Jumat, 07 Januari 2011

Pendekatan Kebijakan Pengembangan Usaha Berpusat di Perdesaan

K. Pendekatan Kebijakan Pengembangan Usaha Berpusat di Perdesaan

Dalam kerangka acuan pembangunan nasional, pembangunan yang memberdayakan masyarakat di perdesaan harus menjadi pusat perhatian dan tanggung jawab bersama. Membangun masyarakat perdesaan berarti pula membangun sebagian besar penduduk Indonesia. Selain memiliki potensi sumber daya manusia, perdesaan juga memiliki potensi sumber daya alam.

Dengan demikian pembangunan masyarakat pedesaan Indonesia harus menjadi pusat perhatian yang lebih serius, terencana, terpadu dan berkesinambungan, serta dipercepat prosesnya, sebagaimana telah ditegaskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999–2004 sebagai TAP MPR No. IV/ MPR /1999 (huruf G angka 1. d), bahwa perlu percepatan pembangunan perdesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat terutama petani dan nelayan melalui penyediaan program prasarana, pengembangan kelembagaan, penguasaan teknologi dan pemanfaatan sumber daya alam.

Berkaitan dengan prinsip-prinsip birokrasi pemerintahan yang efektif (Osborne dan Gaebler, 1992:281; Osborne dan Plastrik, 1996:349) dalam perspektif kontekstual (Friedmann, 1981:42; Findley, 1987:19; Bryant dan White, 1989:378; Saefullah, 1995:13) menyatakan bahwa pendekatan pembangunan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat dan berdasarkan situasi kondisi internal dan eksternal yang merupakan faktor-faktor kunci keberhasilan, antara lain berupa potensi, kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan, tidak dapat diabaikan. Demikian pula halnya dalam upaya penerapan Otonomi Daerah (UU No. 22 Tahun 1999) membutuhkan suatu strategi adaptasi antara modernisasi dengan tradisi.
Strategi dan kebijakan pembangunan yang tidak sesuai dengan keinginan masyarakat dan potensi yang ada di perdesaan, tentunya tidak efisien, mengingat pada kenyataannya perdesaan di Indonesia memiliki perbedaan karakteristik antara satu Desa dengan Desa yang lain (Saefullah, 1995:13). Karena itu, menurut Findley (1987:19) menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan perdesaan sangat ditentukan bagaimana terciptanya kesesuaian antara perencanaan pembangunan yang dibuat dengan potensi yang ada, kebutuhan dan keinginan masyarakat di perdesaan.

Berdasarkan survey awal di lokasi penelitian, meskipun dalam prakteknya mekanisme perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan masuk perdesaan telah melibatkan kelembagaan perdesaan yang memiliki kewenangan untuk itu. Namun pada kenyataannya terdapat indikasi kuat kurang efektifnya perencanaan dan implementasi program pembangunan perdesaan yang dirumuskan pemerintah daerah, perusahaan besar maupun LSM. Hal ini dikarenakan pembangunan masyarakat perdesaan terutama petani dan nelayan belum dapat melepaskan diri mereka dari kemiskinan. Kenyataan yang demikian yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan pembinaan terutama pada masyarakat di desa yang terisolir.

Sebagimana telah diuraikan bahwa rencana maupun program pembangunan ekonomi, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industi, pariwisata, perdagangan, dan lain-lain harus disesuaikan dengan potensi sosial dan potensi alam setempat, yang kemudian dikaitkan pula dengan peluang- peluang pasar lokal, regional, nasional dan pasar internasional.

Untuk mewujudkan rencana dan program yang demikian dibutuhkan dukungan sumber dana dan manusia dari berbagai pihak : Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Perusahaan Besar, Perbankan, Balai Pelatihan, Koperasi, LSM dan lain sebagainya dalam rangka pembinaan masyarakat tani dan nelayan di perdesaan.

Dukungan dana dan pembinaan diperlukan masyarakat tani dan nelayan terutama ditujukan pada manajemen usaha, pengolahan lahan, efisiensi dan efektivitas berusaha, dan bantuan teknologi termasuk pembinaan memasarkan produk. Semuanya itu dilakukan dalam rangka proses pembelajaran dan
pemberdayaan dalam rangka kemandirian masyarakat tani dan nelayan.

Dalam hal ini diperlukan suatu kajian analisis potensi alam dan potensi masyarakat setempat untuk membuat suatu proyek desa percontohan dalam rangka mengembangkan jenis-jenis usaha apa saja yang perlu dikembangkan yang dilakukan secara terintegral dan terpadu dan memerlukan dukungan dana dan pemibinaan dari perguruan tinggi.

Oleh karena itu, pada bahagian ini penulis tertarik untuk meneliti dengan memfokuskan pada analisis tentang potensi alam dan potensi masyarakat setempat yang dikaitkan dengan peluang pasar lokal, regional, nasional dan internasional dalam rangka menetukan proyek percontohan usaha apa yang perlu dikembangkan pada suatu komunitas kelompok masyarakat atau pada suatu desa. Setelah itu dilakukan pembinaan, yairu : melakukan pemilihan usaha yang berbasiskan potensi desa dan dikaitkan dengan peluang pasar (market); melakukan pelatihan terhadap SDM petani, memberikan dukungan finansial, pengolahan lahan decara mekanik dalam skala luas, pembinaan lembaga Koperasi, dan penerapaqn teknologi. Kesemuanya itu diharapkan melahirkan suatu desa yang dapat dijadikan contoh dalam pengembangan usaha pertanian terpadu yang memiliki efek ganda (multi efec) dalam rangka pengurangi tingkat kemiskinan dan kebodohan.

Permasalahan selama ini adalah ”Rencana dan implementasi program dan kegiatan pembangunan pertanian di perdesaan dalam usaha mencapai keberhasilan pembangunan perdesaan kurang didasarkan pada potensi alam dan sosial setempat serta kurang dikaitan dengan peluang pasar lokal, regional, nasional dan internasional” serta belum optimal dalam pembinaan SDM petani, memberikan dukungan finansial dan penggunaan teknologi.

Ada beberapa hal penting yang harus terungkap apabila ingin pengembangkan usaha di desa dalam rangka kemiskinan dan kebodohan antara lain :
1. Apa potensi alam dan sosial suatu komunitas masyarakat atau desa;
2. Jenis usaha apa saja yang perlu dikembangkan dikaitkan dengan potensi alam dan sosial pada suatu komonitas setempat atau pada suatu desa yang dikaitkan dengan peluang pasar;
3. Bagaimana pembinaan yang harus dilakukan terhadap petani atau
masyarakat miskin dalam berusaha;

4. Bagaimana mengoptimalkan dukungan finansial dari pemerintah Daerah Kabupaten, Provinsi dan Pusat sehingga penggunaan dana tidak konsumtif, tetapi memilki nilai ganda dalam rangka penyediaan modal kerja, pembinaan SDM petani dan penerapan teknologi pertanian.

Dari potensi, kelemahan , peluang dan tantangan pengembangan usaha masyarakat di desa tersebut di atas, apabila dikaji karakteristik pengembangan usaha di Provinsi Riau dapat saja berupa pembukaan perkebunan dalam sekala luas dengan kebijakan redistribusi asset kepada petani dan nelayan atas dasar dukungan kerjasama Pemerintah, suasta dan masyarakat dan pertimbangan karakteristik potensi alam dan berorientasi kepada pasar (market).

Salah satu strategi yang diterapkan adalah seluruh kegiatan perkebunan dan pertanian dipusatkan pada suatu KUD sebagai pusat lembaga perekonomian dan seluruh peserta program wajib menjadi anggotanya. Ini adalah merupakan proses pemberdayaan masyarakat. Dimana pada suatu ketika masyarakat sudah mampu mengrus usahanya maka KUD beserta assetnya akan diserahkan. Hal ini atas dasar konsep, bahwa pemberdayaan masyarakat akan terjadi apabila :
1. Dalam jangka waktu tertentu masyarakat harus mampu berusaha sendiri;
2. Pada tahap awal diberikan modal dan pembinaan;

3. Pemerintah, Lembaga perguruan Tinggi, Pengusaha (investor) dan LSM, bertindak sebagai agen perubahan (pembangunan) dengan menyediakan kebutuhan usaha masyarakat, berupa:
a. investasi dan modal kerja dengan cuma-cuma atau kredit lunak
tanpa bunga;
b. Bantuan dan Penyediaan mekanisasi pertanian, teknologi (bibit
unggul, pupuk dan racun hama penyakit);
c. Tenaga ahli sebagai pembina/pendamping;
d. Membantu proses terbentuknya Organisasi/Lembaga Ekonomi

berupa KUD;
e. Memberikan pelatihan dan keterampilan secara cuma-cuma;
f. Memberi motivasi dan etos kerja;
g. Membantu dalam memasarkan hasil produksi.
h. Pemerintah,
perguruan
tinggi
dan
LSM,

berkewajiban menjembatani pola kemitraan (saling menguntungkan) antara petani dengan pengusaha, petani sebagai pelaksana pengadaan bahan baku dan Perusahaan menyediakan pabrik pengolahan.

Sebagai ciri negara agraris menuju industri, perkebunan kelapa sawit atau apapun dalam sekala luas yang sesuai dengan kondisi lahan dan budaya bertani masyarakat lokal yang diminta pasar, diharapkan sebagai penghasilan untuk jangka panjang. Sedangkan usaha lain sebagai tumpang sari atau melengkapi, misalnya ternak ayam potong, tanaman sayuran dan buah-buahan merupakan penghasilan jangka pendek.

Dasar pemikirannya adalah sambil menunggu 4-5 tahun sawit berproduksi, penghasilan tanaman tumpang sari dan ternak ayam potong diharapkan sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu pupuk kandang ayam potong dapat bermanfaat untuk pupuk kandang perkebunan kelapa sawit.

Namun demikian setelah 4-5 tahun, apabila sawit sudah menghasilkan maka masyarakat sebagai peserta program sekarang harus mengembalikan biaya atau modal yang telah diterimanya kepada KUD dengan cara mencicil perbulan tanpa dikenakan biaya bunga dalam jangka waktu yang sangat meringankan. Ikatan ini dilakukan dalam suatu surat perjanjian, dengan jaminan kebun sawitnya. Kemudian dana yang terkumpul di koperasi setelah 4-5 tahun selain untuk pengembangan usaha digulirkan kembali kepada masyarakat yang belum menerima program dengan pelaksanaan program menggunakan sistem yang sama.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons