Jumat, 07 Januari 2011

Sistem Terbuka Perencanaan Strategis Dalam Pembangunan Daerah yang Kontekstual

E. Sistem Terbuka Perencanaan Strategis Dalam Pembangunan Daerah
yang Kontekstual
Dalam tahap pengembangan dan penerapannya, ternyata

konsep perencanaan strategis telah memberikan napas baru dan darah segar pada organisasi publik dan nirlaba (sektor ketiga). Bryson (1991:49) menyatakan bahwa manakala perencanaan strategis diterapkan secara tepat dalam lingkungan publik dan nirlaba, perencanaan strategis memberikan sekumpulan konsep, prosedur, dan alat untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi. Selanjutnya Bryson (1991:50) menyatakan pula bahwa proses perencanaan strategis yang responsif terhadap situasi yang berbeda dalam sektor publik dan nirlaba harus dikembangkan dan diuji.

Beberapa konsep manajemen dan perencanaan strategis yang telah dikembangkan di organisasi sektor swasta, publik dan nirlaba (sektor ketiga) sebagaimana yang dikemukakan di atas, ternyata dapat dijadikan landasan penelitian pada organisasi sektor publik. Tampa terkecuali termasuk pula pada organisasi yang lebih spesifik dan kecil lagi. Maksudnya, selain mengembangkan dan menguji, dimaksudkan pula untuk menemukan kendala-kendala, modifikasi dan penyesuaian. Sehingga diharapkan penggunaannya lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan perencanaan yang dipraktekkan sekarang yang masih dirasakan terlalu sentralistis (top-down).

Sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan daerah yang kontekstual tersebut apabila diterapkan pada perencanaan pembangunan daerah akan lebih efektif dan efisien. Dengan pertimbangan bahwa konsep sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan daerah yang kontekstual memberikan nilai tambah, yaitu :Pertama, memperlihatkan adanya reformasi administrasi dalam perbaikan sistem perencanaan pembangunan yang selama ini telah dipolakan dalam peraturan perundangan;Kedua, perencanaan pembanguan daerah dirumuskan atas dasar nilai efektivitas dan efisiensinya bukan atas dasar kepentingan;Ketiga, pendekatan pembangunan daerah dirasakan lebih kontekstual dengan anggapan bahwa faktor-faktor lingkungan adalah penting, mengingat selama ini faktor-faktor lingkungan kurang dipertimbangkan;Keempat, dalam proses pembangunan daerah menekankan kepada adanya proses pembelajaran kepada masyarakat lokal; danKelima, dengan sistem terbuka perencanaan strategis selalu berusaha menjaga keberadaan dan keberlanjutan melalui kestabilan situasi dan kondisi internal dan eksternal secara proporsional (komparatif), holistik, intrasektoral, dan fungsional.

Paling tidak ada sembilan tipelogi atau karakteristik daerah di Provinsi Riau yang masing-masingnya menggambarkan potensi alam dan potensi masyarakatnya. Dengan demikian strategi pembangunan yang seharusnya dikembangkan adalah dengan sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan daerah dengan prioritas pembangunan yang disesuaikan dengan potensi Daerahnya masing-masing, yaitu : potensi persawahan, potensi perladangan, potensi perkebunan, potensi peternakan, potensi perikanan, potensi industri besar dan sedang, potensi industri kecil dan kerajinan, potensi jasa, poelabuhan dan perdagangan, dan potensi pariwisata.

Pembagian tipelogi berdasarkan karakteristik daerah tersebut tidak dimaksudkan untuk mengarahkan pembangunan daerah di Provinsi Riau hanya kepada spesialisasi produksi, melainkan atas dasar supaya adanya kecocokan strategi dan proritas program pembangunan yang dikembangkan dengan potensi alam dan potensi masyarakat yang sebenarnya, dalam rangka pembangunan daerah yang kontekstual.

Dengan demikian perencanaan pembangunan daerah yang dianggap lebih efektif dan efisien karena lebih kontekstual adalah suatu sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan daerah yang kontekstual.

F. Konsep Perencanaan Strategis Pembangunan Daerah

Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa perencanaan pembangunan daerah di Riau, lebih menitikberatkan pada ekstrapolasi masa lampau. Para perencana di berbagai tingkatan, mulai dari Musyawarah Pembangunan Tingkat Desa, Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan (Rapat UDKP), Foroum Koordinasi dan Konsultasi Pembangunan Kabupaten/Kota dan Provinsi, selalu meninjau kembali hasil mereka dari satu atau lima tahun sebelumnya dan memproyeksikan pola yang sama untuk satu atau lima tahun berikutnya, dengan membuat penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan yang mereka ketahui akan terjadi kelak. Praktek perencanaan semacam ini jelas mengabaikan dinamika organisasi, karena setiap saat organisasi selalu berubah sebagai akibat tuntutan faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal yang tidak mungkin dapat dielakkan dan beberapa perubahan lain sebagai hasil dari usaha kreativitas manusia.

Melakukan penyesuaian-penyesuain dengan tuntutan lingkungan tidak mungkin harus menunggu satu atau lima tahun yang akan datang. Proses perencanaan yang efektif harus secara proaktif ditujukan untuk mengantisipasi beberapa perubahan yang tidak bisa dielakkan dan beberapa perubahan lain sebagai usaha kreativitas manusia.

Dengan demikian sudah saatnya secara bertahap sistem terbuka perencanaan strategis yang berorientasi kepada kualitas, keilmuan, dan kelompok secara bersungguh-sungguh diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Berorientasi kepada kualitas maksudnya perencanaan strategis menciptakan dan mengembangkan seperangkat nilai dan keyakinan yang akan membuat setiap orang mengetahui bahwa kualitas fisik, mental, moral, pendidikan, teknis, dan kualitas pengalaman, serta kualitas hasil adalah tuntutan yang paling utama.

Berorientasi kepada keilmuan maksudnya perencanaan strategis mendasarkan diri kepada bahwa semua tugas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi manajerial dapat dan harus dianalisis melalui metode ilmu pengetahuan yang mencakup observasi, pengumpulan data, analisis, pengujian dan implementasi aktual. Berorientasi kepada kelompok (tim) maksudnya perencanaan strategis dapat mengkondisikan setiap orang untuk berperilaku dan berkerjasama sesuai dengan tuntutan organisasi atau terciptanya sistem sosial yang kooperatif. Mensikapi perkembangan perencanaan pembangunan daerah di Riau sampai saat ini, justru data dan informasi bagi para pengambil keputusan sungguh tidak memadai, sehingga model pembangunan yang diterapkan tidak sesuai dengan kondisi objektif (kontekstual) yang sebenarnya.

Data dan informasi yang ada di Perdesaan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, dan Provinsi, secara berurut sama kurang lengkapnya. Dengan demikian informasi yang ada tidak memadai untuk dijadikan bahan pengambilan keputusan dalam perencanaan strategis pembangunan. Akibatnya rencana- rencana strategis jangka panjang, menengah dan pendek untuk efektivitas manajemen dari peluang dan tantangan lingkungan organisasi, meliputi : prumusan misi, tujuan spesifik, strategi-strategi, dan kebijakan, program, dan proyek belum dirumuskan secara sistemik dan terpadu.

Praktek selama ini dalam pertemuan Musyawarah Pembangunan Tingkat Desa (MUSBANGDES) dan Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan (Rapat UDKP). Tergambar dengan jelas bahwa dalam proses pengambilan keputusan, waktu presentasi atau penyampaian usulan dari setiap perwakilan sangat singkat, sekitar 10 menit, sedangkan materi usulan rencana pembangunan cukup banyak, sehingga tidak semua materi dapat tersampaikan untuk dibahas. Selain itu, dalam pembahasan materi usulan setiap perwakilan RT, RW, dan Dusun bertahan dengan argumentasinya untuk menggolkan usulan rencana pembangunan yang menjadi prioritasnya.

Demikian pula dalam forum Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan, setiap Desa berusaha pula menggolkan usulan yang disampaikannnya. Suasana yang demikian terjadi pula pada Rapat Koordinasi dan Konsultasi Pembangunan di Kabupaten/Kota dan Provinsi.

Tarik menarik kepentingan antara RT, RW, Dusun, Desa, Dinas dan Badan Daerah, membuat Musyawarah Pembangunan di semua tingkatan terasa kurang efektif. Tampak dengan jelas persipan rapat perumusan rencana strategis pembangunan kurang matang, metode dan mekanisme rapat tidak jelas, data dan informasi yang mendukung setiap usulan rencana strategis pembangunan tidak pula tersedia secara lengkap dan akurat. Hal yang demikian terus saja terjadi berulang-ulang disetiap tahun penyusunan rencana
pembangunan, tanpa ada perubahan dan peningkatan yang berarti.

Sebahagian besar program dan proyek yang diusulkan dan disetujui dalam APBN, APBD Provinsi dan ABPD Kabupaten dan Kota tidak sesuai dengan potensi, harapan, keinginan dan kebutuhan kondisi objektif masyarakat setempat. Sesunguhnya yang menjadi harapan masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan, adalah membutuhkan modal dan sarana produksi dalam rangka peningkatan produktivitas usaha. Dalam kenyataannya program dan proyek yang direncanakan tidak memakai sekala prioritas, justru hanya didominasi pembangunan fisik, dan ternyata kurang produktif untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Justru program dan proyek tersebut hanya memberi keuntungan kepada para pelaksana dan para pejabat di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi yang mempunyai kewenangan dalam pengambilan keputusan. Antara bobot dan kualitas hasil program dan proyek dilapangan tidak sesuai dengan jumlah anggaran program/proyek

yang telah disediakan. Maksudnya, disini telah terjadi kebocoran dana pembangunan, sebagai akibat lemahnya dalam fungsi pengawasan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons