi dengan perangkat lunak yang dapat di sinkronkan dengan PC. Tidak hanya komputer, bahkan peralatan seperti telepon, TV, hingga ke mesin cuci, AC dan microwave, telah di tanamkan perangkat lunak untuk mengatur operasi peralatan itu. Dan yang hebatnya lagi adalah setiap peralatan itu akan mengarah pada suatu saat kelak akan dapat saling terhubung. Pembuatan sebuah perangkat lunak bukan lagi pekerjaan segelentir orang, tetapi telah menjadi pekerjaan banyak orang, dengan beberapa tahapan proses yang melibatkan berbagai disiplin ilmu dalam perancangannya. Tingkat kecerdasan yang ditunjukkan oleh perangkat lunak pun semakin meningkat, selain permasalahan teknis, perangkat lunak sekarang mulai bisa mengenal suara dan gambar.</div>Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-35979983331968053422010-08-26T09:44:00.000-07:002010-08-26T09:47:10.827-07:00Buka Bareng Alumni Al-Ihsan Buluh Rampai.acara ini di adakan untuk menyambung tali silaturahmi antar sesama alumni Al-Ihsan agar tetap Harmonis. sebagai acara tahunan diharapkan partisipasi kita semua untuk menghadirinya.Budimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-10062185679518355482010-08-03T08:29:00.000-07:002010-08-03T08:36:45.436-07:00kapitalisme kEYNEShttp://alumni.aliyah.blogspot.com/Pemikiran KeynesBudimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3103471614817332673.post-13669998332531028122010-08-03T08:19:00.000-07:002010-08-03T08:25:42.638-07:00cinahttp://alumni.aliyah.blogspot.com/cinaBudimanhttp://www.blogger.com/profile/09336042284744499454noreply@blogger.com0